Artikel ini pertama kali tayang di VICE Arabia
Syariat Islam menegaskan seorang laki-laki diperbolehkan menikahi hingga empat perempuan. Karena itulah tindakan poligami dilegalkan di sebagian besar negara mayoritas muslim. Sementara itu, peran dan status istri tergantung pada wilayah dan keluarga mereka. Dalam hubungan poligami, tidak heran kalau para istri saling bersitegang karena perhatian suami yang terbagi. Istri pertama biasanya kesal dengan kedatangan “sang pengganggu” dalam pernikahannya yang bahagia.
Videos by VICE
Untuk menghindari ini, banyak laki-laki yang merahasiakan pernikahannya dengan perempuan lain dari istri mereka. Strategi ini hanya bisa dilakukan kalau kamu tajir dan bisa membelikan rumah untuk semua istri dan anakmu. Sementara itu, beberapa perempuan memutuskan untuk tidak memberi tahu temannya soal madu suami mereka karena anak muda di daerah tersebut semakin terbuka menentang poligami yang memperkuat patriarki.
VICE Arabia berbincang dengan Shuh* dari Mesir yang menyandang status istri kedua. Dia menceritakan bagaimana rasanya berbagi suami dengan perempuan lain, apa yang teman dan keluarganya katakan soal ini, dan seperti apa perasaannya jika suaminya punya istri ketiga.
VICE: Apakah kamu tahu kalau suami sudah menikah saat kalian mulai pacaran?
Shuh: Saya sudah tahu. Kami berteman selama dua tahun sebelum akhirnya bertunangan, jadi saya tahu segala hal tentang pernikahannya. Saya sempat menolak lamaran pertamanya karena saya enggak mau jadi istri kedua. Tapi dia orangnya sangat persuasif. Katanya suami tidak bisa hidup tanpa saya. Dia juga enggak pernah nyerah membujukku. Jadi saya menerima lamarannya, dengan syarat saya harus menerima kenyataan kalau suami akan selalu berkomitmen dengan keluarganya yang lain. Meskipun begitu, dia selalu memenuhi kewajiban nafkah dan emosional saya.
Istri pertama suamimu tahu enggak soal hubungan kalian?
Dia cuma tahu kalau kami pacaran, tapi dia enggak tahu kalau kami sudah menikah. Dia juga tahu kalau suaminya melamarku. Awalnya sih dia oke-oke saja karena sadar betapa pentingnya saya bagi suami. Tapi dia akhirnya berubah pikiran, dan memintanya untuk tidak menikahiku. Karena itulah suami merahasiakan pernikahan kami. Saya enggak peduli sih kalau dia tahu tentang ini, karena tidak akan ada yang berubah juga.
Tonton dokumenter VICE menyoroti praktik poligami di Indonesia yang terus mengundang kontroversi:
Bagaimana tanggapan teman dan keluarga tentang pernikahanmu?
Keluargaku sudah tahu sejak awal. Kami membahas segalanya, dan mengandalkan satu sama lain kalau lagi butuh saran. Ibuku tidak mau saya jadi istri kedua karena dia pernah merasakannya. Pengalaman ibu buruk, dan dia enggak mau saya mengalami hal yang sama sepertinya. Tapi akhirnya dia merestui hubungan kami saat kenal dengan suami. Dia sangat dekat dengan keluarga saya. Teman-teman bahagia asalkan saya bahagia. Mereka mau pernikahan kami didasarkan pada kejujuran dan kepercayaan.
Antara kamu dan istri pertamanya, siapa yang lebih bahagia?
Saya enggak terlalu memikirkan istri pertamanya atau bagaimana perasaannya. Yang paling penting buat saya itu menjadi istri yang baik buat suami. Saya enggak memaksanya untuk menerima situasi ini. Sulit bagi perempuan untuk menerima kenyataan kalau suaminya menikahi perempuan lain.
