Kunci Menyelamatkan Spesies Kita: Melihat Bumi dari Angkasa
Kru STS-116 melakukan tugas rutin pada 2006, dengan lanskap Selandia Baru sebagai latar belakangnya. Photo: NASA

FYI.

This story is over 5 years old.

Tekno

Kunci Menyelamatkan Spesies Kita: Melihat Bumi dari Angkasa

Pengalaman melihat planet ini dari ruang hampa adalah tamparan motivasional bagi spesies kita, agar tergerak menyelamatkan diri dari kemusnahan dan memulai perjalanan meninggalkan rumah kita, Bumi.

Ketika Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang mengorbit Bumi pada April 1961, dia membawa serta harapan dan impian berumur ratusan tahun ke angkasa. Pemikir visioner sudah lama membayangkan segala sesuatu yang bisa kita temui setelah kita melampui langit, benda-benda yang luar biasa besar, dan impian tentang daerah-daerah baru untuk dijelajahi oleh manusia.

Namun, segera setelah menjejakkan kakinya di Bumi, Gagarin terkesan tidak begitu terpukau dengan semesta di luar bumi. Dia, alih-alih, lebih takjub dengan Bumi itu sendiri.

Iklan

"Saat mengelilingi Bumi dalam pesawat luar angkasa, saya terkagum-kagum dengan betapa cantiknya planet Bumi," kata Gagarin ketika merunut perjalanan bersejarahnya. "Penduduk dunia, ayolah kita jaga dan percantik Bumi kita."

Bila kita tilik lebih lanjut, kesaksian sang kosmonot Soviet tentang cantiknya Bumi terlontar karena Gagarin sejak awal adalah seorang pria periang. Setelah beberapa dekade berlalu, ratusan orang telah mengikuti jejak Gagarin dan menceritakan pengalaman mereka sekembali mereka ke Bumi. Sebuah pola muncul dari cerita-cerita mereka: apapun gender, kewarganegaraan, ideologi mereka, para antariksawan ini mengaku dari dalam pesawat ulang alik, kesadaran mereka terbuka dan merasa sangat bahagia ketika memandang bumi dari luar angkasa.

Nyatanya yang mereka rasakan adalah sebuah fenomena. Pun, fenomena ini punya nama, Overview Effect. Nama ini pertama kali dicetuskan oleh filsuf Frank White pada tahun 1987. Dalam buku The Overview Effect: Space Exploration and Human Evolution (kini sudak cetakan ketiga), dijelaskan bahwa kondisi terpukau pada bentuk Bumi dipicu "adanya pergeseran kognitif dalam kesadaran manusia" yang dipicu "oleh pengalaman pertama melihat secara langsung Bumi dari luar angkasa"

"Dugaan saya adalah dengan berada di luar angkasa, anda bisa mengalami melihat sesuatu yang selama ratusan berusaha kita pahami secara intelektual," ujar White kepada saya lewat sambungan telepon."Maksudnya, kita berusaha memahami bahwa Bumi adalah sebuah sistem, semuanya terhubung, dan kita adalah salah satu bagiannya."

Iklan

White sesungguhnya tak pernah mengalami Overview Effect secara langsung dari luar angkasa. Namun, dia menghabiskan banyak waktunya mewawancarai astronot mengenai impresi dan kenangan mereka tentang Overview Effect. Ada yang ajeg dalam cerita mereka tentang sensasi primitif memandangi Bumi dari luar angkasa.

"Barangkali , saya terlalu sering melihat foto-foto bumi seperti kebanyakan orang. Jadi saya tahu apa yang nanti saya lihat di luar sana," tutur astronot Don L. Lind seperti ditulis dalamThe Overview Effect. "Tak ada persiapan intelektual barang sedikitpun. Namun, tak ada yang bisa membuat anda siap menghadapi dampak emosionalnya. Pengalaman ini begiu menyentuh. Saya menangis dibuatnya."

"Benda yang bernyawa ini begitu indah dan hangat. Dia juga begitu ringkih. Seakan-akan jika anda menyentuhnya Bumi akan langsung hancur berantakan," seperti dikutip dari catatan Astrononot Apollo 15 James Irwin dalam otobiografinya, ToRule the Night, yang terbit tahun 1973. "Melihat Bumi dari luar angkasa bisa mengubah seseorang. Pengalaman ini membuat seseorang menghargai ciptaan Tuhan dan Kasihnya."

