The VICE Guide to Right Now

Ketua KPK Firli Bahuri Resmi Langgar Etik, Hukumannya Teguran dan Tak Bisa Promosi

Dewan Pengawas KPK menilai perilaku Firli nyewa helikopter mewah buat pulang kampung, sekalipun pakai uang pribadi, sebagai pelanggaran kode etik pimpinan.
Ketua KPK Firli Bahuri Resmi Divonis Langgar Etik Karena Sewa Helikopter Mewah
Pengunjuk rasa membentangkan spanduk protes di depan Gedung KPK. Foto oleh Adek Berry/AFP

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol. Firli Bahuri resmi dinyatakan bersalah atas pelanggaran kode etik jabatan setelah menyewa helikopter dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, untuk perjalanan pribadi menjenguk makam orang tuanya.

Menjalani gaya hidup mewah, termasuk menyewa helikopter, selagi menjadi bagian dari KPK dianggap tidak pantas dilakukan, membuatnya dijerat Peraturan Dewan Pengawas (Dewas) KPK No. 2/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Iklan

“Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis II, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean pada pembacaan putusan sidang kode etik, Kamis (24/9), dilansir Kompas.

Kasus pelanggaran kode etik ini bermula dari laporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) kepada Dewas KPK, 20 Juni lalu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut Firli menaiki helikopter kategori mewah (helimousine) berkode PK-JTO. Disinyalir, harga sewanya mencapai Rp28 juta. Tercatat di Civil Aircraft Register, helikopter tersebut dimiliki perusahaan penyewaan PT Air Pacific Utama yang berkantor di Tangerang. 

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana sempat meminta Dewas menelusuri lebih dalam kasus penyewaan ini sebagai dugaan gratifikasi. “Aturan tersebut [kode etik] angka 27 sudah melarang pegawai/pimpinan KPK menunjukkan gaya hidup hedonisme. Jika helikopter ini merupakan fasilitas dari pihak tertentu, kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi,” ujar Kurnia dilansir Kumparan.

Pada awal pemeriksaan, Firli mengaku enggak menyadari naik helikopter untuk kepentingan pribadi itu pelanggaran kode etik. Ia membela diri bahwa penyewaan dibayar pakai uang sendiri sehingga enggak bisa dibilang bergaya hidup mewah. Padahal, tentu saja, justru itulah definisi bergaya hidup mewah.

Iklan

“Saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat yang mungkin tidak nyaman. Saya pastikan saya tidak akan pernah mengulanginya,” ucap Firli dalam sidang pembacaan putusan, dilansir Detik.

Firli kini harus menerima teguran tertulis II dibarengi sanksi ringan selama enam bulan. Peraturan Dewas KPK No. 2/2020 Pasal 12 menjelaskan terhukum sanksi ringan tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.

Hukuman ini bisa dibilang enggak berdampak banyak sebab sebagai ketua KPK. Mengingat betapa keras kontestasi buat jadi ketua KPK, kayaknya Firli emang enggak perlu promosi/mutasi/rotasi jabatan ke mana-mana lagi deh. 

Selama enam bulan periode sanksi itu, Firli juga akan dipantau. Misal doi berulah lagi, hukumannya akan naik ke kategori sedang dengan sanksi pemotongan gaji hingga 20 persen. 

Ini adalah pelanggaran kode etik kedua yang ia lakukan selama bertugas di KPK. Waktu masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli yang juga mantan kapolda Sumsel pernah bersalah karena bertemu mantan gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang Zainul Majdi pada 12-13 Mei 2018. Kala TGB Zainul Majdi tengah masuk radar KPK terkait kasus korupsi investasi saham PT Newmont Nusa Tenggara.