Tiongkok

Presiden Xi Jinping Meminta Konglomerat Tak Boleh Terlalu Kaya di Tiongkok

Tiongkok mencetak banyak miliarder tiga dekade ini, dan rezim komunis kini ingin para pengusaha lebih agresif menyumbangkan kekayaannya pada masyarakat miskin.
Presiden Tiongkok Xi Jinping Mengimbau Konglomerat Cina Tidak Boleh Kelewat Kaya dan dukung redistribusi kekayaan
Foto: AP Photo/Andy Wong

Ketika Tiongkok masih miskin empat dekade lalu, Partai Komunis mengizinkan rakyat terlibat mekanisme pasar untuk menghasilkan banyak uang. Tapi sekarang, sebagian pelaku pasar dianggap sudah kelewat kaya.

Presiden Xi Jinping baru saja menyerukan peningkatan redistribusi kekayaan negara dan penyesuaian “pendapatan kelompok berpenghasilan tinggi”. Aturan ini dipastikan menyasar para pengusaha sukses di dalam negeri.

Iklan

Dalam pertemuan yang dipimpin Xi Jinping pada Selasa (17/8) lalu, pengusaha sukses dikatakan wajib “membalas budi” kepada rakyat. Tujuannya agar seluruh lapisan masyarakat Tiongkok hidup sejahtera. 

Arahan itu menandai perubahan nasib para taipan, yang dalam beberapa dekade terakhir didukung negara mengumpulkan kekayaan dan pengaruh yang sangat besar, khususnya ketika Tiongkok berambisi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sepanjang dekade 90’an hingga awal 2000-an.

Partai Komunis kini tak lagi mengejar target pertumbuhan, sehingga crazy rich akan mendapat lebih banyak tekanan untuk membantu pemerintah mencapai tujuan barunya, seperti keadilan sosial dan keamanan nasional.

“Jika melihat dua dekade terakhir, target utama partai adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sekarang sudah berubah,” kata Sun Xin, pakar ekonomi politik Tiongkok di King’s College London, saat dimintai komentar VICE mengenai pidato Xi Jinping.

“Pengusaha swasta di Tiongkok akan menghadapi tekanan politik untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada partai karena legitimasi mereka tak lagi hanya dibangun dengan kemampuan mewujudkan pembangunan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,” lanjutnya.

Setelah kematian Mao Zedong, pemimpin tertinggi Deng Xiaoping mendorong reformasi pasar dengan alasan sebagian dari populasi diperbolehkan menjadi kaya raya. Reformasi ekonomi yang dimulai pada 1980-an secara drastis meningkatkan standar hidup rata-rata di Tiongkok, tapi otomatis memperlebar kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin.

Iklan

Kepemimpinan Xi Jinping memperkuat cengkeraman pada elit bisnis untuk mengendalikan pengaruh mereka di dalam negeri, serta menarik pekerja dan birokrat miskin yang dukungannya sangat penting bagi partai.

Perusahaan riset kekayaan Hurun Report menunjukkan, Tiongkok memiliki lebih dari 1.000 miliarder, tak seperti Amerika Serikat yang hanya memiliki kurang lebih 700 pengusaha sukses dengan harta miliaran. Lusinan di antaranya adalah anggota badan penasihat legislatif dan politik. Sementara itu, Ibu Kota Beijing telah menelurkan berbagai konglomerat selama enam tahun terakhir.

Sejauh ini, belum diketahui bagaimana proyek redistribusi kekayaan ala Tiongkok tersebut akan dilaksanakan. Namun, raksasa teknologi yang telah diawasi secara ketat diperkirakan akan menerima pukulan lebih lanjut.

Saham-saham perusahaan teknologi Tiongkok sudah anjlok setahun terakhir akibat serangkaian upaya pemberangusan praktik antimonopoli, risiko keuangan, ketidakamanan data dan kecanduan game, menyebabkan kerugian miliaran dolar bagi para pengusaha kaya seperti pendiri Alibaba Jack Ma dan pendiri Tencent Pony Ma.

Sejumlah pelaku bisnis sudah mulai membumi dan berjanji mematuhi segala perintah demi memenangkan hati partai komunis.

Pada Rabu (19/8) lalu, misalnya, Tencent berjanji akan mengucurkan 50 miliar yuan (setara Rp111 triliun) untuk mewujudkan “kemakmuran bersama”, disamping investasi sosial sebesar $7,7 miliar (Rp111 triliun) yang sudah digelontorkan pada awal tahun. Raksasa media sosial dan game itu menyatakan, dana tersebut akan dipakai mendanai beberapa program utama pemerintah, seperti pembangunan desa, kesetaraan pendidikan dan peningkatan layanan kesehatan.

Iklan

Baru-baru ini, perusahaan elektronik Xiaomi, layanan antar makanan Meituan, dan perusahaan induk TikTok ByteDance turut menjanjikan sumbangan bersama senilai miliar dolar untuk program sosial.

Sun menjelaskan, dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, pemerintahan Xi Jinping akan fokus mewujudkan keadilan sosial dalam program terbarunya. Pada saat yang sama, menurut Sun, partai akan menjadikan kesetaraan sebagai pembenaran untuk mencampuri ekonomi pasar.

Kelompok pekerja muda telah mendukung peningkatan kendali terhadap bisnis swasta. Mereka mengeluhkan persaingan yang tiada hentinya di bidang pendidikan dan pasar tenaga kerja. Pengguna internet di Negeri Tirai Bambu kerap mengutuk konglomerat macam Jack Ma dengan bahasa-bahasa Marxis seperti “kapitalis eksploitatif”.

Namun, pakar memperingatkan bahwa intervensi negara yang kelewat agresif bisa membuat bisnis swasta takut berinovasi, dan akhirnya kesulitan menarik investasi masuk. Dickie Wong selaku ketua divisi riset di pialang Hong Kong Kingston Securities berujar, banyak investor asing yang mulai malas berurusan dengan saham Tiongkok karena khawatir peraturannya semakin ketat.

Pada 19 Agustus 2021, harga saham Alibaba mencapai titik terendah di Bursa Efek Hong Kong. Hal ini terjadi setelah regulator pasar Tiongkok merilis rancangan pedoman membasmi perilaku anti-persaingan pekan ini. Saham perusahaan paling berpengaruh di Tiongkok telah anjlok hingga 30 persen sejak awal 2021.

Follow Viola Zhou di Twitter.