"Semuanya terhubung, semuanya saling bergantung satu sama lain," ungkap astronot NASA Sandra Magnius dalam sebuah wawancara dengan White. "Anda melongok keluar jendela, dan sesuai pengalaman saya, terlihat betapa tipisnya atmosfir Bumi. Saya langsung tersentuh. Saya lantas berpikir "Wow, ini dia tempat kita hidup, 'sebuah bola kehidupan yang ringkih'. Susah menghargai betapa pentingnya Bumi sampai anda melihatnya dari luar angkasa."

Iklan

"Sarapan Gagarin." Gambar oleh Alex Akindinov

Kosmonot Boris Volynov menggambarkan pengalamannya sebagai sesuatu yang mengubah jiwanya. Ia jadi "lebih hidup, lebih kalem […] dan lebih baik dan sabar," seperti yang dikutip buku Philip Shepherd New Self, New World, terbit 2011.

"Pengalaman ini melampaui semua ekspektasi dan susah diungkapkan dalam kata-kata," ujar Anousheh Ansari, sorang insinyur dan turis luar angkasa Amerika berdarah Iran, menurut The Overview Institute (sebuah organisasi yang turut didirikan White). "Melihat bumi dari luar angkasa membuat segala sensasi lain jadi kecil."

"Yang selalu saya ingat adalah corak warna biru yang tak pernah saya lihat," ujar astronot NASA Terry Virts awal tahun ini. "Sebuah pengalaman yang sangat emosional melihat Bumi dari luar sana. Memandangi planet tempat anda tinggal memang bukan suatu yang normal"

"Ketika saya berdiri di Bulan dan memandangi Bumi untuk pertama kali, saya menangis," ujar Alan Shepard, komandan Misi Apollo 14 dalam sebuah wawancara di tahun 1998.

Rekan satu perjalanan Shepard, pilot Apollo 14 lunar module, Edgar Mitchell, juga merasakan hal yang sama. "Sesuatu terjadi pada dirimu di luar sana," ucap Mitchell, seperti tertulis dalam The Week.

"Sesuatu" soal melihat Bumi ini menuntun pada gagasan lain. Makin banyak pemikir percaya bahwa percaya pengalaman menyaksikan planet kita dari ruang hampa akan mendorong "langkah raksasa" manusia berikutnya. Seiring meresapnya pengalaman memandang bumi dari luar angkasa dalam kesadaran kultural, orang semakin memahami konsep "spaceship earth": menempatkan bumi sebagai sebuah kendaraan alami dengan sumber daya yang terbatas yang harus digunakan dengan penuh tanggung jawab oleh kru-nya.

Iklan

Kesadaran kosmik yang mendadak muncul kembali menegaskan bahwa keselamatan spesies kita dalam jangka panjang bergantung pada kemampuan kita meninggalkan Bumi di masa mendatang. Sebagian alasannya, seperti diungkapkan Warren Ellis tanpa tedeng aling-aling, "Menaruh bibit-bibit terbaikmu di satu tempat saja" adalah cara blo'on untuk mempertahankan sebuah spesies.

Kelak di masa depan, dalam usaha kita mempertahankan eksistensi Homo Sapiens, keturunan kita seharusnya menyebar ke seluruh tata surya, atau bahkan lebih dari itu.

White memberi nama b agi keturunan kita yang kelak menyebar ke seluruh angkasa sebagai Homo Spaciens. Dia mendefinisikannya sebagai spesies" […] yang bisa cepat beradaptasi dengan kondisi hidup di luar angkasa namun payah beradaptasi di permukaan sebuah planet." Beberapa penulis fiksi ilmiah sudah bermain-main dengan konsekuensi wacana genetik dan kultural kehidupan manusia di luar angkasa ini. Yang paling terkenal adalah Daniel Abraham dan Ty Franck, yang menulis naskah serial The Expanse.

