Hollywood membuat segudang film fantastis membahas perburuan harta karun bernilai luar biasa. Salah satu yang paling terkenal tentu saja seri Indiana Jones. Tapi, Indonesia memiliki bejibun cerita harta karun yang jauh lebih keren daripada film-film buatan Hollywood. Kenapa? Karena harta karunnya benar-benar ada di dasar laut sana. Sejak berabad-abad lalu, Indonesia menjadi jalur perdagangan laut yang penting. Riset UNESCO menyebutkan, lebih dari 20 ribu kapal yang berlayar melalui Selat Malaka, namun tidak pernah kembali ke asalnya lantaran celaka di perjalanan—baik karena faktor alam maupun perompakan. Alhasil, perairan Indonesia memiliki reputasi sebagai peristirahatan terakhir bagi banyak kapal dagang di abad pertengahan.
Berdasarkan data pemerintah, ada 464 titik kapal perdagangan bersejarah yang karam meninggalkan benda pusaka dan sejarah yang belum diungkap secara legal. Barang-barang bernilai tinggi itu berupa porselen, koin emas, hingga pernak-pernik kapal seperti jangkar. Setelah ditaksir, nilai harta karun di perairan Indonesia setidaknya mencapai US$12,7 miliar (setara Rp169 triliun). Nilai sebesar itu membuat banyak orang berminat mencari untung dengan menyelam ke dasar laut.
Videos by VICE
Tak banyak orang tahu, sejak dekade 80-an, pemerintah sudah mengizinkan pengusaha swasta mencari dan menjual harta karun yang terpendam di dasar laut memakai sistem bagi hasil. Praktik ini belakangan dihentikan pada 2011. Setelah Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, moratorium sempat dicabut sebentar, tapi kemudian kembali disetop. Susi menyebut pelibatan swasta dalam pencarian barang muatan kapal tenggelam (istilah teknis untuk menyebut harta karun), hanya menimbulkan kerugian bagi negara. Dia menuding pihak swasta yang melakukan pengambilan harta karun seringkali memilih peninggalan yang bagus-bagusnya saja, tanpa mengabari pemerintah. Salah satu contoh kasusnya adalah skandal penjualan harta karun dari perairan Indonesia oleh pengusaha Jerman, Tilman Walterfang pada 2005. Pemerintah Indonesia hanya memperoleh bagian Rp33 miliar, dari total nilai harta Rp430 miliar yang dijual Tilman lebih dulu ke pasar lelang Singapura.
Baca juga:
VICE Indonesia menghubungi salah satu pemburu harta karun untuk mencari narasi pembanding. Sosok yang pantas tentu saja Gogo Kamargo, Indiana Jones asli Tanah Air versi scuba diving. Dia penyelam kelahiran Padang, yang kini bermukim di Bogor. Gogo sudah ratusan kali menyelam mencari harta karun di berbagai perairan Indonesia sejak lebih dari satu dekade lalu. Gogo sempat bekerja di Cosmix Asia, perusahaan swasta pemburu harta karun terakhir yang beroperasi di Indonesia, sebelum akhirnya tutup buku akibat pelanjutan moratorium oleh Menteri Susi.
Gogo, yang sanggup menyelam hingga kedalaman 60 meter untuk memburu harta karun, menganggap pemerintah akan rugi dengan adanya moratorium ini. Semakin banyak pencari harta karun ilegal di kawasan seperti Selat Malaka, membuat pemerintah sama sekali tak memperoleh bagian semestinya.
Berikut 10 pertanyaan yang diajukan VICE Indonesia kepada Gogo Kamargo, tentang suka dukanya menjadi seorang penyelam sekaligus pemburu harta karun profesional.
Gimana caranya kita tahu ada harta karun di dasar laut dalam?
