FYI.

This story is over 5 years old.

#10YearsChallenge versi Negara

Kami Bikin #10YearsChallenge Membandingkan Indonesia 2009 Vs 2019

Di dunia budaya pop dan teknologi beda banget, tapi kalau soal politik nyaris sami mawon hehehehe...
Tantangan #10yearschalange versi Indonesia
Ilustrasi #10yearschallenge Indonesia oleh Farraz Tandjoeng

Nostalgia itu memang enak… dan nagih. Terutama kalau masa lalu kalian lebih seru dari yang dijalani saat ini—belum ada cicilan KPR, belum ada tuntuan wisuda, belum ada tekanan kapan kawin, dan semua kebutuhan hidup disediakan orang tua tanpa perlu dicari sendiri. Ya iyalah lebih seru :P

Sejak pekan lalu, banyak pengguna media sosial yang sedang demam nostalgia. Momennya emang pas sih, satu dekade lalu banyak anak muda di Tanah Air untuk pertama kalinya mengenal Facebook atau Twitter. Walau, harus diakui, medsos 10 tahun lalu adem banget, enggak kayak sekarang.

Iklan

Banyak orang tertarik membandingkan penampilan dari masa-masa itu dengan sekarang. Makanya warganet heboh ikutan #10yearschallenge. Kebanyakan isinya membandingkan suatu kasus saat ini dan 10 tahun lalu.

Hampir semua timeline sosial media penuh dengan perbandingan diri, situasi politik, maupun keadaan alam dan lingkungan yang sudah jauh berubah dalam jangka 10 tahun terakhir. Tren seru-seruan ini ternyata bermasalah. Belakangan muncul kritikan bahwa tren ini secara halus 'memaksa' banyak orang sukarela menyerahkan privasi pada pengembang teknologi pengenalan wajah.

Oke deh. Kalau memang tren mengunggah perbandingan wajah kita 10 tahun lalu problematis, dan berpotensi menguntungkan perusahaan aplikasi tertentu, bagaimana kalau konsepnya diubah? Ada baiknya yang dibandingkan bukan manusia sekalian, tapi kondisi bangsa Indonesia (ashiaaap!).

VICE merangkum beberapa hal yang mungkin luput dari perbandingan #10yearschallenge warganet di sosial media, terutama soal kondisi budaya populer, politik, hingga teknologi. Hasilnya, jelas banyak yang berubah. Tapi kalau soal politik, hmm, nanti dulu.

Berikut rangkumannya:

TWITTER DAN FACEBOOK

1548064876884-Screen-Shot-2019-01-21-at-170058

2009? Urusan tingkah laku manusia di sosial media kayaknya wajar banget kalau banyak orang terjebak nostalgia media sosial sepuluh tahun lalu. Saat itu media sosial yang ramai baru Facebook, dan isi Twitter kebanyakan masih seputar orang ngeluh pulang kantor kemalaman atau orang ngeluh soal ujian mata kuliah yang nggak lulus-lulus.

Iklan

Kaum alay Twitter palingan yah PDKT di timeline biar kelihatan bisa ngobrol balas-balasan sama gebetan, atau nih separah-parahnya alay itu balas twit orang bukan pakai tombol ‘reply, tapi pakai pakai tombol ‘retweet’ biar ada tanga ‘RT’-nya yang berarti menunjukkan status sosialmu nge-tweet pakai UberTwitter di BlackBerry satu dekade lalu.

Hal yang paling menyenangkan dari Twitter dan Facebook masa itu adalah belum ada yang namanya pasukan cyber politik yang berniat memecah belah manusia. Pada masa itu, bahkan beberapa selebriti dunia dengan pengikut Twitter super banyak baru saja memulai petualangan mereka di dunia 140 karakter itu (iya kangen nggak sih 140 karakter?). Oprah Winfrey dan Neil Patrick Harris, misalnya, adalah pesohor yang baru pertama kali nge-twit di tahun itu! Sebelum dunia penuh dengan buzzer politik, media sosial 2009 tuh indah banget bukan?

Gimana dengan 2019?

Boring. Tiap buka timeline ada aja orang yang lagi ngetawain hoaks yang beda-beda tiap jamnya. Belum lagi tiap buka thread ada aja akun-akun bot yang dikendalikan buzzer politik lagi saling serang satu sama lain. Kagak bosan apa kalian dari dulu ngatain orang PKI tapi kagak muncul-puncul? Apa nggak capek berantem sama hal yang nggak ada? Buzzer politik atau kampanye politik lewat media sosial dimulai pada 2012. Saat itu Joko Widodo sedang naik daun dan hendak melaju kampanye ke kontestasi politik DKI Jakarta.

Iklan

Bahkan nih, ada artikel di Kompas.com dari 2012 yang menyatakan di Indonesia Twitter belum efektif untuk kampanye politik. HAHAHA tujuh tahun kemudian bukannya efektif lagi, Twitter isinya bikin pengen ngasih azab!

PELEMAHAN KPK: MASIH SAMA

Jika harus memilih satu pekerjaan paling berbahaya di Indonesia, bisa jadi itu adalah bekerja untuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Dipercaya menjadi orang yang menangani korupsi orang-orang berduit dan berkuasa tentunya enggak gampang.

