Josua Hutagalung asal Tapanuli Tengah Viral Karena Jual Meteorit yang jatuh dekat rumahnya
Josua Hutagalung saat berada di teras rumahnya. Semua foto oleh Tonggo Simangunsong 
Kehidupan

Pengakuan Josua Si Penjual Meteorit, Tentang Sisi Kelam Dikabarkan Tajir Mendadak

Josua Hutagalung diberitakan kaya raya usai menjual meteorit yang jatuh di samping rumahnya. Tapi dia malah ketakutan dan stres. Berikut curhatannya pada kontributor VICE.

Setelah pada sore 1 Agustus lalu sebuah meteorit menghantam kanopi rumahnya, Josua Hutagalung menjadi seleb dadakan Indonesia. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai pembuat peti mati di pelosok Sumatra Utara ini ramai diberitakan media sukses menjual bongkahan meteorit itu ke kolektor dengan mahar Rp200 juta. Kabar ini makin viral, setelah si pembeli tadi menjual batu langit tadi ke kolektor lain di Amerika Serikat, dengan banderol konon mencapai Rp25 miliar.

Iklan

Semua berita itu membuat Josua pusing bukan kepalang. Lelaki 34 tahun ini berusaha keras menghilang dari sorotan publik. Dia menolak didatangi orang tak dikenal. Beberapa wartawan yang datang ke rumahnya tanpa menghubungi lebih dulu, terpaksa pulang dengan tangan hampa.

Ketika VICE tiba di rumahnya, Josua sempat tidak terlihat. Seorang perempuan paruh baya, yang kemudian mengaku sebagai bibi Josua, mengatakan keponakannya itu sedang bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit dan akan pulang pada siang hari.

“Dia pergi bekerja jam lima pagi dan biasanya pulang jam dua siang,” katanya.

Untunglah VICE datang setelah kabar dia tajir tak lagi jadi gunjingan pengguna media sosial, sehingga Josua bersedia membuka diri sepulang kerja. Itupun penuh wanti-wanti, agar topik uang hasil penjualan meteorit tidak banyak disinggung.

Penampilan Josua sedikit berbeda dari yang sudah sering kelihatan di media. Dia memangkas rambutnya sampai botak. Sembari menyapa VICE, dia mengambil minuman dingin dari dalam rumahnya. 

“Tak usah lagilah bicarakan soal [penjualan meteorit]. Itu sudah closed. Kita ngobrol-ngobrol biasa saja,” katanya dalam bahasa Batak berlogat Tapanuli Tengah. Ketika ditanya lantas mau ngobrol apa, Josua tertawa kecil. “Ngobrol tentang kehidupan ini, apa saja,” katanya, seraya mengisap rokok.

Dia khawatir perkara uang penjualan meteorit mengundang orang berniat jahat, misalnya menculik anaknya lantas meminta tebusan.

Iklan

“Aku takut anakku nanti diculik, karena mereka beranggapan aku sudah kaya, dan mereka akan meminta tebusan. Tapi bisa lihat langsung seperti apa [rumanku], biasa-biasa saja. Masih seperti dulu, tidak ada yang berbeda,” ujarnya pada VICE. Setelah insiden jatuhnya meteorit itu, rumah Josua tetap nampak bersahaja, seperti sebelum sosoknya viral.

Bahkan kalau benar uang yang dia dapat sebanyak pemberitaan media, Josua mengaku sudah pasti buru-buru mengamankan diri. “Jika memang itu [uangnya] ada, aku akan merekrut sedikitnya lima satpam.”

Dia pernah membuat tiga wartawan dari Jepang pulang sia-sia tanpa mendapatkan komentar apa pun darinya. Dia lalu menunjukkan banyaknya permintaan wawancara yang masuk melalui messenger di Facebook-nya. “Sudah ada dua puluhan media yang saya tolak untuk wawancara,” katanya seraya menunjukkan pesan itu.

Namun, di tengah basa-basi kami, dia akhirnya tetap mengklarifikasi pemberitaan yang begitu ramai. Kejadian pukul lima sore empat bulan lalu itu akan terus membekas di ingatan Josua. Bongkahan meteorit itu jatuh hanya sekitar 10 cm dari samping rumahnya. Batu itu menembus atap kanopi rumah yang terbuat dari seng, lantas tertanam hingga sedalam 15 cm. 

