Kero Kero Bonito mampir ke Indonesia

FYI.

This story is over 5 years old.

Musik

Filosofi Kero Kero Bonito Soal Berpikir Positif dan Kehebatan Funkot

Band pop keren dari Inggris, KKB, membahas apa itu berpikiran positif secara radikal, budaya Jepang, serta kegemaran mereka terhadap musik funkot.

Kero Kero Bonito memainkan gabungan J-Pop semanis sakarin, irama dancehall, dan citra-citra khas video games; semuanya dalam dosis aura positif yang sehat. Sarah Midori Perry, vokalis band yang kerap disingkat KKB ini biasanya separuh bernyanyi, separuh nge-rap tentang Flamingo makan udang agar kulitnya merah [simak lagu Flamingo yang tautannya ada di bawah], trampolin, atau asyiknya memotret—dan tiba-tiba saja dia bisa menyelipkan lirik berbahasa Jepang tanpa kita duga.

Iklan

Lirik-lirik buatan Perry sederhana, diimbuhi muatan dwibahasa, membuat musik KKB yang rancak sangat cocok menjadi musik latar kartun absurd kesukaan anak-anak; dan di waktu bersamaan, masih terasa pas menemani orang dewasa ajojing bersama kawan-kawan.

Perry, peranakan Jepang-Inggris, menghabiskan masa kecilnya di Kota Hokkaido, gemar keluyuran di pelabuhan Otaru serta makan bunga yang dipetiknya di jalan.

"Saat musim semi, tidak banyak yang bisa dilakukan anak-anak di kota itu, jadi kami lebih sering bermain di taman. Tentu saja di taman ada bunga," ujarnya. "Aku dan kawan-kawanku senang sekali makan bunga. Bukan berarti kita menelan bunga itu, tapi intinya kami mengisap sarimadu di putik bunga. Namanya juga anak-anak ya, tentu kami suka semua yang manis-manis."

Setelah mengikuti orang tuanya pindah ke Inggris, Perry bertemu Gus Lobban dan Jamie Bulled. Keduanya sedang mencari personel tambahan untuk melengkapi band mereka. Tawaran yang beredar di forum internet ekspatriat Jepang di Britania Raya itu segera disambut Perry. Kini, trio berbasis di London itu hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan berbobot yang kami ajukan.

Berikut di antaranya:

VICE: Jadi butuh makan berapa udang per hari supaya kulit kalian jadi merah jambu?
Kero Kero Bonito: [tertawa]

Kalian bosan ya dapat pertanyaan seperti itu terus menerus?
Kero Kero Bonito: Engga, engga, beneran.
Gus: Sebenarnya itu pertanyaan bagus, karena aku punya alergi.
Sarah: Ya, Gus alergi pada udang.
Gus: Lebih tepatnya semua jenis seafood.

Iklan

Jadi bukan karena Flamingo makan udang…
Gus: Ya, itu salah satu alasannya.
Sarah: Itu termasuk kok.
Gus: Salah satu inspirasi lirik itu memang karena aku engga bisa makan udang. Udang itu terlalu mewah buatku, setiap kali memakannya aku pasti langsung sakit.

Wah, engga nyangka.
Gus: Begitulah KKB. Semua bisa terjadi di band ini.

Lalu apa sih artinya Kero Kero Bonito?
Sarah: Kero-Kero itu suara kodok, semacam onomatopoeia untuk membahasakan kodok dalam bahasa Jepang.
Gus: Tapi itu cuma di Jepang ya.
Sarah: Ya intinya di Jepang kita bilangnya kero kero, sementara bonito itu jenis ikan. Tapi artinya bisa sangat lain dalam bahasa Spanyol.
Gus: Kalau dalam bahasa Portugis, Quero-Quero yang ditulis dengan Q, bukannya K, terdengar seperti jenis burung juga. Padahal artinya 'aku ingin'. Sedangkan bonito dalam bahasa Portugis artinya indah. Jadi diucapkan pun enak. Maknanya bisa berarti "Aku ingin keindahan.' Jadi ada beberapa lapis pemaknaan, namun intinya kombinasi kata ini cocok digunakan sebagai nama band karena kamu akan kesulitan menjelaskan artinya dan apa alasan menggunakannya.