Hidup di luar angkasa adalah sebuah visi masa depan yang menarik sekaligus intimidatif. Namun, manusia toh dikaruniai kemampuan luar biasa melakukan ekspansi secara agresif dan beradaptasi tanpa tanding. Pandangan ini tak sepenuhnya kibul-kibul belaka. Jadi, bolehlah kita menduga-duga di masa mendatang bakal jadi mahluk seperti kita ketika perubahan revolusioner ini terjadi.

"Overview Effect telah menjadi simbol persatuan planet Bumi," kata White pada saya. "Namun, saya khawatir persatuan ini justru akan hilang seketika kita menyebar dalam tata surya, jika kita tak menemukan filosofi, metafor, atau pendekatan yang baru atas penjelajahan ruang angkasa."

Iklan

Dalam sejarahnya, manusia tercatat memiliki kebiasaan jelek: gegabah memulai sebuah petualangan besar tanpa memikirkan hasilnya atau punya konsensus tentang sebuah tujuan bersama. Kita terus mengulang kesalahan ini dalam sejarah di beberapa benua. Mereka yang pernah keluar angkasa menyarankan Overview Effect sebagai obat untuk menghilangkan perilaku destruktif manusia. Alasannya? Overview Effect menyingkap ringkihnya posisi manusia dalam kosmik. Ini yang menumbuhkan rasa hormat kita pada Bumi dan semua penghuninya. Mungkin, ini adalah sebuah tamparan motivasional bagi spesies kita untuk menyelamatkan diri dari kemusnahan dan memulai perjalanan meninggalkan rumah kita, Bumi.

Kalau begini ceritanya, Overview Effect harus bisa dialami oleh sebanyak mungkin orang mungkin. Namun, mengingat begitu mahalnya biaya penerbangan luar angkasa apakah tidak kurang ajar jika kita berharap banyak orang bisa mengalami Overview Effect? Jika iya, bisakah kita memperluas kanal untuk mengalami Overview Effect—lewat teknologi virtual reality, misalnya?

Mungkin, pertanyaan yang paling penting adalah, bisakah Overview Effect benar-benar berdampak pada perilaku manusia di atas permukaan dan di luar bumi? Apakah sekadar memandangi planet yang kita tinggali bisa jadi kunci melindungi Bumi atau malah melampuinya?

Guna membumikan Overview Effect, peneliti harus terlebih dahulu memahami kekuatan psikologis dan neurologis yang bekerja saat astronot mengalaminya.

Iklan

Untungnya, banyak elemen yang bekerja saat otak kita dijejali pemandangan cantik permukaan Bumi. Secara garis besar, para petualang angkasa melaporkan perasaan yang trensenden, kebangkitan spiritual, semacam euforia sekaligus perasaan menyatu dengan bumi serta penduduknya. Banyak yang menyebut warna-warni planet Bumi yang teduh, serta hilangnya batas-batas negara buatan manusia di atas atmosfer sana. Kadang, Astronot merasa sepenuhnya berubah akibat Overview Effect, memicu perubahan permanen dalam perilaku dan cara pandang mereka terhadap dunia setelah kembali ke Bumi.

Film pendek yang rilis 2012, "Overview," bersamaan dengan perayaan 40 tahun keberhasilan misi Apollo 17 yang merekam bumi sebagai 'kelereng biru besar. Video: The Planetary Collective/VIMEO

"Sensasi menjadi satu bagian ini bukan sekadar sebuah wacana semata," ujar kosmonot Soyuz 14 Yury Artyukhin, seperti yang ditulis dalam Health Studies Collegium yang terbit 2011. "Bersama dengannya, muncul juga rasa sayang dan kepedulian terhadap Bumi dan efek yang ditimbulkan manusia kepadanya."

David Yaden, seorang asisten peneliti yang mendalami kasus-kasus pengalaman transendental di University of Pennsylvania's Positive Psychology Center, menganggap laporan-laporan tentang Overview Effect berkorelasi dengan kekuatan transformatif rasa takjub terhadap manusia.

Dalam sebuah makalah yang dipublikasikan di jurnal Psychology of Consciousness: Theory, Research, and Practice, Yaden dan rekan penulisnya menduga ada dua hal yang memicu ketakjuban: meluasnya konsep dan persepsi secara tiba-tiba.