Menjadi saksi jatuhnya meteorit, apalagi di rumahmu sendiri, tidak pernah terlintas di benak penduduk Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah seperti Josua. Dia saat kejadian sedang berada di halaman belakang, hanya merasakan getaran dan suara berisik saja. Setiba di samping rumah, Josua mendapati sebongkah batu hitam. Batu itu masih hangat ketika diambil dari tanah.

Iklan
Josua Hutagalung - meteorite - photo (8) (1).jpg

Di lokasi inilah meteorit tersebut jatuh. Foto oleh Tonggo Simangunsong

Insting Josua mendorongnya merekam peristiwa penemuan batu itu dan mengunggah video tersebut ke Facebook. Unggahan di media sosial itu pun viral. Sejumlah media lokal datang mewawancarainya, sekaligus melihat langsung batu meteorit itu. Tidak hanya media, ketika itu Josua juga begitu terbuka menerima wawancara Youtuber lokal.

Sepekan setelah video itu ramai dibahas, warga Amerika Serikat bernama Jared Collins, yang tinggal di Bali, menghubungi Josua. Collins menawarkan harga pantas, yang membuat Josua bersedia melepaskan batu langit tersebut. 

Melalui juru bicaranya yang berada di Jakarta, Jared Collins mengaku sejak awal hanya menjadi perantara. Orang yang berniat membeli batu ialah Jay Piatek, kolektor batu meteorit ternama dari Amerika Serikat. Setelah berkomunikasi dengan koleganya, dan nego harga tuntas, Collins terbang ke rumah Josua di Dusun Sutahan Barat, Kolang.

“Jared Collins kemudian berangkat ke Sumatera Utara, bertemu dengan Joshua Hutagalung untuk melihat keaslian meteorit tersebut dan melindungi meteorit tersebut untuk pengiriman yang aman kepada koleganya,” kata juru bicara Collins, Shanti Shukowati, saat dihubungi VICE November lalu.

Batu temuan Josua telah dipastikan keasilannya, dan tercatat dalam daftar di situs the Meteoritical Society sebagai meteorit “Kolang”, yang dinamai sesuai lokasi jatuhnya.

Iklan

Gonjang-ganjing harga meteorit dari Kolang ini bermula setelah tabloid sensasional asal Inggris, The Sun, memberitakan harga meteorit setiba di kolektor mencapai Rp25 miliar, nilai yang fantantis untuk bongkahan batu seberat 1.839 gram.

Meteorit memang benda langit yang langka dan bermanfaat bagi kajian sains tentang cara kerja alam semesta. Namun, bahkan di komunitas kolektor sendiri, harga semahal ini tak pernah terdengar sebelumnya. Dari mana the Sun dan media-media sensasional lain mendapat kabar soal harganya?

Collins membantah pemberitaan soal harga yang beredar di media. Baik dia maupun Josua, tetap menolak merinci berapa harga yang harus ditebus untuk batu meteorit itu. Setidaknya Collins memastikan, angka Rp25 miliar adalah omong kosong.

“Tentang perkiraan nilai pembelian batu meteorit tersebut, atau ganti rugi yang diberikan atas batu tersebut, dapat dipastikan bahwa angka yang disebutkan sama sekali tidak benar dan tidak tepat,” kata Collins melalui juru bicaranya.

Menurut Collins, nilai transaksi adalah kerahasiaan kedua belah pihak, baik dengan Josua Hutagalung maupun kolektor asal Amerika yang membeli meteorit asal Kolang tersebut. Nominal yang dibayar ke Josua yang jelas tidak sampai Rp200 juta atau bahkan Rp25 miliar. 

Iklan

“Saat ini tidak ada meteorit dengan nilai seperti itu, dan tentunya tidak ada kolektor yang akan membayar harga tersebut,” tandasnya.

Josua menduga media-media yang menulis harga penjualan meteorit itu berspekulasi sediri. Angka Rp25 miliar muncul, kemungkinan setelah penulis di tabloid Inggris melihat harga per gram di situs lelang eBay. 

“Media itu melihat harga batu meteorit di eBay, mengalikannya dengan berat batu meteor saya seberat 1.839 gram, lalu mereka bilang Rp25 miliar. Padahal kalau harga batu saya [dibayar] sebesar itu, mungkin saya akan membangun [properti] ‘kolang square’ di sini,” kata Josua.

