Misi Luar Angkasa

Mungkinkah Umat Manusia Menjadikan Bulan Sebagai Koloni Baru?

Diskusi seputar “penjajahan Bulan" jadi menarik, karena tak ada negara punya hak atas Bulan. Apa yang akan terjadi kalau manusia mulai menambangnya?
Gavin Butler
Melbourne, AU
The Moon and Earth
Foto ilustrasi bulan via GoodFreePhotos

Badan Luar Angkasa India meluncurkan misi pertama ke kutub selatan bulan. Destinasi Chandrayaan-2 adalah sisi gelap bulan yang masih belum dijelajahi manusia. Tujuan misi ini adalah mencari keberadaan air di bawah permukaan bulan.

Meskipun Chandrayaan-1 menabrak kawah Shackleton di kutub selatan Bulan pada 2008, misi tersebut menemukan es di bawah permukaan bumi, sehingga membangkitkan ketertarikan global untuk penjelajahan, pertambangan, dan penghunian bulan. Awal tahun ini, Tiongkok menjadi bangsa pertama yang sukses mengirim rover ke sisi jauh bulan, sementara Amerika Serikat, Rusia, Eropa, Korea Selatan, dan Jepang turut bersaing menyerbu bulan.

Iklan

Lantas, apa sebenarnya peraturan penjelajahan bulan? Sudah 50 tahun sejak Neil Armstrong dan Buzz Aldrin mendirikan bendera AS di kawah barat bulan. Namun, apa artinya dari misi tersebut tersebut?

Siapa yang memiliki bulan? Siapa yang berhak memiliki kekayaan di dalamnya?

"Tidak ada yang berhak," kata pengacara Frans von der Dunk yang mendalami isu hukum luar angkasa. "Lebih tepatnya, Bulan itu milik semua bangsa."

Selaku guru besar Hukum Luar Angkasa di University of Nebraska-Lincoln, Frans sudah berkali-kali menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengutip Pasal II Perjanjian Luar Angkasa 1967—yang ditandatangani semua negara yang sanggup melakukan penerbangan luar angkasa—intinya melarang "penerapan kedaulatan teritorial terhadap Bulan (atau bagian apapun luar angkasa)."

Bulan tidak dapat “dijajah” secara legal, kata Frans kepada VICE, karena tindakan tersebut dilarang Perjanjian Luar Angkasa. Permukaan Bulan berada di luar jangkauan peraturan dan hukum nasional, tetapi masih jatuh di bawah hukum internasional—artinya, semua orang berhak atas kekayaan Bulan dan tidak ada satupun negara yang berhak menduduki wilayah spesifik di Bulan.

Apabila India menemukan air atau es di bawah permukaan Bulan, ia boleh mengklaimnya seketika ia menemukannya, jelas Frans. “Tetapi India tidak boleh ‘mencadangkannya’ untuk ditambang di kemudian hari.”

Badan Luar Angkasa India tidak boleh memagari lokasi tertentu yang mengandung sumber daya berharga—contohnya, wilayah kawah Shackleton—lalu melarang negara-negara lain mengaksesnya.

Iklan

Teori sebuah dunia cadangan tanpa perbatasan negara terdengar utopik. Namun, melihat persaingan negara-negara di Bumi, perjanjian ini tampak rapuh. Seperti yang ditegaskan The Monthly, “pendukung perdagangan Bulan membandingkan Bulan dengan demam emas Wild West di AS. Akan tetapi, analogi ini cukup suram mengingat kerusakan lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya.”

Namun, apakah Perjanjian Luar Angkasa sanggup menghindari perselisihan antarnegara? Menurut Frans, selama peraturan Perjanjian Luar Angkasa ditaati, kemungkinan terjadi perselisihan luar angkasa sangat kecil. Namun, ia mengaku “akan ada tekanan untuk mengubah peraturannya, atay berbagai negara kemungkinan akan mengklaim secara legal ataupun faktual jika mereka merasa “memiliki” wilayah tertentu” di Bulan.

Ia mengacu pada Tiongkok yang semakin terlibat di Laut Cina Selatan, atau proyek-proyek militer Rusia di Kutub Utara sebagai contoh “kekuasaan lunak” yang berpotensi diterapkan di Bulan.

"Nilai sesungguhnya tidak terletak pada ‘tanah,’ melainkan pada sumber daya," lanjut Frans. "Oleh karena itu, akan terjadi perselisihan tentang akses pada sumber daya—misalnya, apakah akses pertama pada situs pertambangan itu sama dengan eksklusivitas—dan peraturan-peraturan apa saja yang harus diterapkan… untuk melindungi lingkungan dan kepentingan ilmiah terkait Bulan, serta situs-situs peninggalan historik seperti jejak kaki pertama di Bulan."

Iklan

Badan Luar Angkasa Eropa dan Administrasi Luar Angkasa Tiongkok berencana mendirikan Kampung Bulan dalam sepuluh tahun ke depan. Tiongkok juga berencana membangun pangkalan Bulan sendiri, setelah NASA mengumumkan berniat mendirikan beberapa pos Bulan untuk memfasilitasi “penjelajahan, penelitian, dan penambangan air di Bulan oleh manusia", merujuk berbagai dokumen yang diperoleh Ars Technica. Apakah visi utopis hidup berdampingan di bulan bisa terus dipertahankan apabila ambisi-ambisi tersebut direalisasikan?

Ada pula risiko dari kiprah perusahaan swasta. NASA sudah memilih sembilan perusahaan AS yang mengikuti tender untuk menempatkan sembilan pesawat luar angkasa di Bulan dan mengirim kargo ke Bulan selama sepuluh tahun ke depan. Perusahaan itu termasuk Lockheed Martin dan Moon Express, sebuah perusahaan yang dimiliki sekelompok pengusaha Silicon Valley.

Dalam hal kepemilikan legal, Frans mengaku faktor ini “mempersulit skenario menjaga bulan tetap netral,” meskipun “secara legal, setiap negara masih bertanggung jawab” atas kegiatan perusahaan-perusahaan swasta. Lockheed Martin harus menaati peraturan AS jika berhasil mencapai bulan, dan AS harus menaati peraturan Perjanjian Luar Angkasa dan hukum internasional.

Karena semakin banyak negara, perusahaan, dan pengusaha memiliki kepentingan di Bulan, bagaimana tampaknya permukaan bumi di masa depan? Apakah hukum luar angkasa terkini sanggup menangani semua perubahan yang sedang terjadi?

Iklan

"Kemungkinan munculnya perselisihan terus meningkat, terutama berkaitan dengan pencarian sumber daya berharga," kata Frans. "Artinya, rezim hukum internasional harus diperkembangkan untuk mengatasi risiko ini. Misalnya, kita harus menentukan secara jelas bagaimana eksplorasi tersebut dapat berubah menjadi penjajahan ilegal, yaitu memperlakukan sebagian Bulan sebagai wilayah berdaulat."

Menurut Frans, kita manusia harus bekerjasama dan tidak bersikap rakus dan egois demi memastikan masa depan untuk satelit Bumi tersebut.

“Saya berharap kepentingan bersama menciptakan lingkungan luar angkasa yang damai dapat melampaui kepentingan egois yang mengabaikan aspek hukum internasional seputar perkara ini,” katanya.

Apabila kita melihat Bumi sebagai contoh hasil perilaku manusia selama ini, kemungkinan besar nasib Bulan akan sama belaka.

Follow Gavin di Twitter atau Instagram

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.