Iklan

"Persepsi bisa mendadak meluas ketika kita, misalnya, memandang Grand Canyon. Sedangkan meluasnya konsep bisa terjadi ketika kita memikirkan hal-hal yang besar seperti evolusi dan ketakterbatasan (infinity)," kata Yaden. "Kami pikir Overview Effect membuat kita takjub dengan meluasnya persepsi dan konsepsi yang kita miliki tentang planet Bumi."

Dua hal ini normalnya adalah pengalaman positif. Ketika kita dibenturkan dengan "betapa kecilnya hidup dan segala kehawatiran kita dibandingkan hal-hal di alam semesta" seperti yang dikatakan astronot Skylab 4 Edward Gibson dalam The Overview Effect, "anda seketika memperoleh ketentraman hati."

Kadang, astronot juga merasa sedih, gelisah dan takut ketika memandangi Bumi. Meski begitu, emosi-emosi ini ujung-ujungnya memperkuat perasaan mereka, bahwa dunia kita begitu indah, berharga, sehingga harus kita jaga.

"Kami pikir Overview Effect membuat kita takjub dengan meluasnya persepsi dan konsepsi yang kita punya terhadap bumi."

Lebih jauh menurut Yaden, kesehatan mental yang dipicu oleh Overview Effect seharusnya memainkan peran, membantu mengoptimalkan kesehatan diri astronot seiring makin jauhnya manusia mengembara di luar angkasa. Dia juga tertarik untuk bereksperimen dengan sebagian dampak Overview Effect pada manusia di Bumi, menggunakan teknologi immersive.

"Penelitian pertama kami tentang Overview Effect akan menggunakan platform VR yang sudah tersedia, namun kami mencari partner dari perusahaan turisme luar angkasa, pengembang program virtual reality atau bahkan planetarium untuk memperluas konteks yang bisa gunakan untuk memicu dan mengukur ketakjuban orang-orang, mendekat yang dialami para astronot," ujar Yaden.

Iklan

Para wirausahawan juga tertarik meniru dampak Overview Effect agar bisa dirasakan banyak orang. Tahun lalu, saya bicara dengan pendiri SpaceVR, sebuah perusahaan rintisan yang berusaha mengirimkan kamera VR ke orbit bumi pada 2017. Kebetulan, nama proyek utama SpaceVr adalah Overview 1.

"Sejak Yuri Gagarin, sudah ada 540 orang yang melihat Bumi dari luar angkasa ," kata Isaac DeSouza*, SpaceVR CTO, waktu itu (sesudah tulisan ini dibuat, jumlah astronot di dunia yang mengorbit mencapai 549 orang).

"Kalau cuma 540 orang mengalami Overview Effect itu sih belum ada dampaknya. Satu juta orang mengalaminya, sebuah gerakan terbentuk. Satu miliar orang mengalami, kita bisa merevolusi cara orang berpikir."

Dengan caranya sendiri, astronot juga gatal ingin mempopulerkan pemandangan bumi dari luar angksa. Ambil contoh karya terbaru kru Stasiun Luar Angkasa (ISS), yang merekam belasan jam gambar digital berdefinisi tinggi. Cuplikan rekaman ini digunakan dalam film IMAX A Beautiful Planet yang dirilis April 2016.

"Menurut saya, astronot dan kosmonot (dari IS) sudah kebelet ingin membagikan pengalaman mereka," ujar astronot NASA Kjell Lindgren pada saya dalam gelaran pers untuk film itu. "Ini sudut pandang yang sangat unik. Bumi sangat indah sekali."

Astronot dari berbagai program Apollo telah secara spesifik mengusulkan para pemimpin dunia dan pembuat kebijakan untuk terbang ke orbit Bumi atau bulan guna mendapatkan perspektif tentang daerah yang mereka kelola.

Iklan

"Saya percaya sekali jika para pemimpin politik dunia bisa melihat dunia dari jarak 100.000 mil, cara pandang mereka akan berubah secara drastis," kata pilot modul Apollo 11Michael Collins, dalam sebuah wawancara pada 2009 lalu dengan NASA.

Astronot Apollo 14 ,Edgar Mitchell, juga punya kesimpulan serupa, meski diutarakan dengan cara yang tidak begitu diplomatis: "Jika dilihat dari Bulan, politik internasional itu menyedihkan" ujarnya saat diwawancarai Majalah People 1974 lalu. "Rasanya, anda ingin mencengkram leher seorang politikus dan menyeretnya sejauh 250.000 mil lalu bilang , 'lihat bumi yang indah itu bangsat!'"

