Pandemi Corona

Kebijakan Pemerintah Larang Mudik tapi Izinkan Warga Wisata Dianggap Membingungkan

Lebih aneh lagi: kita tak bisa pulang kampung 6-17 Mei, tapi polisi siap fasilitasi yang mau mudik sebelum tanggal tersebut. Anggota DPR dan epidemiolog kompak mengkritik pemerintah.
Menteri Pariwisata Sandiaga Uno Sebut Pemerintah Larang Mudik tapi Izinkan Warga yang tak pulang Wisata
Pengunjung Dunia Fantasi Ancol menikmati wahana dengan protokol ketat selama pandemi Covid-19. Foto oleh Dimas Ardian/Bloomberg via Getty Images

Pada 16 Maret, Menteri Perhubungan Budi Karya mengumumkan tidak ada larangan mudik dalam rapat bersama Komisi V DPR. Sepuluh hari setelahnya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK) Muhadjir Effendy memimpin rapat koordinasi antar menteri yang menghasilkan pelarangan mudik sepanjang 6-17 Mei.

Penetapan kebijakan makin rumit setelah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno memastikan destinasi wisata tetap buka, untuk mengakomodasi mereka yang terhambat pulang kampung dengan hiburan di domisili masing-masing. Tentu, dengan syarat terbaik sejagat raya: asalkan sesuai protokol kesehatan yang ketat.

Iklan

“Kami, di sektor pariwisata, tentunya harus memastikan bahwa tempat wisata itu dibuka harus dengan prokes yang ketat dan disiplin. Nanti pada saatnya masyarakat tidak diperbolehkan mudik, mereka diperbolehkan berkegiatan, bermobilitas. Salah satunya [opsi] berkegiatan [bagi mereka] adalah di destinasi wisata,” kata Sandiaga Uno saat menjadi bintang tamu acara Mata Najwa.

Ketika ditanya soal sentimen publik bahwa kebijakan ini bisa diakali dengan pergi keluar kota berbekal alasan “ingin berwisata ke destinasi di kampung halaman”, Sandiaga menganggap interpretasi seperti itu tidak diperbolehkan.

“Betul [tidak boleh berwisata keluar kota], interpretasi seperti itu menurut saya, satu interpretasi yang tidak diperbolehkan. Yang diperbolehkan adalah berkegiatan di lingkungan [berdasarkan aturan] PPKM skala mikro. Jadi, cukup jelas menurut saya,” kata Sandiaga.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan sanksi bagi yang nekat mudik “mungkin diambil” berdasarkan UU No. 6/2018. Mengacu dari aturan tersebut, pelanggarnya berpotensi dipidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Khusus Aparatur Sipil Negara (ASN), landasan pelarangan mudiknya lebih jelas. Aturan tertuang pada Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 8/2021 tentang (tarik nafas dulu, sebab judul aturan sungguh panjang) Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Mudik dan/atau Cuti Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). 

Iklan

Pengecualian diberikan pada ASN yang bertugas dinas atau berada dalam keadaan genting. Untuk sanksi, Kemenpan-RB mengatakan ASN yang nekat mudik akan kena hukuman disiplin mulai dari teguran sampai penurunan pangkat, tergantung berat pelanggarannya.

Kalau sampai sini Anda bingung bersikap, tenang saja, pernyataan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Istiano akan membuat pembaca lebih pusing lagi, “Kalau ada yang mudik awal [sebelum tanggal 6] ya silakan saja, kita perlancar,” kata Istiano dilansir Detik. “Setelah tanggal 6 Mei, mudik tidak boleh dan kita sekat. Saya sampaikan bahwa sebelum tanggal 6 Mei ini kita sudah lakukan operasi keselamatan, bertujuan untuk sosialisasi agar tidak mudik di tanggal 6 sampai 17 Mei.” 

Penyekatan selama hampir dua minggu tersebut dilakukan di 8 titik oleh Polda Metro Jaya. Di antaranya di Jalan Tol arah Cikampek, Tol arah merak, Jalan Arteri Non-Tol Harapan Indah di Kota Bekasi, Jatiuwung di Kota Tangerang, Kedung Waringin di Kabupaten Bekasi, Terminal Bus Pulogebang, Kampung Rambutan, dan Kalideres. Selain itu, polisi menyebut akan menyekat 16 jalur tikus di Jabodetabek.

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyorot kritis sikap pemerintah. Dia menyebut pembukaan tempat wisata otomatis membuat kerumunan tidak terhindarkan. Hal ini berlawanan dengan ambisi pemerintah mengurangi kerumunan saat lebaran.

Iklan

“Aneh kalau masyarakat dilarang mudik, tetapi wisata tetap dibuka. Sudah pasti masyarakat yang tidak mudik itu akan memenuhi tempat-tempat wisata tersebut. apakah ini yang diinginkan oleh pemerintah terjadi kerumunan warga masyarakat di lokasi wisata?” kata Netty Prasetiyani dilansir Kompas. Netty menambahkan beban seperti ini akan ditanggung pemerintah daerah, pendapat yang diamini Gubernur Banten Wahidin Halim.

“Jadi, Covid-19 dan ekonomi seperti dua sisi mata uang. harusnya pilihannya satu. Dilarang ya dilarang, sudah. Kalau mudik dilarang, tapi wisata dibolehkan, yang kesulitan pemerintah daerah. Kalau di pantai bagaimana ngatur protokol kesehatannya. Ini kan menimbulkan persoalan bagi kita,” kata Wahidin kepada RMOL Banten. Ia menyebut berkaca dari tahun pertama, destinasi wisata dipenuhi wisatawan domestik sehingga penerapan protokol kesehatan sangat sulit.

Epidemiolog Universitas Indonsia Tri Yunis Miko Wahyono menganggap tidak konsistennya pemerintah senantiasa dipengaruhi pertimbangan ekonomi.

“Dilarang mudik itu kan pembatasan sosial sedang, dicampur dengan buka wisata, itu malah pembebasan sosial. Negara ini tidak pernah konsisten, karena mungkin pertimbangannya ekonomi,” kata Tri kepada CNBC Indonesia.