FYI.

This story is over 5 years old.

Kenapa Gigitan Es Krim Pertama Selalu Lebih Lezat Dari Gigitan Terakhir

Ternyata ini ada hubungannya dengan fenomena “rasa kenyang sensoris spesifik.”

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic

Saya baru saja menyantap es krim rasa Oreo dari toko. Biarpun membeli satu kotak, saya menantang diri untuk hanya mengambil tiga sendok besar. Setelah membaca buku terbaru Rachel Herz berjudul Why You Eat What You Eat, saya yakin ini bukanlah niat yang tidak mungkin terlaksana.

Herz adalah seorang neuroscientist yang mengajar di Brown University dan Boston College. Buku-bukunya penuh dengan fakta-fakta menarik, misalnya saja tentang muasal kata "salary". Ia berpendapata bahwa Kata “salary” datang dari era Roma kuno, ketika pemerintah Roma membayar tentara menggunakan garam. Dan tentunya masih banyak lagi.

Iklan

Salah satu pertanyaan paling menarik yang dia jawab adalah kenapa kita selalu mengikuti nafsu makan kita. Biarpun akses ke makanan di negara berkembang dan maju kini semakin mudah, kita malah sepertinya semakin lapar. Saya berbicara dengan Herz tentang cara memahami rasa nafsu makan agar kita bisa akhirnya bisa merasa puas.

Dalam bukumu, kamu menekankan bahwa makanan yang manusia dambakan, secara biologos, adalah yang kita butuhkan untuk berevolusi: lemak, gula, garam. Bagaimana otak kita memproses hal ini?
Otak kita sangat mengandalkan gula karena bahan bakar otak adalah glukosa, dan faktanya, otak manusia menggunakan 20 persen dari kalori yang kita konsumsi sehari-hari sebagai energi fungsi vital otak. Bahkan mengkonsumsi gula sebelum kita melakukan tugas yang rumit, seperti menjalani ujian, bisa membantu kita tampil lebih baik. Gula sesungguhnya bisa membantu meningkatkan fungsi kognitif.

Di luar otak, kita membutuhkan makanan-makanan ini untuk bertahan. Rasa manis normalnya adalah pertanda karbohidrat, sumber kalori yang paling mudah didapat. Garam merupakan sumber protein, dan tubuh kita butuh protein, jadi makanan bergaram biasanya menimbulkan gairah. Dan garam juga membantu saraf dan otot tubuh berfungsi dengan benar dan mengatur tingkat keseimbangan cairan tubuh. Kalau kita tidak mengkonsumsi cukup garam, kita akan mati. Kita juga membutuhkan lemak untuk banyak fungsi fisiologis. Mengkonsumsi makanan berlemak sangat penting, apabila lemaknya datang dari sumber yang baik. Lemak memiliki lebih banyak kalori dan lebih memuaskan nafsu makan dibanding makronutrisi lain. Misalnya, yogurt berlemak lebih mengenyangkan dibanding yang non-fat karena lemak menghilangkan rasa lapar. Jadi untuk menghilangkan nafsu makan, perlu untuk mengkonsumsi lemak.

Iklan

Oke, jadi manusia memang membutuhkan semua zat tersebut, tapi mungkin juga kan—terutama dalam masyarakat yang semuanya sekarang serba gampang—kitanya lebay? Banyak orang yang nafsu makannya melebihi orang lain. Kenapa ya bisa begini?
Beberapa orang memang memiliki nafsu untuk jenis makanan tertentu dibanding orang lain. Mereka yang memiliki gigi manis secara genetik akan memilih makanan manis. Mengkonsumsi makanan yang kamu suka juga akan menghasilkan efek positif—seperti memberikan mood yang baik. Sensasi ngidam ini juga datang dari masa lalu—misalnya, semakin sering kita dulu makan makanan bergaram, semakin kita ngidam garam. Apa yang kita suka tergantung oleh pengalaman kita sebelumnya.

Tapi ini juga kasus di mana semua orang bisa kalah dengan nafsu terutama ketika sedang stres, kesepian, merasa teralienasi, kecewa, bosan dan banyak kondisi emosiona llainnya. Entah kamu lelaki, perempuan, secara psikologis memang doyan ngemil atau enggak, kita semua bisa berada dalam situasi di mana kita ngidam makanan apabila situasi sedang mendorong kita ke arah tersebut.

Kenapa gigitan pertama makanan yang lezat, seperti es krim, selalu terasa lebih enak daripada yang terakhir?
Ini ada hubungannya dengan “rasa kenyang sensoris spesifik.” Ketika kita menggigit es krim untuk pertama kalinya, rasanya baru. Kayak, “Wah gue bisa ngerasain semua, gue bisa nyium aromanya.” Tapi ketika kita terus mengkonsumsi makanan tersebut, dengan fitur sensori yang sama, kita akan dengan cepat beradaptasi dan sensasinya tidak lagi sama. Dan ini akan terasa jauh sebelum kita benar-benar kenyang secara fisik. Jadi, sebelum perut kita mengatakan, “Oke, udah cukup ah,” secara mental kita sudah menginginkan sesuatu yang baru. Inilah mengapa acara makan besar, dengan banyak variasi menu, menjadi masalah: Ketika kita memiliki lebih banyak pilihan, kita makan lebih banyak.