Mitchell, wafat awal tahun ini, banyak mewarnai peta politik Negeri Paman Sam, termasuk merespon iklim politik AS yang melelahkan di tahun 2016. Meski banyak astronot banting stir menjadi politikus, banyak juga menjauhi ranah politik.

Lebih lanjut, usaha terus-menerus dari komunitas penerbangan luar angkasa telah memberikan kesempatan pada publik merasakan apa yang dirasakan dan dilihat para astronot saat memandangi Bumi dari luar angkasa. Dampak kultural luar biasa dari gambar-gambar ikonik dalam "Earthrise," "Blue Marble," atau"Pale Blue Dot" telah mendorong muncul era baru "terranauts," sebuah istilah yang digunakan White untuk menyebut seseorang yang "mencapai 'kesadaran astronot' tanpa sekalipun pernah berada di bulan atau orbit Bumi."

"Bumi terbit," diambil tanggal 24 Desember 1968. Gambar: NASA/Bill Anders

Dari sambutan hangat atas foto-foto Bumi yang mencengangkan ini, juta terranauts mungkin telah tersebar di seluruh penjuru Bumi. Lagi pula, gambar bumi dari luar angkasa ini telah menjadi salah satu meme paling viral dalam sejarah, menggapai tokoh-tokoh yang jauh dari ranah penerbangan luar angkasa, termasuk peminat mitologi ternama, Joseph Campbell

Iklan

"Lewat foto 'Earthrise (Bumi Terbit),' kita menyaksikan langit dan Bumi tak lagi terpisahkan. Malah, Bumi kini berada di langit" kata Campbell dalam sebuah wawancara pada 1979 dengan The New York Times. "Kita tak lagi mencari keteraturan spiriual di luar eksistensi kita. Ini pada akhirnya menantang kepercayaan kuno bahwa takdir kita ditulis 'di luar sana' oleh para dewa."

Jadi bisa dibilang, cuplikan foto-foto Bumi kita ini telah memicu munculnya pertanyaan spiritual tentang apa gunanya kita diciptakan, pertanyaan yang kerap disingkirkan oleh cara pikir empiris yang mendominasi penerbangan luar angkasa.

Gambar bumi dari luar angkasa ini telah menjadi salah satu meme paling viral dalam sejarah

"Saya sudah bicara tentang [Overview Effect] sebagai pesan dari alam semesta bagi manusia, sebuah pesan penting yang bisa mengubah pemahaman kita tentang siapa kita dan di mana kita berada," ungkap White. "Makin banyak berusaha menangkap pesan dan memahami isinya, main baik."

Untungnya, seperti makin banyak orang yang menangkap isi pesan ini. Overview Effect bukan lagi istilah yang dipahami oleh orang itu-itu saja, meski pernah jadi lumayan trending. Pada 5 Oktober silam, Regina Spektor, seorang penyanyi kenamaan, menyambat istilah tersebut dalam sesi Ask Me Anything (AMA) forum Reddit. Ketika menjawab pertanyaan masa remajanya di Uni Soviet, Regina menulis "Aku menyimpan perasaan yang dalam terhadap Rusia dan Amerika pada waktu itu. Saya pikir kita harus berpikir sebagai satu planet Bumi, bukan negara yang terpisah-pisah." Dia lalu melanjutkan. "Baru-baru ini saya bertemu dengan beberapa astronot. Mereka bicara tentang 'overview effect'… kita harus bersatu, SECEPATNYA."

Iklan

Spektor bukan satu-satu musisi yang terinspirasi oleh kekuatan mistis pengalaman para astronot. Ben Sullivan, salah kru Motherboard, baru-baru ini menulis tentang sebuah album berjudul "Overview Effect" dari seorang komposer klasik kontemporer dan multi-instrumentalis Roger Goula. Lewat karyanya, Goula ingin membuat "mereka yang mendengarkan karyanya berada dalam kondisi batiniah yang benar-benar berbeda tanpa tahu bagaimana mereka bisa sampai di sana."

