Hukum di Indonesia

Kemenkeu Ogah Ganti Rugi Pengamen Korban Salah Tangkap Polisi, Alasannya Itu Profesi Ilegal

Pemerintah takut kehilangan uang dan nama baik, sampai-sampai tak memikirkan nasib empat anak muda yang kehilangan masa remajanya akibat polisi yang tidak profesional.
Kemenkeu Ogah Ganti Rugi Pengamen Korban Salah Tangkap Polisi, Alasannya Itu Profesi Ilegal
Foto hanya ilustrasi. Peristiwa ini dipotret saat polisi mengamankan demonstran di Makassar, foto oleh Jalin/AFP.

Masih ingat sama kasus empat pengamen korban salah tangkap yang menuntut ganti rugi Rp750 juta karena dipenjara tiga tahun dengan alasan pembunuhan? Kalau masih,kami punya kabar buruk. Saat ini mereka kalah total. Pada sidang praperadilan sengketa 23 Juli lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan kepolisian sebagai salah dua pihak tergugat, menolak seluruh permohonan ganti rugi dari empat korban salah tangkap ini. Fikri, Fatahillah, Arga, dan Firdaus harus menerima kenyataan hukum di Indonesia sering tidak berpihak kepada mereka yang lemah.

Iklan

Kemenkeu menolak ganti rugi korban lewat cara paling menyebalkan yang bisa dilakukan negara kepada rakyatnya. Bendahara negara menyatakan pengamen tidak pantas diganti kerugiannya, karena profesi sebagai musisi jalanan sendiri melanggar hukum.

Kemenkeu merujuk Perda DKI 8/2007 tentang Ketertiban Umum untuk memenangkan gugatan. Wakil Kemenkeu di persidangan, Daryono, lantas meminta para pengamen membayar segala biaya sidang praperadilan.

"Profesi para pemohon sebagai pengamen secara tegas dan jelas tidak diperbolehkan atau dilarang untuk dilaksanakan atau dikerjakan di wilayah DKI Jakarta. Bahkan, bagi siapa pun yang melanggar aturan tersebut dapat dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta," ujar Daryono, perwakilan Kemenkeu dalam persidangan, dikutip Kompas.

Logika pemerintah ini memicu kemarahan netizen. Yang dituntut para pengamen ini kan perihal kegiatan salah tangkap polisi. Gara-gara salah tangkap, mereka kehilangan banyak hal. Mau pekerjaannya pengamen atau pun pedagang nuklir, namanya korban salah tangkap ya tentu saja lebih benar secara moral. Secara nalar, yang harusnya dipermasalahin itu ketidakbecusan polisi sampai menjebloskan orang ke bui, bukan pekerjaan si korban salah tangkap saat dia sedang ditangkap.

Entitas tergugat lain bernama Polda Metro Jaya juga membela diri dengan alasan yang sama menyebalkannya.

Iklan

"Menyatakan menolak permohonan praperadilan seluruhnya, menyatakan tindak penyidikan yang dilakukan termohon satu [Polda Metro Jaya] sah berdasarkan Undang-Undang, menyatakan termohon satu telah melakukan penyidikan dengan benar mengenai orangnya atau dalam menerapkan hukum kepada para pemohon," ujar AKP Budi Novianto, wakil Polda Metro Jaya, dikutip Kompas.

Polisi menganggap bahwa pemberian ganti rugi tidak bisa dilakukan karena menurut PP 92/2015 Pasal 7 ayat 1, kasus ini sudah kedaluwarsa. Polisi merasa permohonan melewati batas waktu tiga bulan, terhitung dari putusan pengadilan diterima. Sedangkan menurut pengacara para pengamen, Oky Wirata Siagian, berkas putusan pengadilan baru diterima penggugat pada 25 Maret 2019 sehingga belum kedaluwarsa dan ganti rugi masih bisa diajukan.

Terlepas dari perbedaan waktu penerimaan berkas yang diklaim kedua pihak, logika polisi juga nyebelin banget. Dari pernyataan Budi, polisi tidak perlu memulihkan nama baik keempat pengamen karena selama prosesnya, polisi tidak memberhentikan penyidikan karena, misal, terbukti ada kesalahan dalam proses penangkapan.

Aparat merasa sudah melaksanakan tugasnya dengan terus melakukan penyidikan dan melanjutkan proses hukum sampai ke pengadilan negeri. Intinya, tugas mereka hanya menyerahkan berkas kasus, barang bukti, dan hasil penyidikan. Urusan vonis ada di tangan pengadilan.

Bayanglan. Kalau ada empat orang yang bisa dengan mulus melewati proses penyelidikan dan penyidikan polisi sebagai tersangka pembunuhan, padahal mereka tidak bersalah, ya hanya ada dua penjelasan yang bisa diambil dari kinerja kepolisian ini.

Pertama, sama seperti yang diceritakan pengamen korban salah tangkap ini ke media, polisi emang secara sengaja memuluskan berkas ke pengadilan lewat skenario rekayasa karena mereka memaksa para pengamen untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan melalui penyiksaan. Atau kedua, ya karena kapasitas penyelidikan dan penyidikan kepolisian buruk banget. Dua-duanya bukan indikator yang bagus bagi masyarakat yang berharap diayomi, lebih-lebih dilindungi.