Ilustrasi perempuan yang terserap oleh pikirannya
Ilustrasi: Shutterstock/re_bekka.
Kesehatan Mental

Bukan Skizofrenia, Saya Mendengar Suara Gaib Karena Trauma

Sejumlah orang mengalami halusinasi pendengaran tanpa menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa. Ternyata penyebab ilmiah munculnya suara macam itu ada banyak.

Cristina Contini, 54 tahun, telah mendengar suara tak tampak sejak 35 tahun lalu. “Mari berasumsi kalian bisa tidur nyenyak di malam hari, tapi suara itu mulai menghantui begitu kalian bangun,” tuturnya. Bagi Contini, suara-suara tersebut hampir selalu merendahkannya dengan suara yang dikenalnya, seperti orang tua atau saudara.

Dia mulai mendengar suara di kepala saat baru 19 tahun, tepatnya setelah koma akibat operasi. “Saya masih seperti dulu ketika sadarkan diri, kecuali beberapa gejala aneh,” terang Contini. “Saya mendengar lusinan suara, termasuk suara nenekku yang sudah meninggal. Saya bingung suaranya berasal dari mana.”

Iklan

Halusinasi pendengaran sering dikaitkan dengan skizofrenia, tapi kondisi Contini tak sesuai dengan kriteria yang menandakan seseorang mengidap gangguan kejiwaan ini. Hal yang sama dirasakan oleh banyak orang lainnya. Setelah beradaptasi dengan suara-suara gaib itu, Contini bisa menjalani hidup layaknya orang normal, seperti tak ada yang aneh dengan dirinya. “Saya berkarier, memiliki anak, dan menjadikan kondisi ini untuk membantu orang lain,” lanjutnya.

Contini mendirikan asosiasi Sentire le Voci (secara harfiah berarti Mendengar Suara) pada 2005, mengikuti jejak jaringan amal internasional Intervoice. Semua “pendengar suara gaib” di Italia boleh bergabung dengan organisasinya. Mereka kemudian dihubungkan dengan tim profesional multidisiplin, dan berkenalan dengan pendengar suara gaib lain untuk saling mendukung.

Cristina Contini memperagakan rasanya mendengar suara gaib dalam bahasa Italia.

“Fenomena ini lebih umum daripada yang kita kira,” Francesco Bocci, psikoterapis yang tergabung dalam tim profesional, mengutarakan. “Sekitar satu dari 10 orang bisa mendengar suara tak tampak, tapi hanya 15-20 persen yang mengalami penyakit mental.” Berbagai studi menunjukkan perkiraan yang lebih rendah, bahwa dalam 80 persen kasus, halusinasi akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Iklan

Menurut Bocci, setiap orang mendengar suara gaib dengan cara berbeda. Tak ada satu diagnosis yang berlaku untuk semua orang. “Ada unsur depresi, paranoia dan gangguan disosiatif, tapi hampir semua kategori psikiatri sifatnya membatasi,” jelasnya. Dia berpendapat satu-satunya kesamaan yang dimiliki pendengar suara gaib adalah beberapa bentuk gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Sentire le Voci membantu orang-orang yang mengalami halusinasi pendengaran untuk memahami pengalaman mereka. “Pendengar suara gaib dapat menenangkan diri dengan menceritakan kondisi mereka kepada seseorang yang memahaminya,” ujar Contini. Asosiasi ini mengoordinasikan sesi terapi kelompok dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga profesional dari berbagai latar belakang. Selain itu, ada juga sesi pribadi untuk setiap pasien.

Pendekatan multidisiplin bukan hal umum di dunia psikiatri, yang mengaitkan setiap gejala dengan diagnosis tepat dan penyembuhan farmakologis yang sesuai. Tapi, psikiater Paolo Cozzaglio melihat cara ini lebih bermanfaat. “Dalam terapi, penting untuk memahami sesuatu, bukan sekadar meresepkan obat,” ucapnya. Pasien sering kali jadi lebih pasif ketika mengusir halusinasi pendengaran dengan obat. Ini bukan solusi jangka panjang yang efektif. “Suara adalah bagian dari kondisi persisten yang harus dibiasakan — suara mengekspresikan sebagian dari diri kita.”

Iklan

Orang yang mengalami halusinasi pendengaran biasanya mendengarkan puluhan hingga ratusan suara pada saat bersamaan. Beberapa terdengar sayup-sayup, sedangkan lainnya terdengar lebih jelas. Langkah utama mengatasi kondisi ini yaitu dengan mencerna dan membedakan suaranya.

Hal pertama yang bisa dilakukan yaitu mencoba memahami apakah suaranya datang dari dalam atau luar. “Ketika suaranya adalah pikiran obsesif yang diyakini datang dari dalam, pendengar cenderung akan menyakiti diri sendiri untuk menghentikannya,” ujar Contini. Suara-suaranya akan membuat pendengar marah kepada orang lain jika datang dari luar. “Jika ibumu selalu merendahkan dirimu, kalian pasti akan bersifat agresif kepadanya, bahkan tanpa alasan jelas.”

Kebanyakan pasien Contini masih anak-anak dan remaja. “Suara-suara itu biasanya datang empat atau lima tahun setelah trauma,” terangnya. “Lebih sulit menangani orang dewasa, karena mereka suka mengabaikan gejala dan membangun batasan psikologis yang sulit dihancurkan.”

Peningkatan kesadaran sangat diperlukan. Stigma seputar halusinasi pendengar kerap membuat orang menutup diri, dan menjauh dari keluarga dan terapis yang ingin membantu mereka.

Suara “tak lebih dari penguatan bagian-bagian tertentu dari diri,” Bocci menyampaikan. Suaranya tergantung pada pengalaman subjektif, hubungan, emosi dan konteks budaya kalian. Bocci menyebut metodenya “diagnosis emosional” karena bertujuan menunjukkan trauma pada awal mula halusinasi, dan memahami perasaan yang muncul serta bagaimana pendengar mengartikannya.

Contini ingin orang-orang sadar, mendengar suara gaib takkan menghentikanmu untuk hidup sepenuh hati.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy.