FYI.

This story is over 5 years old.

Film

‘Margaret’ Adalah Film Mahakarya Tentang Pencarian Jati Diri yang Harus Kamu Tonton

“Margaret” adalah cerita mengagumkan tentang trauma pencarian jati diri seorang perempuan, dan layak disandingkan dengan “Lady Bird”
Foto milik Fox Searchlight Pictures

Selamat datang di kolom “Reel Women,” sebuah kolom baru yang mengangkat perempuan penting dalam dunia sinema, dari karakter di dalam layar hingga sutradara di belakang panggung.


Artikel ini pertama kali tayang di Broadly

Ada beberapa peristiwa pengubah hidup yang biasa muncul dalam tipikal film drama pencarian jati diri remaja—kehilangan keperjakaan/keperawanan (atau mencoba untuk itu), gejolak dalam hubungan keluarga, atau hal-hal sepele yang pada saat itu terasa sangat penting, seperti mendapatkan teman kencan ke prom night. Tapi dalam film bikinan Kenneth Lonergan, Margaret (2011), sebuah kecelakaan bus traumatik-lah yang menjadi katalis dari serangkaian peristiwa.

Iklan

Margaret penuh dengan nama-nama besar Hollywood seperti Anna Paquin, Matt Damon, Matthew Broderick, Mark Ruffalo, Kieran Culkin, Allison Janney, dan Jean Reno, dan didaulat sebagai mahakarya oleh penulis The New Yorker, Richard Brody. Tapi ketika film ini baru dirilis, reaksinya tergolong sepi. Awalnya direkam pada 2005, Margaret melalui proses penyuntingan yang melelahkan akibat pertentangan antara sutradara, produser, dan pihak studio sebelum akhirnya ditayangkan sesaat di sinema pada 2011. Tertutupi oleh waktu dan skandal di perilisannya, kini Margaret membuktikan tajinya sebagai film pencarian jati diri luar biasa yang layak dipuji seperti halnya Lady Bird.

Margaret adalah salah satu film coming-of-age terbaik dan salah satu film New York terbaik, juga salah satu yang terbaik dalam abad ini. Film ini mengandung elemen tipikal drama pencarian jati diri, tapi menggulingkan karakterisasi dan plot yang mudah ditebak. Margaret sangat menyentuh karena ia menampilkan karakter seorang remaja dalam krisis yang realistis.

Anna Paquin memainkan Lisa Cohen yang berumur 17 tahun (“Margaret itu bukan namanya, tapi merujuk ke sebuah puisi karya Gerard Manley-Hopkins yang secara tematik sesuai dengan film), yang memiliki semua masalah tipikal remaja—namun dia melalui sesuatu yang kebanyakan remaja tidak harus lalui. Satu siang, ketika sedang berbelanja topi koboi yang hendak digunakan dalam perjalanan dengan ayahnya, dia melihat seorang supir bis (Mark Ruffalo) mengenakan topi koboi yang dia sukai, dan mencoba menarik perhatiannya dengan cara menggoda. Ruffalo, teralihkan oleh upaya genit LIsa, akhirnya menerobos lampu merah dan menabrak—dan membunuh—seorang pejalan kaki (Allison Janney).

Iklan

Berdurasi 186 menit, Margaret memintamu menghabiskan tiga jam menonton sosok seorang remaja perempuan yang egois, sulit, dan penuh stres selagi dia mencoba mengerti dunianya. Mewarnai konteks film ini adalah trauma 9/11 New York. Film ini menceritakan waktu beberapa tahun setelah serangan teroris tersebut dan biarpun ini bukan elemen utama dari plot Margaret, mengetahui konteks ini akan menambahkan rasa apresiasi terhadap dunia kompleks Lisa Cohen. Dalam sebuah adegan yang menunjukkan akting luar biasa Paquin, dia melontarkan ujaran Islamofobik tentang isu tersebut ketika sedang dirudung kemarahan. Biarpun tragedi nasional AS tersebut mempengaruhi cara Lisa menginterpretasikan kejadian hidupnya sendiri, sudah pasti dia lebih merasakan dampak dari kecelakaan bis tersebut dibanding peristiwa 9/11.

Margaret juga sempat menyentuh titik-titik tipikal drama coming-of-age, termasuk ketika tokoh protagonis berhubungan seks untuk pertama kali. Setelah menolak seorang teman lelaki sekelas yang malu-malu (John Gallagher, Jr.), Lisa menghubungi seorang cowok lain bernama Paul (Kieran Culkin memainkan semacam karakter cowok nakal yang ternyata sesungguhnya tidak berpengalaman juga). Dalam percakapan telepon yang sangat lempeng, Lisa bertanya ke Paul, “Mau ketemu gak dimana gitu dan ambil keperawanan gue?” Paul menyetujui.

Di akhir film, Lisa mengklaim telah berhubungan seks dengan beberapa lelaki, termasuk guru matematikanya, Mr. Aaron (Matt Damon). Kita juga menemukan nantinya, bahwa dia melakukan aborsi dan ayah dari bayinya tidak pernah dibeberkan dengan jelas, biarpun kita hanya ditunjukkan karakter Paul dan Aaron. Lisa terlihat tidak pernah nyangkut dengan lelaki manapun, dan nantinya kita menyadari bahwa sikap “tidak pikir panjang” ini jugalah yang mendorongnya untuk menggoda supir bis, dan secara tidak langsung menyebabkan kematian seseorang.

Lonergan secara lihai menunjukkan drama dan intrik dari kehidupan di umur Lisa. Biarpun kecelakaan bis itu memang sudah dramatis, Lisa mengambil satu langkah lebih jauh dengan cara menempatkan dirinya di tengah semua itu, mencoba menghubungi teman si perempuan yang meninggal, Emily (Jeannie Berlin) dan mencari keadilan melawan si supir bis (yang ternyata pernah menyebabkan kecelakaan lainnya). Lisa berbicara dengan polisi, pengacara, dan bahkan melacak si supir bis ke rumahnya.

Perjalanan Lisa mengejar keadilan datang dengan intensi baik, tapi terlalu berpusat pada diri sendiri dan menyebabkan pencarian kebenaran yang sempit di mana dia menerapkan signifikansi yang tidak perlu ke berbagai kejadian, seperti misalnya fakta bahwa anak perempuan si korban—yang juga mati—juga bernama Lisa.

Di tengah semua ini, kita menyaksikan upaya Lisa untuk menemukan makna dalam hidupnya yang mungkin tidak bermakna. Nilai sekolahnya anjlok dan hubungannya dengan Ibunya juga berantakan. Lisa memiliki intensi yang baik, tapi kurang hati-hati dan meledak-ledak ketika situasi sedang sulit. “Kami bukanlah karakter pendukung dalam kisah hidupmu sendiri!” teriak Emily ke Lisa dalam sebuah momen cek realitas. Dia juga menantang persepsi Lisa tentang dirinya sendiri, mengatakan bahwa dia lebih mudah peduli terhadap barang dibanding orang lain.

Margaret kadang sangat sulit ditonton, bukan karena durasinya yang panjang, tapi karena karakter Lisa sangat mengingatkan kita akan diri kita sendiri di masa lalu—yang merasakan semua perasaan terlalu intens sebelum akhirnya terbangun dalam realita. Margaret juga merupakan sebuah potret dari masa muda penuh trauma yang membuat kita bertanya tentang kedewasaan kita sekarang.