Iklan

Nah ini juga bisa diubah menjadi strategi diet. Kalai kamu memakan makanan favoritmu—misalnya, pizza pepperoni—di pagi, siang, dan malam, pasti jumlah pizza yang kamu makan akan mulai turun, yang artinya, konsumsi kalori juga akan jatuh. Setelah beberapa saat, pizza akan terasa monoton, membosankan, dan tidak enak dimakan. Jadi kalau kamu hanya memakan satu jenis makanan, pasti berat badan akan mulai turun. Saya tidak mengatakan ini cara yang sehat untuk menurunkan berat badan, tapi kamu bisa gunakan versi makanan yang lebih sehat, seperti salmon, kentang panggang, dan kacang hijau. Tanpa variasi, kamu akan makan lebih sedikit.

Salah satu penemuan ajaib yang kamu sebutkan dalam buku adalah dengan membayangkan melahap makanan yang sedang diidamkan, sehingga rasa “lelah secara mental” muncul, membuatmu kehilangan selera. Jadi dengan cara membayangkan diri saya memakan chicken wing 20 kali, saya akan makan chicken wing lebih sedikit nantinya?
Iya, dan bagusnya taktik imaginasi ini adalah ketika kamu benar-benar sedang melahap pizza, chicken wing, atau apapun lah itu, rasanya tidak akan berubah—beda dengan ketika kamu memang memakan makanan yang sama terus-menerus. Tapi masalahnya siapa juga yang mau duduk di depan makanan dan mengatakan, “Oke, daripada makan satu loyang pizza, gue akan menghabiskan 15 menit ke depan ngebayangin makan pizza.” Tidak banyak orang punya disiplin pribadi seperti ini—terutama setiap hari.

Iklan

Masalah lain dari ngidam adalah dibutuhkannya energi mental yang besar untuk bisa keluar dari nafsu ini. Tekad membutuhkan energi otak yang besar, dan otak membutuhkan glukosa. Jadi menerapkan strategi imajinasi ini benar-benar akan menghabiskan banyak energi yang sebetulnya kamu butuhkan untuk bekerja, misalnya. Kalau saya sedang melakukan proyek yang kompleks, dan sedang ngidam, setelah melakukan latihan imaginasi ini, saya mungkin tidak akan bisa meneruskan proyek.

Kamu menulis bahwa “Perusahaan farmasi sedang bekerja keras untuk menciptakan obat yang bisa menghapus rasa enak jelly dan membuat kubis terasa seperti permen, agar orang termotivasi memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat.” Bagaimana penelitian macam ini bisa mempengaruhi pengalaman kita merasakan makanan?
Misalnya, obat bisa dikembangkan untuk memblok rasa manis, asin dalam reseptor mulut. Cara lain adalah dengan mengulik neuron dalam korteks indra perasa di otak agar masakan favorit kita terasa lebih tidak enak [misalnya, makanan manis akan terasa pahit]. Cara lainnya adalah dengan menggunakan metode farmasi mirip digunakan untuk membuat pengguna narkoba tidak ingin lagi mengkonsumsi substansi favorit: mematikan titik kenikmatan dalam otak ketika kita sedang mengkonsumsi rasa-rasa yang enak.

Masalahnya obat seperti ini tidak hanya akan memblok rasa sedap makanan, tapi juga hal-hal lain. Ini adalah tugas perusahaan farmasi untuk mencari tahu apakah solusi seperti ini mungkin dilakukan dengan manusia, tanpa menginterferensi proses-proses lainnya. Satu hal untuk menguji eksperimen dengan tikus dan melihat efek fisiologinya, tapi tentunya akan jauh lebih rumit untuk melakukan ini dengan manusia.

Apa pesan yang kamu ingin sampaikan lewat bukumu?
Saya merasa pesan dari bukunya adalah agar kita mengalami rasa nikmat yang nyata dari makan dengan cara meningkatkan kesadaran tentang apa yang kita makan dan alasannya. Ini banyak berhubungan dengan kesadaran tentang tubuh, pikiran, dan lingkungan. Kamu harus banyak menanyakan pertanyaan seperti, “Eh apa gue lagi dimanipulasi oleh sesuatu?” Atau, “Apakah gue makan biskuit organik karena gue merasa mereka gak akan bikin gemuk atau hanya karena kemasannya bertuluskan ‘organik’?” Ketika gue memasukkan keripik kentang ke dalam mulut, “Apakah ini sebetulnya enak rasanya, atau enggak?” “Apakah gue makan lebih banyak dari biasanya karena sedang bersosialisasi dengan teman?” Intinya, perhatikanlah kebiasaan makanmu sehingga kamu mengerti kapan badan dan pikiranmu mengatakan, “Iya, ini nikmat nih” dan ketika mereka mengatakan “wah enggak oke nih,” dan artinya.

Saya cinta makanan dan saya ingin orang menikmati makanan semaksimal mungkin, tidak peduli seperti apa keadaan mereka. Contohnya adalah menyadari bahwa kamu bisa mendapat lebih banyak kenikmatan dari beberapa sendok es krim daripada menghabiskan setengah kotak. Kalau kamu memusatkan perhatian ke cita rasa yang kamu inginkan: misalnya karamel, coklat, almond yang renyah dan creamy, kamu akan mendapatkan lebih banyak dari momen tersebut. Kamu akan sanggup mengatakan, “Wah, tadi enak banget, dan gue udah gak butuh makan lebih banyak lagi.”