kero-kero-bonito-menjelaskan-alasan-berpikir-positif-itu-punk-abis-body-image-1479454458

Sarah, sejak kapan kamu memutuskan bernyanyi dengan lirik Bahasa Jepang dan Inggris sekaligus?
Sarah: Aku tinggal di Jepang sampai berusia 13, ibuku orang Jepang, ayahku warga negara Inggris. Jadi wajar saja menurutku jika kita berbicara sepanjang waktu dwibahasa. Ada beberapa hal yang sulit diungkapkan hanya dalam satu bahasa saja. Jadi rasanya lebih nyaman seperti ini.

Iklan

Apa pandanganmu tentang budaya Barat 'mencuri' unsur budaya lain di masa sekarang? Dulu, Gwen Stefani pernah dikritik setelah mengajak gadis-gadis Jepang mengisi latar di beberapa video klipnya. Sekarang kritikan serupa diterima Scarlett Johansson karena membintangi Ghost in the Shell. Kamu merasa terganggu engga?
Sarah: Rasanya aneh ketika kamu menyinggung tentang itu. Karena menyangkut dari mana orang tuamu berasal, atau dalam kasusku, aku pernah tinggal lama di Jepang. Jadi ya, buatku persoalan semacam itu tidak bisa dipandang hitam-putih…
Gus: Menurutku isu semacam ini rumit sekaligus menarik. Kami saja sebetulnya kadang masih tidak paham apa sebetulnya musik KKB. Pada akhirnya yang kami mau adalah menghasilkan karakter musik yang otentik sekaligus modern.
Sarah: Intinya sih membahas hal ini terasa aneh. Faktanya aku ini peranakan Jepang-Inggris, artinya sulit menyebut identitasku ini otentik atau tidak. Aku bisa saja tinggal seumur hidupku di UK, tidak bisa berbahasa Jepang, dan tidak suka Pokemon dan semacamnya. Di sisi lain, kamu juga tidak perlu pernah pergi ke Jepang untuk memahami dan mengalami apa itu budaya Jepang. Kamu bisa mengalaminya dengan menonton TV, atau belanja, meniru selera baju orang Jepang… dan tidak ada yang salah dengan semua itu.
Gus: Pencurian budaya itu sekadar istilah pemanis saja. Tapi memang ada isu-isu penting saat ini penting dibahas dan semakin banyak orang menyadarinya. Kamu menyinggung Ghost in the Shell. Masalah sebenarnya yang harus kita bicarakan adalah sedikitnya aktor dari peranakan Asia-Amerika yang mendapat peran penting di film-film Hollywood dibanding aktor berkulit putih. Kesadaran semacam itu penting. Aku pikir generasi sekarang lebih peka terhadap isu-isu semacam itu dibanding generasi sebelumnya.

Iklan

Ini engga ada hubungannya dengan pertanyaan sebelumnya. Tapi intinya Rich Chigga membuat video memakai salah satu lagu KKB. Apa pendapat kalian
Gus: Tentu saja sangat senang, karena aku termasuk penggemarnya.

Kalian sudah tahu Rich Chigga sebelum dia membuat video itu?
Gus: Tentu saja! Aku sampai nonton video reaksi lagunya [Dat $tick] dan aku suka akhirnya ODB ikut jadi rapper tamu di versi remix-nya. Eh, itu Ghostface ya? Maaf ya Wu Tang. Ternyata Ghostface. ODC sudah mati kan ya.

Iya.
Gus: Ah, ya ginilah kalau masih jet lag.

Kalian mengikuti perkembangan musik Indonesia?