Sepuluh tahun lalu KPK menghadapi serangan dari salah satu lembaga paling berkuasa di negeri ini, Kepolisian. Julukan 'Cicak vs Buaya', untuk menggambarkan konflik dua lembaga penegak hukum itu, berasal dari perkataan Susno Duadji dalam wawancara dengan Majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2009.

Intinya, Susno menyebut KPK melawan (dan berupaya mengusut potensi korupsi) di tubuh POLRI sebagai tindakan bodoh. Istilah tersebut pun viral di media sosial.

1548068555240-Screen-Shot-2019-01-21-at-180214

Berselang 10 tahun nyatanya tak bikin upaya KPK memberantas korupsi makin mulus. Berulang kali Ketua, Wakil Ketua, atau para penyidik KPK mendapatkan ancaman secara fisik.

Baru beberapa hari menginjak 2019, rumah Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif dilempar bom molotov dua kali. Itu belum termasuk kasus Novel Baswedan yang pada 2017 disiram air keras oleh orang tak dikenal, tapi pelakunya tak kunjung bisa 'diungkap' polisi. Ckckckck…

PESAN BERANTAI SMS Vs WhatsApp

Template SMS berantai yang populer pada 2009:

"Bacalah doa ini sebagai bentuk pertaubatan. Doa ini sangat kuat, sebarkan sebanyak mungkin doa ini dalam waktu kurang dari 20 menit. Jangan putus di kamu. Karena, percaya atau tidak, keberuntungan akan datang dalam waktu dua hari. Kalau kamu tidak mau meneruskan pesan ini, kamu akan mendapat kesialan dalam dua hari ini. Percayalah! 97 persen orang yang menerima pesan ini akan mengabaikannya. Jadilah 3 persen orang beruntung yang mau menyebarkan pesan ini."

Iklan

Template Whatsapp Populer pada 2019:

"Ada 7 KONTAINER di Tanjung Priok yang isinya kemungkinan surat suara berasal dari Cina. Surat itu sudah dicoblos no 1 Jokowi Ma’ruf. Satu buah kontainer berisi 10 juta surat suara jumblah (beneran pakai B) 7 buah kontainer berisi 70 juta surat suara."

Tanpa perlu pakai aba-aba “sebarkan!”, orang-orang akan refleks nyebarin di grupnya masing-masing. Surem.

KAMPANYE CAPRES SOAL: "UTANG… UTANG… UTANG!"

Pola kampanye calon presiden ternyata enggak jauh beda sepuluh tahun lalu.

Pada 2009, ada empat dari tujuh seri iklan televisi pasangan Megawati-Prabowo yang ditolak penayangannya oleh sejumlah stasiun TV nasional. Salah satu materi kampanye untuk TV itu berjudul “Bangkrut”.

Mari kita simak, adakah kemiripan narasi iklan kampanye Megawati-Prabowo saat mengkritik SBY, dibandingkan narasi kampanye yang diusung Prabowo sekarang saat menyerang pemerintahan Megawati… eh Jokowi. :P

“… Di bawah pemerintahan ini, Indonesia makin tenggelam dalam lautan utang. Sejak 2004 utang luar negeri terus meningkat. Kini 7 juta rupiah untuk setiap orang Indonesia menanggung utang. Tanggal 10 Maret lalu, Presiden mengatakan, pemerintah bangkrut…”

Memasuki 2019, Prabowo sepertinya masih belum move on dari narasi kampanye 2009-nya bersama Megawati.

Simak saja sendiri:

ACARA TV

2009, sepuluh tahun lalu acara TV yang memuat tangga lagu plus menampilkan video klip ramai lagi. Inspirasinya dari acara Total Live Request di MTV Amerika, kemudian acara sejenis menjamur ke Indonesia. Acara macam itu sekarang kita kenal sebagai: Dahsyat, Inbox, dan DeRings.

Acaranya biasanya menghadirkan para penonton bayaran yang kemudian menjadi cikal bakal “alay” saking hebohnya gaya dan tingkah laku mereka pas joged mengiringi musisi yang lagi tampil.

Iklan

2019, bedanya dengan 2019… hampir semuanya diisi dengan azab, karma, balasan, dan celaka. Dengan judul dan cerita heboh di luar nalar.

Menghibur? Enak sih buat diketawain.

CAPRESNYA AGAK BEDA, TAPI AKTOR UTAMA MASIH SAMA

Pada pemilihan presiden 2009 ada tiga pasangan yang maju ke pemilihan umum. Ada Jussuf Kalla yang menggandeng Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan Boediono, dan Megawati Sokarnoputri yang maju bersama Prabowo Subianto, dan akhirnya kalah.

Dua kali kalah di pemilu membuat hubungan Megawati-SBY tak bisa lagi akur. Nah Mega kini terancam tak bisa akur pula sama Prabowo, yang dulu bersama bergandengan untuk memenangkan pemilu 2009. Artinya, duet yang dulu mesra kini bertanggung jawab memicu olarisasi masyarakat Indonesia.

Memasuki 2019, tak ada lagi kenangan manis #MEGA-PRO. Prabowo menggandeng pengusaha Sandiaga Uno. Sandi, panggilan akrabnya, baru nyemplung ke dunia politik pada Pilkada Jakarta 2017 dan belum setahun menjabat langsung mendaftar menjadi wakil presiden. Pasangan yang ajaib.