Jujur, saya rasa dia lebih bahagia karena mereka punya anak. Kalau dipikir-pikir ya, suami pasti akan lebih memilih anaknya daripada saya. Agak sakit hati rasanya kalau memikirkan itu. Kadang saya juga agak menyesal melakukan ini. Saya selalu ingin jadi istri pertama dan terakhirnya. Tapi, saya bohong kalau bilang saya tidak bahagia. Begini saja saya sudah puas, kok. Hubungan saya dan suami semakin baik sekarang. Dia lebih memerhatikanku. Ini memotivasi saya untuk menjadi istri yang lebih penyayang dan peduli. Saya jadi lebih percaya diri kalau saya telah membuat keputusan yang tepat.
Apakah kamu ingin punya anak?
Tentu saja. Saya sangat ingin punya anak perempuan. Tapi yang paling penting, saya pengin membesarkan anak di lingkungan keluarga yang stabil. Saya memang memilih untuk jadi istri kedua, tapi saya enggak mau menyusahkan anak karena pilihan ini. Saya baru mau punya anak kalau bisa memberikan kehidupan keluarga yang bahagia untuknya.
Apakah kamu akan mengizinkan putrimu kalau misalnya dia ingin menikahi laki-laki yang sudah punya istri?
Enggak akan. Meskipun saya bahagia dan puas dengan situasi saat ini, bukan berarti saya mau anak melakukan hal yang sama. Gaya hidup ini sesuai dengan kepribadianku. Saya merasa lebih bebas apabila suami sedang menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tapi saya enggak mau anak merasakan kalau dirinya enggak begitu penting dalam kehidupan suaminya nanti kelak.
Apa yang paling kamu benci menjadi istri kedua?
Hal terbaik dalam situasiku juga menjadi yang terburuk. Di satu sisi, saya bisa menjadi perempuan karier yang bebas dan mandiri karena suami saya jarang di rumah. Selama setengah bulan, saya enggak perlu sibuk masak dan bebenah. Tapi di sisi lain, saya sangat merindukannya. Dia jarang ada kalau saya lagi sakit atau butuh orang untuk merawatku.
Kamu paham kenapa banyak feminis yang menentang poligami?
Enggak. Saya rasa itu enggak masuk akal. Baik laki-laki maupun perempuan berhak menikahi siapa saja yang mereka mau. Laki-laki boleh mencari pasangan lain yang bisa mengurusnya kalau istrinya enggak bisa melakukan itu. Apakah para feminis ini bisa menjamin kalau setiap perempuan bisa mengurus suaminya dengan baik supaya mereka enggak cari istri lain? Saya rasa sih enggak. Kalau menurut saya pribadi sih, perempuan tugasnya menjaga pernikahannya supaya baik-baik saja. Laki-laki itu kayak anak kecil, makanya perempuan harus lebih sabar dan tanggap dalam mengerjakan tugas di rumah.
Menurutmu apakah saluran TV di Arab sudah menggambarkan dengan tepat bagaimana rasanya jadi istri kedua?
Enggak terlalu. Kebanyakan acara menayangkan model kehidupan poligami yang enggak realistis. Misalnya, acara The Family of Hajj Metwalli mempertontonkan para istri yang akur. Ini hampir enggak pernah terjadi. Kenyataannya, selalu ada perasaan cemburu dan marah dengan satu sama lain. Memang sih istri pertama bisa saja mengabaikan “sang pengganggu”, tapi mereka enggak akan pernah bisa akrab.
Apakah kamu akan mengizinkan suami punya istri ketiga?
Saya enggak akan pernah mengizinkannya. Saya yakin dia juga enggak akan melakukannya. Asalkan dia terbuka dan jujur dengan apa kesalahan yang pernah kuperbuat, pasti saya bisa memperbaikinya. Saya enggak terima kalau dia menikah lagi supaya punya istri baru doang. Kalau perempuan mengurus suaminya dan rumah dengan baik, pasangannya enggak akan cari perempuan lain buat dinikahi.
*Nama narasumber diubah untuk melindungi privasi dan keselamatannya dari potensi kemarahan keluarga