Awalnya kan mencari kita belajar dari sejarah. Kita mempelajari jalur pelayaran yang melewati Indonesia itu dimana. Misalnya jalur pelayaran dari Tiongkok ke Sriwijaya atau ke Majapahit. Dari sana setelah kita mengira-ngira jalur pelayarannya, kita telusuri daerah mana yang kita perkirakan di situ ada BMKT kapal tenggelamnya. Terutama daerah-daerah yang rawan yang sering mengalami kecelakaan kapal. Setelah itu, kita ajukan izin survei ke pemerintah untuk mengecek. Semua itu bisa menghabiskan waktu paling cepat dua tahun, termasuk survei dan pengangkatan.
Berapa banyak sih harta karun di perairan Indonesia?
Luar biasa. Satu lokasi saja nilainya bisa mencapai Rp1 triliun minimal, jika tidak dicuri. Sekarang di Indonesia diperkirakan ada sekitar 360 titik [harta karun], dan setiap tempat setidaknya bisa mencapai Rp1 trilun, berarti setidaknya ada sekitar Rp360 triliun.
Berapa nilai harta karun yang paling besar yang pernah anda dapat?
Yang saya angkat ini baru di Lingga sama di Bintan. Kalau proses pencariannya sudah banyak, total sudah seratus titik. Wah kalau yang paling besar itu seharusnya bisa puluhan miliar. Tapi kalau di Indonesia itu ada kendala sekarang, karena kita mengajukan izinnya pas kena moratorium. Kita mengajukan izin 2012, sama pemerintah diberi izin pengangkatan itu 2014. Di antara 2012 sampai 2014 itu terjadi pencurian. Yang paling berharga itu yang di Cirebon. Sebenarnya sih dari dulu dapat potensinya, cuma karena dari dulu dicuri, jadi enggak dapat apa-apa. Ada orang kita suruh jaga, enggak tahunya yang jaga mencuri juga.
Seberapa besar persaingan pemburu harta karun legal dan ilegal?
Kalau sekarang dihitung kasar, bisa sekitar Rp50 miliar lah kerugiannya. Seharusnya negara bisa dapat. Karena kan aturannya 50:50 antara negara dan perusahaan. Cuma pemerintah mengadakan pembiaran. Jadi [harta karun] ini dibiarkan. Dibilang [oleh pemerintah pencurian] tidak boleh, tapi pelaksanaannya di lapangan mereka [pemerintah] melihat masyarakat melakukan pengangkatan [ilegal] dibiarkan saja. Malah mereka [pemerintah] bilang “kasihan” [pada masyarakat] karena hanya nelayan. Jadi saya agak negative thinking sama pemerintah.
Pernah tergoda ingin mengambil harta karunnya untuk disimpan sendiri?
So pasti pernah. Kita yang namanya bekerja ini ya tentu pengen lah mengoleksi kita sendiri. Barangnya kan banyak. Tapi kita izin lah [mengambil barangnya] buat kenang-kenangan. Harganya kalau dirupiahkan, nilainya enggak seberapa karena barang yang kita kerjakan itu barang rakyat, jadi nilai barang-barang harta karun bawah laut ini enggak semuanya tinggi. Karena ada barang rakyat, barang bangsawan, dan barang perdagangan. Misalnya barang perdagangan dari Tiongkok ke Majapahit, Srwijaya. Tapi bagi saya nilai sejarahnya luar biasa walaupun jika dirupiahkan itu tidak seberapa.
Informasi soal adanya harta karun itu darimana biasanya?
Banyak sumber. Ada sumber dari pemerintah yang menaungi pelayaran. Ada yang dari nelayan, karena nyangkut di jarring mereka [nelayan], ada yang nyangkut di mata kail pemancing. Ini kan barang-barangnya bisa nyangkut. Kalau mereka melapor ke negara kan mereka cuma dapat piagam, bahwasanya telah menemukan harta karun di dasar laut. Pemerintah tuh cuma seperti itu. Mereka [penemu harta karun] engga butuh yang seperti itu, mereka [penemu harta karun] ingin sesuatu yang bernilai besar. Makanya mereka mencari perusahaan seperti perusahaan kami, untuk mengurus untuk izin survey dilakukan untuk membuktikan bahwa memang benar di tempat tersebut terdapat harta karunnya.