"Pengalaman yang dirasakan harus transenden dan unik bagi semua orang," tegas Goula. Bahkan, Presiden Barack Obama pun ikut-ikutan tertarik dengan narasi besar Overview Effect. Ketertarikannya bisa kita temukan dalam op-ed yang dia tulis di CNN, tayang 12 Oktober lalu. Dalam esainya, Obama merinci visin pribadinya tentang eksplorasi manusia ke Mars.

"Ketika para astronot Apollo menoleh ke belakang dari luar angkasa, mereka sadar meski misi mereka adalah menjelajahi Bulan, mereka 'malah menemukan Bumi kembali,'"tulis Obama. "Jika kita bisa memperkuat kepemimpinan kita di luar angkasa di abad in, kita tak cuma memperoleh keuntungan dari kemajuan di bidang energi, pengobatan, agrikultur dan kecerdasan buatan. Kita juga akan diuntungkan oleh pemahaman yang lebih baik atas lingkungan dan juga diri kita."

Kadang butuh beberapa dekade, atau bahkan abad, sampai sebuah pergeseran kultural besar-besaran seperti prinsip heliosentris atau evolusi diterima masyarakat luas. Tapi pemahaman bahwa Bumi hanyalah sebuah "oasis ringkih", menurut keterangan dari astronot NASA Ron Garan, mulai menyebar ke luar lingkaran astronot dan penggila luar angkasa.

Iklan

Kini, spesies manusia memasuki fase cermin (mirror stage), sebuah terminologi yang dicetuskan oleh Jacques Lacan yang merujuk pada fase perkembangan manusia ketika bayi mulai mengenali bayangannya sendiri dalam sebuah cermin. Lagi pula, pendapat tentang masa "akil balik" spesies yang dicapai melalui penerbangan luar angkasa telah sering muncul dalam berbagai diskusi tentang Overview Effect.

"Tak bisa disangkal lagi, pemandangan Bumi dari langit telah memiliki dampak yang besar terhadap identitas kultural dan kesadaran diri umat manusia" ujar pengusaha Marsal Gifra, pendiri grup advokasi penerbangan manusuia ke luar angkasa Homo Spaciens Foundation. "Dari yang saya lihat, semua foto ini menangkap kelahiran bayi kemanusiaan masih dalam rahim bumi sebelum dilahirkan sebagai mahluk kosmik."

Di saat yang sama, Overview Effect tetap menjadi konsep abstrak bagi sebagai besar penduduk Bumi. Pengalaman sehari-hari sebagai mahluk yang hidup di atas permukaan Bumi membuat kita susah memahami bahwa Bumi adalah sebuah planet dengan sumber daya terbatas; bahkan teknologi termutahir yang ada sekarang hanya bisa mensimulasikan Overview Effect.

"Saya pikir metode seperti VR bisa diandalkan untuk memicu rasa takjub dan memungkinkan kita memelajari beberapa proses psikologis di balik Overview Effect, tapi simulasi ini toh kalah jauh dibandingkan apa yang dirasakan para astronot," tegas Yaden.

"Jangan lupa, astronot menghabiskan masa dewasa mereka berusaha terbang ke luar angkasa—lagi pula, saat memandang Bumi, mereka baru saja selamat keluar atmosfer Bumi di atas sebuah roket—jadi ada banyak makna personal, profesional bahkan eksistensial yang bermain saat mereka melongok keluar jendela dan melihat Bumi," imbuh Yaden. "Kita baru bisa mensimulasikan sebagian kecil aspek dari pengalaman ini"

Iklan

Bumi nyatanya memang sebuah batu kecil yang melayang di sebuah semesta yang sangat berbahaya. Sepanjang yang kita tahu, semesta sangat tidak ramah beberapa tahun cahaya dari semua penjuru Bumi. Meski pemikir selevel Carl Sagan telah berbusa-busa membahas topik ini, rasanya kita memang perlu ramai-ramai melancong ke orbit bumi dan merasakan apa yang dialami para astronot. Mungkin setelah itu, kita mengerti.


Saat ini, kita masih susah meraba sebesar apa akses publik terhadap turisme luar angkasa dalam beberapa dekade ke depan. Namun, kita bisa menduga jika impian tentang ekplorasi luar angkasa jadi kenyataan dan terjadi mobilisasi manusia besar-besaran, Overview Effect mulai kehilangan kekuatan konektifnya.