Gus: Tentu. Aku merasa Isyana Sarasvati membuat salah satu lagu pop terbaik satu dekade belakangan—tepatnya di lagu yang ini nih [mulai bernyanyi] 'Give me love/Give me love baby' bener lho, itu rasanya pantas disebut lagu pop terbaik dalam 10 tahun terakhir. Aku engga bercanda. Ada juga musik-musik menarik dari kancah indie, misalnya The Upstairs. Ada juga musik subkultur yang sangat menarik buatku dan Jamie, yakni funkot… musiknya sebetulnya EDM digeber kencang. Tapi aku kurang paham latar belakang lahirnya bagaimana. Kalau kamu googling lalu mendapat beberapa link, ada mix-mix yang asyik dari mereka. Beberapa video klipnya menyertakan perempuan Indonesia yang menor, lalu aku akan mikir, OK, perlu nonton terus engga ya? Untungnya musiknya keren banget. Yang seperti ini belum diketahui pendengar musik di UK.

Di sini orang-orang malah memandang genre funkot sebagai musiknya rakyat jelata. Jadi ketika kalian mempedulikannya sungguh keren.
Gus: Rasanya kok sayang sekail jika orang-orang mengabaikan genre seperti itu. Banyak sekali musik-musik keren, di satu titik, aku sebenarnya engga suka menggunakan istilah ini, awalnya adalah budaya kelas pekerja.
Jamie: Reggae, dub, punk, semuanya itu kan dulu budaya kelas pekerja.
Gus: Dan lambat laun genre-genre pinggiran ini masuk ke dalam kesadaran arus utama. Sama belaka seperti rave music, original house, northern soul, atau apapun itulah di Barat sana itu. Kalau kami menyukainya bukan cuma karena kesadaran liberal elitis sebagian orang, ya berarti musik-musik itu memang patut disimak.

Iklan
kero-kero-bonito-menjelaskan-alasan-berpikir-positif-itu-punk-abis-body-image-1479454752

Aku baca sebuah wawancara, di situ kalian membahas 'berpikir positif yang radikal'.
Gus: Maksudnya tentu saja radikal. KKB tidak 100 persen hanya tentang berusaha menjadi positif, walaupun pada saat bersamaan kami ingin satu iota pun bisa mengandung unsur positif. Saat kami membentuk KKB, tidak banyak musisi menyuarakan pesan-pesan positif atau menunjukkan bahwa berpikiran dan bersikap positif itu mungkin. Makanya kami merasa apa yang kami lakukan itu sangat radikal.
Jamie: Ada satu titik ketika kamu akan merasa sedih atau marah sebagai personel sebuah band. Ketika kamu merasa positif, kok rasanya kayak guyon, dan akhirnya kamu malah tertawa.
Gus: Satu hal lainnya yang menakutkanku adalah kenyataan pilihan estetika seorang musisi menentukan kualitas musik pop masa kini. Jadi kesannya Radiohead itu lebih adiluhung dari B-52. Tapi sejujurnya, mutu keduanya kan tidak jauh berbeda. Kalau kamu mendengarkan album debut B-52, itu kan bisa dibilang mahakarya juga, kami tidak bisa bikin musik sebagus itu. Radiohead, di sisi lain sering dianggap lebih gila, selalu bikin mahakarya. Sedangkan B-52 kerap dilecehkan sebagai pop kitsch, ketika kita membicarakan estetikanya. Padahal mereka kan pantas-pantas saja jadi legenda. Begitulah. Ada beberapa karya musik yang penting, namun dari sisi estetika tidak terlalu serius.

Jamie: Situasi yang sama juga terjadi di film.
Gus: Ada mungkin orang yang bilang suka sekali dengan album B-52, tapi mau bagaimanapun, itu album pop. Ini lebih otentik rasa budayanya dari 'budaya' yang sering dibicarakan orang-orang, sehingga rasanya memang pas untuk tidak diperlakukan terlalu serius.
Sarah: Setiap kali kami manggung, kadang-kadang muncul mosh-pits dan orang-orang menggila. Sudah seperti konser band punk.

Gus: Orang-orang mungkin sadar bisa melakukannya di konser kami, sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan genre musik lain.
Jamie: Aku dulu pernah bergabung dengan band punk. Dan beneran lho, KKB ini lebih punk dari band-bandku yang dulu. Orang-orang yang menonton konser kami juga sikapnya lebih punk dari anak punk.
Gus: Dan itu sesuatu yang otentik.
Jamie: Dan akupun sekarang jadi lebih punk daripada anak punk. [Tertawa]