Pernah ditawari untuk mengambil harta karun untuk pengusaha yang tak berizin?
Sering. Itu kan biasanya orang-orang yang punya uang banyak di Indonesia. Mereka tidak mau melalui jalur legal. Karena melalui jalur legal itu sangat dipersulit. Jadi, birokrasi di Indonesia ini kalau bisa dipersulit ya dipersulit. Jadi malah menyulitkan yang legal, cuma memang peraturannya ada, UU-nya ada, cuma pelaksanaannya dimoratorium dan dipersulit. Nanti pemeirntah baru bisa teriak-teriak kalau barangnya sudah sampai di Balai Lelang Christie’s (London). Nanti ada barang dilelang, dinyatakan oleh Balai Lelang Christie’s bahwa barangnya asal Indonesia, baru nanti pemerintah teriak-teriak, “pencuri… pencuri”. Pencuri kan enggak mau ngurusin negara. Padahal kalau melalui perusahaan legal, untuk pengangkatan kan kita 100 persen dari biaya kita, negara nanti dapat bagian 50 persen dari hasil yang kami dapatkan. Eh tapi nyatanya dipersulit juga.
Seberapa bahaya sih mengambil harta karun?
Di tengah laut itu bahaya bisa datang dalam bentuk apa saja. Saya pernah hanyut terbawa sama arus waktu bertugas di Lingga sama di Bintan. Kita kan yang paling utama keselamatan, makanya ada kapal dan speedboat. Kita sudah difungsikan siap mencari rekan penyelam jika sampai ada yang hilang. Waktu saya hanyut, [kru lain] langsung keliling dan patroli untuk mendeteksi arusnya kemana. Kejadiannya 2012 ketika kami sedang survei. Ketika sedang tidak menyelam, bahaya lain adalah saat berlayar malam hari, kapal sering terkena angin puting beliung, karena kami kan enggak pulang ke darat, kami lego jangkar di lokasi [tengah laut]. Kami semua sedang terlelap, kemudian datang angin puting beliung dan badai.
Apa yang paling menyebalkan dari pekerjaan mencari harta karun?
Saya suka ngidam pangsit dan tempe. Karena sehari-hari kita paling makan ikan kalau mau fresh, meskipun setiap minggu logistik datang, tapi kan beda ya rasa makan di darat sama makan di laut. Kalau di darat itu asyik bisa kemana-mana, banyak orang. Hari-hari kita lain, palingan kita menghitung baut kapal aja. Kalau ketemu orang juga ketemunya orang yang sama, dia lagi dia lagi, terus sinyal juga susah. Kita paling ada telepon satelit, dan itu pun tidak setiap saat. Kalau kita sekarang dapat wi-fi banyak, bisa kita Whatsapp-an, atau telponan, atau streaming film bisa lah. Tapi kalau kita bekerja di luar [laut], tentunya sudah lost contact kita dengan dunia luar. Belum lagi yang punya pacar. Aduh waktu itu saya mikir pacar saya lagi ngapain ya di luar. Itu kan bikin rindu yang luar biasa, aduh. Kebetulan saya baru menikah dan dulu masih bujangan.
Pernah berhadapan dengan pencuri harta karun di laut?
Kalau di laut pengamanan dilakukan Angkatan Laut. Nah kita koordinasi misalnya untuk lego jangkar itu dilakukan dimana, cuma Angkatan Laut juga kekurangan personel untuk menjaga. Pencuri-pencuri itu sebetulnya pada nekad. Mereka malam-malam masuk ke laut. Apalagi kalau jarak tempat harta karunnya cuma sekitar 100 meter dari daratan, itu susah [dijaga]. Nah sedangkan yang saya tangani terakhir itu lokasi sekitar hampir 8 mil dari lepas pantai.