Laurence Garvie, pakar meteorit dari Arizona State University, yang meneliti keaslian batu langit dari Kolang, menyatakan meteorit tersebut hanya pecahan dari benda yang lebih besar setelah membentur atmosfer. Benda yang jatuh di dekat rumah Josua tadi, kata Garvie, mengandung besi, kalsium, magnesium, alumunium, serta oksigen. Seperti lazimnya serpihan meteorit lain. Jika harus memberi harga, saat ditanya BBC, Garvie memberi taksiran US$2 (setara Rp28 ribu) saja.

Josua Hutagalung - meteorite - photo (2).JPG

Josua Hutagalung sedang mengecat tembok rumahnya. Foto oleh Tonggo Simangunsong

Sayangnya, efek negatif kadung terasa gara-gara pemberitaan berlebihan. Beberapa kenalan enggan percaya begitu saja ketika Josua mengaku tidak kaya raya berkat menjual batu meteorit. Ada teman yang sampai berceloteh, “untuk apa lagi kau bekerja, kau kan punya uang dari batu”.

Iklan

Josua sampai harus bersumpah dia masih seperti dulu dan harus bekerja menggarap peti mati agar bisa menghidupi keluarganya. 

Josua sampai stress dan pusing menghadapi asumsi publik. Dia juga mengaku takut orang-orang menganggap dia berbohong, atau mengganggap dia bodoh karena ditipu soal harga meteoritnya

Setelah semua pemberitaan yang simpang siur itu, Collins sempat menghubungi Josua. “Bagaimana kabar di Sumatera Utara, baik-baik saja, kan?” kata Josua menirukan ucapan Collins. 

Belum lama ini dia juga mengirim bingkisan Natal kepada Josua. “Kami sekarang sudah berteman baik,” katanya. Setelah ramai pemberitaan itu, kata Josua, Collins rupanya ikut khawatir dengan spekulasi harga yang berlebihan terhadap nasib teman barunya dari Sumatra Utara. 

Josua Hutagalung - meteorite - photo (1).JPG

Beginilah rumah Josua dari depan. Foto oleh Tonggo Simangunsong

Josua yang akhirnya bersedia ditemui kontributor VICE sudah berbeda dari sosok paranoid beberapa pekan sebelumnya. Di tengah obrolan, dia pelan-pelan mau bercerita seputar uang yang dia dapat dari penjualan meteorit tersebut.

Katanya, dari uang itu dia pakai merenovasi dapur rumah orang tuanya, serta mengganti atap yang bocor setelah dihantam batu meterit yang jatuh. Dia juga memberikan sebagian uang ke gereja sebagai ‘ucapan syukur’ dari rezeki itu dan membagi-bagikan uang ke tetangga-tetangganya.

“Karena kuanggap itu juga rezeki mereka, rezeki orang-orang di kampung ini,” kata Josua. Dia juga tunai melakukan hal mulia sebagai anak di kampung itu, yaitu merenovasi makam orangtuanya.

Iklan

Tuntas ngobrol, Josua melanjutkan pekerjaannya siang itu. Tidak ada pesanan peti mati. Sepulang kerja dari perusahaan kelapa sawit, dia mengisi waktu dengan memoles rumah. Dia mengecat tembok, mengganti atap yang bocor, lantas merapikan dapur rumah.

“Lihatlah, tidak ada yang berubah. Hanya dapur rumah yang saya perbaiki, saya masih orang biasa, masih seperti dulu, melanjutkan usaha peti mati yang dirintis orang tua saya, bekerja di perusahaan orang, apa pun saya lakukan agar bisa hidup. Kalau memang saya ada uang Rp25 miliar, mungkin saya akan bangun gereja, masjid, atau mungkin mencalonkan diri jadi walikota,” katanya. 

Josua berpikir, jika media bisa memelintir harga batu meteorit dan mengakibatkan kegaduhan, kenapa dia juga tidak bisa melakukan hal serupa?

Dia sebetulnya bisa asal menyebut harga batu meteorit itu sesukanya. Namun, untuk saat ini, yang paling penting baginya adalah mengubur dalam-dalam semua kenangan pemberitaan yang membuatnya viral dan malah mendorongnya jadi stres. 

“Sudahlah, lupakanlah itu, yang lalu biarlah berlalu.”