hukum

Aparat yang Paksa Tempel Telinga Pengendara ke Knalpot Bising Ternyata Bisa Diproses

TNI AD menangkap anggotanya di NTB yang viral mendekatkan telinga ponakan ke knalpot bising saat razia. Meski knalpot bising gengges, tapi penganiayaan aparat macam itu juga bermasalah.
TNI AD menangkap serka S di NTB yang viral mendekatkan telinga pengendara motor ke knalpot bising
Cuplikan video viral dari Bima, NTB, saat seorang serka TNI AD memaksa pengendara mendengar suara knalpot bising. Screenshot dari akun Instagram birunyarina

Paman yang tidak ingin dimiliki keponakan mana pun ini adalah Sersan Kepala (Serka) berinisial S, prajurit TNI AD di penempatan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia tengah menghadapi proses hukum dari instansinya sendiri, setelah tindakannya menempelkan paksa telinga sang keponakan ke ujung knalpot racing terekam video, lalu viral di media sosial. Penganiayaan ini terjadi kala pelaku bertugas dalam razia knalpot racing bersama Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) setempat.

Iklan

Bukan cuma berusaha bikin kuping keponakannya pekak, Serka S terekam menendang punggung korban agar telinganya lebih didekatkan ke knalpot. Video tersebut mulai tersebar pada 16 Agustus 2021, dan bisa disaksikan di tautan ini, dengan peringatan isinya kekerasan eksplisit yang bisa mengganggu sebagian penonton.

Penggunaan knalpot racing jelas mengganggu kenyamanan masyarakat. Namun, tindakan Serka S segera memancing hujatan netizen sebab dinilai berlebihan dan melibatkan kekerasan. Setelah kritik deras mengalir di media sosial, TNI AD langsung menahan pelaku atas dasar penganiayaan. Petinggi militer di Jakarta turun tangan sendiri memberi keterangan atas kasus ini kepada wartawan.

“Proses hukum terhadap oknum prajurit tersebut sudah sesuai dengan kebijakan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa bahwa tidak ada penyelesaian selain proses hukum bagi setiap prajurit TNI AD yang terbukti melanggar,” kata Kepala Dinas Penerangan AD Brigjen Tatang Subarna pada siaran pers resmi, dilansir dari Jawa Pos. 

Aksi machismo sang serka juga disesalkan Danrem 162/Wira Bhakti NTB Brigjen Ahmad Rizal Ramdhani. Ahmad menyatakan pembinaan kepada warga yang bandel idealnya dilakukan dengan cara manusiawi. Rizal mengaku langsung mengeluarkan telegram perintah kepada bawahannya agar prajurit lain tidak mengulang hal sama.

Iklan

Sebenarnya kasus Serka S dan korban ini telah berujung damai. Korban yang didampingi keluarga sudah membuat surat pernyataan tidak akan mengajukan gugatan sekaligus minta pamannya dibebaskan dari tahanan. Namun, Komandan Intel Kodim 1608 Bima Letda Husen bilang kasus ini bakal berlanjut dan berkasnya akan dilimpahkan ke mahkamah militer. 

“Walaupun keluarga korban tidak menuntut apa-apa, tapi proses hukum tetap berjalan. Apalagi kasus ini sudah viral, jadi untuk menjawab bahwa TNI itu tidak memandang bulu, memilah-milah siapa pun, di mata hukum sama gitu, loh. Nanti yang menentukan benar dan salah adalah mahkamah militer,” ujar Husen kepada Kompas.

Perlakuan atas kasus hukuman pengendara berknalpot bising ini bisa jadi preseden agar aparat bersenjata enggak boleh sewenang-wenang lagi, minimal saat razia. Soalnya tilang tak manusiawi modelan menggeber motor persis di telinga pengendara yang kena razia sudah sering terjadi.

Dua tahun lalu tuh, beredar video dua polisi menyiksa seorang pengendara motor knalpot bising di Solo dengan cara sama persis. Videonya bisa dilihat di tautan ini (sekali lagi, dengan peringatan kekerasan), udah layak masuk kompilasi Indonesia Cyberpvnk. Contoh lain, kesemuanya melibatkan aparat, bisa dilihat di tautan ini dan ini.

Iklan

Menanggapi metode aparat merazia (sekaligus menghukum) knalpot bising, pemerhati masalah transportasi Budiyanto mengatakan hukuman memperdengarkan bunyi knalpot kepada pengendara tidak akan menimbulkan efek jera. Ia menilai lebih efektif kalau dilakukan penegakan hukum dengan cara penyitaan knalpot saja.

“Pelanggaran tersebut dapat dikenakan Pasal 285 UU 22/2009 dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu,” kata mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya tersebut kepada Grid Oto.

Aturannya, tertuang di Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 7/2009, kendaraan sepeda motor kapasitas 80 cc sampai 175 cc tidak boleh mengeluarkan suara lebih dari 80 desibel. Sementara knalpot motor 175 cc ke atas maksimal mengeluarkan suara 83 desibel.

Kalau aturan larangan knalpot bising sudah termaktub sejak 2009, kenapa masih ada aja fenomena seperti video ini pada 2019? Semoga yang punya acara segera ditangkap. Kalau bisa….