Konservasi Satwa

Berkat Ulah Manusia, Komodo Resmi Masuk Kategori Satwa Terancam Punah

Aktivitas manusia (ehem, salah satunya proyek wisata jurassic!) diperburuk risiko perubahan iklim, mengancam populasi kadal terbesar kebanggan Indonesia itu menurut data IUCN.
Lembaga IUCN masukkan Komodo dalam Kategori Satwa Terancam Punah
Salah satu komodo yang hidup di kawasan Taman Nasional difoto pada 22 November 2019. Foto oleh GOH CHAI HIN / AFP

Selama ribuan tahun komodo mendiami beberapa pulau di kawasan timur Indonesia, bahkan menjadi penguasa tertinggi rantai makanan. Namun, menurut data penelitian terbaru, ditambah estimasi pakar, status komodo sebagai hewan endemik di Indonesia terancam. Dari awalnya berstatus “rentan”, kini level ancaman populasi komodo meningkat jadi “terancam punah”.

Iklan

Ada dua faktor yang menjadi pemicunya: aktivitas manusia, ditambah ancaman perubahan iklim yang bisa meningkatkan ketinggian air laut di seluruh kawasan Indonesia.

Komodo merupakan kadal terbesar di dunia, kadang dijuluki pula sebagai satu-satunya kerabat dinosaurus yang selamat dari periode jurassic sampai memasuki peradaban modern yang dikuasai umat manusia. Hewan ini saat memasuki usia dewasa bisa mencapai panjang 3 meter, dengan bobot 60-an kilogram. Sebagai predator ulung, komodo memiliki racun khusus di mulutnya yang bisa melumpuhkan mangsa, serta kecepatan berlari yang di atas rata-rata kadal lain.

Sayangnya, berbagai keunggulan tersebut tak mampu menandingi kedigdayaan ambisi manusia. Menurut data terbaru dari Lembaga Persatuan Konservasi Internasional (IUCN), status populasi komodo di Indonesia terpaksa harus turun menjadi “terancam punah”.

“Habitat komodo selama ini terbatas secara geografis, artinya perubahan topografi akibat manusia dan iklim sangat mempengaruhi populasi hewan tersebut,” kata Mark Auliya, Kepala Monitoring Populasi Satwa Keluarga Kadal IUCN, saat dihubungi VICE World News.

Pulau-pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang menjadi rumah bagi komodo, jadi salah satu yang terancam perubahan iklim dalam kurun 45 tahun mendatang. Sebab, sepanjang kurun tersebut, luas wilayah yang biasa menjadi habitat komodo terancam turun hingga 30 persen.

Iklan

Selain naiknya permukaan laut (yang mana awalnya juga dipicu emisi karbon akibat aktivitas perekonomian manusia secara global), kebijakan pariwisata pemerintah turut disebut sebagai biang kerok.

Taman Nasional Komodo, yang mencakup di antaranya Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, hendak dikembangkan pemerintah pusat jadi destinasi wisata unggulan. Salah satu proyek di Pulau Rinca, yang kerap dijuluki berkonsep “wisata Jurassic”, memicu kritikan masyarakat setempat maupun pegiat lingkungan. UNESCO sampai meminta agar proyek tersebut disetop, akibat dampaknya pada komodo, namun pemerintah, dipimpin Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, berkeras jalan terus.

Problemnya, yang selama ini luput diawasi semua pihak adalah populasi komodo di luar area Taman Nasional. Komodo tidak hanya hidup di wilayah Pulau Komodo atau Rinca saja, melainkan di beberapa pulau Flores lain. “Di Taman Nasional, populasinya memang stabil, namun yang berada di luar area perlindungan itu kini terancam,” kata Auliya.

Iklan

Merujuk data terbaru IUCN, populasi komodo di alam liar mencapai 3.458 ekor, belum termasuk anakan. Mayoritas ada di Taman Nasional, namun ada ratusan ekor berkembang biar di luar area utama populasi.

Lebih dari 30 tahun lalu, Pulau Padar yang masuk kawasan Taman Nasional malah sudah sempat kehilangan populasi komodo. Baru pada 2004, berkat upaya konservasi, populasi komodo di Padar kembali muncul. “Kepunahan” lokal pada dekade 1980-an itu dipicu oleh perburuan rusa secara besar-besaran. Rusa adalah mangsa utama komodo di alam liar.

Kini, dengan perlindungan dan upaya konservasi lebih baik, risiko pada komodo ternyata terus meningkat. “Faktor yang terbesar adalah perilaku manusia di sekitar wilayah komodo, yang membuat habitat komodo berkurang drastis,” kata Auliya

IUCN menyebut kepulauan Flores kehilangan 1 persen kawasan hutannya tiap tahun, yang secara total mencapai 45 persen jika dihitung dalam kurun tiga generasi manusia. Karena ekspansi permukiman manusia dan aktivitas pemburu tetap tinggi, menurut Auliya upaya konservasi seperti di Wae Wuul tetap tidak akan efektif menjaga kelestarian populasi komodo di Flores.

Terkait kritik atas visi pemerintah pusat yang memetingkan pengembangan konsep wisata, alih-alih konservasi hewan yang jadi daya tarik utama Taman Nasional Komodo, pemerintah mengaku sudah mempertimbangkan berbagai faktor.

Jodi Mahardi, juru bicara kemenko Marves yang dikomandoi Luhut, mengatakan pemerintah sudah tahu soal permintaan UNESCO untuk menangguhkan pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Hanya saja, dia tidak menegaskan apakah pemerintah akan memenuhi permintaan itu.

“Saat ini pemerintah akan tetap fokus pada upaya meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat dan upaya kita jaga lingkungan,” ucap Jodi. “Semua pihak kami sambut baik untuk terlibat konkret dalam upaya ini.”