Begini Rasanya Memakai Layanan Telepon Seluler di Korea Utara

FYI.

This story is over 5 years old.

Korea Utara

Begini Rasanya Memakai Layanan Telepon Seluler di Korea Utara

Akademisi asal AS membuat situs khusus, merekam pengalamannya memakai kartu SIM khusus warga asing selama tinggal di Pyongyang.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard. 

Korea Utara adalah negara paling tertutup di dunia. Sangat sulit bagi orang asing untuk memperoleh visa masuk ke negara yang sering dijuluki 'wilayah pertapa' itu, saking ketatnya pemeriksaan dan pembatasan. Turis pun sangat sulit berkunjung ke Korut, kecuali melewati rute Cina yang butuh ongkos besar. Karenanya, sangat sulit bagi media massa internasional mencari tahu bagaimana sebetulnya kehidupan warga negara totalitarian yang dipimpin diktator Kim Jong-un itu. Sampai akhirnya, sebuah situs baru memunculkan beberapa rekaman percakapan telepon dan jawaban operator seluler Korut. Situs ini dibuat oleh Will Scott, akademisi asal Amerika Serikat yang pernah mendapat undangan menjadi dosen tamu bidang komputer sains di Ibu Kota Pyongyang.

Iklan

Selama tinggal di kota terbesar Korut itu pada akhir 2015, Scott membeli SIM Card ponsel khusus orang asing. Dia berlangganan paket telepon dan data dari KoryoLink, operator seluler milik negara. Selama menggunakan jasa KoryoLink, Scott berulang kali memperoleh masalah koneksi. Dia kemudian terdorong menghubungi call center. Ternyata, call center itu bisa dibilang abal-abal. Scott tidak pernah tersambung dan dihubungi pihak berwenang KoryoLink. Pengalaman unik itu kemudian membuat dia tergerak merekam pesan-pesan itu, lalu mengunggahnya ke situs pribadinya dengan fitur interaktif.

"Maaf, nomor yang anda hubungi di luar jangkauan area," itulah rekaman pesan yang sangat lazim ditemui para ekspatriat pengguna telepon seluler di Korut. Scott berulang kali mengalaminya ketika berusaha menelepon kenalannya, orang Korut. Ternyata pemegang SIM card khusus orang asing dilarang menelepon warga asli Korut.

Ongkos langganan SIM Card dengan sistem prabayar itu cukup mahal. Kartu perdananya harus dibayar dengan pecahan Dollar AS (orang asing di Korut tidak bisa bertransaksi memakai mata uang lokal Won). Harga perdananya sebesar US$ 85 (setara Rp1,1 juta). Setelah aktif, paket itu hanya bisa dipakai menelepon ke luar negeri. Jika ingin menggunakan data Internet lewat KoryoLink, maka anda wajib membeli paket tambahan senilai US$ 128 (setara Rp1,7 juta). Harga ini, sekali lagi, di luar biaya pulsa. Pulsa untuk satu bulan, dengan akses data 50 megabyte di kanal 3G seharga US$ 12 (setara Rp160.140). Di luar persoalan harga, Scott mengaku harus mengisi formulir khusus di Kementerian Luar Negeri Korut supaya boleh menggunakan ponsel.

Iklan

Setelah agak lama tinggal di Pyongyang, serta mulai terbiasa dengan koneksi Internet di negara terisolir tersebut, Scott mulai mencatat berbagai hal unik dari layanan telepon Korut. "Saya ingin membagi pengalaman menggunakan layanan KoryoLink kepada orang luar, tanpa mereka harus berangkat ke Pyongyang," kata Scott. Banyak hal yang direkam Scott untuk situs ini. Misalnya saja kotak suara jika panggilan kita tidak terjawab. Begitu pula rekaman operator yang menyatakan kita tidak bisa menghubungi nomor tertentu dengan alasan berada di luar jangkauan.

"Lucu juga sih saat tahu KoryoLink punya nomor pengaduan pelanggan," kata Scott saat dihubungi Motherboard lewat online chat. "Saya kurang tahu, apakah ada pelanggan lain yang pernah menghubunginya. Tapi saya merekam pesan itu karena merasa ini artefak budaya yang perlu dilestarikan."

Walaupun biayanya mahal, Scott terkejut saat mengetahui koneksi Internet di Korut sangat stabil dan baik. Kejutan lainnya adalah minim sekali filter ataupun sensor. Jika anda orang asing dan menggunakan ponsel khusus di sana, rasanya tak beda dari Internet di negara-negara lain. "Bahkan akses Internet Korut rasanya lebih bebas daripada Cina," kata Scott.

"Menarik jika kita menyadari penyedia layanan seluler Korut merekam pesan ini dalam Bahasa Inggris, tapi dengan sengaja menutup semua akses bagi pelanggan menghubungi mereka."

Sejak 2016 pemerintah Korut mulai membatasi akses Internet. Salah satu sasarannya adalah situs video Youtube. Namun pemblokiran itu masih sangat sederhana. Dibading sensor informasi, rupanya Youtube diblokir karena pengguanannya menyedot banyak sekali "bandwith."

Tentu, ini semua adalah sudut pandang dari orang asing yang memperoleh akses untuk menggunakan ponsel dan paket data. Patut diingat, warga lokal dan pejabat pemerintah Korut memakai layanan ponsel yang sepenuhnya berbeda. Kabarnya, penduduk korut hanya bisa mengakses Intranet, jaringan antar komputer mirip Internet, tapi sebetulnya tidak terhubung dari dunia luar. Hal lain yang menggelitik Scott adalah klaim KoryoLink jika mereka memiliki lebih dari 3 juta pelanggan. Mereka juga selalu merekam pesan operator dalam Bahasa Inggris. Lucunya, tidak mungkin ada pelanggan yang bisa melakukan pengaduan, lantaran sama sekali tidak tersedia cara menghubungi customer service. Scott pernah mengalami gangguan dan terpaksa pergi ke kantor cabang KoryoLink di pusat kota Pyongyang untuk menemui CS.

Berikut situs milik Scott yang merekam pengalaman menggunakan telepon di Korut:

"Rasanya menarik jika kita menyadari penyedia layanan seluler Korut bersusah payah merekam pesan ini dalam Bahasa Inggris, tapi dengan sengaja menutup semua akses bagi pelanggan orang asing menghubungi mereka," kata Scott.

Begitulah. Pengalaman sederhana menggunakan telepon saja bisa menambah pengetahuan kita tentang negara paling terisolir di muka bumi.