Lagi pula, apakah pemandangan Bumi dari luar angkasa akan menyentuh mereka yang tak pernah menapakkan kaki di Bumi atau malah tak bisa beradaptasi dengan gravitasi Bumi? Apakah generasi pertama yang lahir di Mars akan mengalami versi Mars dari Overview Effect planet merah itu dari orbitnya? Bagaimana Overview Effect akan berevolusi seiring Bumi makin terlihat kecil dari tempat keturunan manusia nanti tinggal?

Concept art yang menggambarkan potensi pembentukan permukaan Mars. Gambar: Daein Ballard

White baru saja meluncurkan Academy in Space Initiative untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Tujuannya adalah menumbuhkan diskusi lintas disiplin ilmu tentang visi umat manusia tentang perjalanan luar angkasa dan peran yang mungkin kita ambil dalam kosmik yang lebih besar.

Iklan

"Hampir semua justifikasi tentang penjelajahan luar angkasa sampai saat ini berkisar sekitar keuntungan yang bisa didapatkan oleh umat manusia." katanya pada saya," tapi, apa yang kita sumbangkan pada semesta?mengapa kita masih didukung oleh untuk menjelajahi angkasa luar? Apa yang bisa kita bawa bagi semesta?

Pertanyaan ini telah menunggu di pojok-pojok percakapan tentang perjalanan luaar angkasa sejak zaman roket modern dimulai. Pioner dunia roket Rusia, Konstantin Tsiolkovsky, lahir di1857, percaya bahwa penjelajahan luar angkasa tak cuma penting bagi kedewasaan kita sebagai sebuah spesies, tapi sejatinya memang ini adalah kemampuan semesta untuk menyatukan semua spesies cerdas di dalamnya. Dia terkenal dengan salah satu ucapannya "Bumi adalah buaian kemanusiaan, tapi tak satupun tinggal dalam buaian selamanya."

Sebaliknya, tujuan penerbangan luar angkasa AS justru lekat dengan konsep tua tentang manifest destiny, menurut Albert Harrison, seorang ahli psikologi penerbangan luar angkasa. Salah satu contoh termutakhir adalah sebuah perusahaan yang berbasis di California, Moon Express. Pada bulan August 2015, perusahaan ini menjadi perusahaan partikelir pertama yang diperkenankan melakukan pendaratan di bulan. Dalam sebuah rilisan pers, CEO Bob Richards menyebut Bulan sebagai "Benua ke-8." penamaan ini mengingatkan kita pada konsep Western frontierism. Alhasil, semesta pada akhirnya cuma perpanjangan Bumi, bukan sebaliknya.

Iklan

"Hampir semua justifikasi tentang penjelajahan luar angkasa sampai saat ini berkisar sekitar keuntungan yang bisa didapatkan umat manusia"

Saya tidak sedang menghakimi kolonisasi alam semesta oleh manusia sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan generasi mendatang, kesempurnaan manusia, keselamatan spiritual dan segudang justifikasi lainnya. Di sisi lain, saya juga tidak menolak mentah-mentah segala argumen melawan eksplorasi di luar Bumi, kebanyakan dari argumen ini mempertanyakan hak manusia menjelajahi angkasa jika sebagai spesies saja kita gagal mengelola sumber daya di planet asal kita. Namun, mengingat begitu beragamnya visi tentang eksplorasi luar angkasa, ada baiknya kita duduk bersama untuk mengembangkan sebuah aturan main sebagai Homo spaciens di masa depan, daripada kita menyusunnya sambil berjalan."

"Sebelum jauh-jauh berpikir tentang tantangan yang kita hadapi dalam pengembangan koloni di luar Bumi, sebaiknya kita menilik ulang beberapa motivasi paling penting yang mendorong manusia menjelajahi angkasa dan menjajah planet lain," ujar Gifra. Dia menyebutkan setidaknya 5 contoh motivasi itu: keselamatan spesies, pencarian kekayaan dan kekuasan, pencarian mahluk hidup lain di luar angkasa, pengembangan ilmu pengetahuan dan eksplorasi murni, dan satu lagi alasan yang lebih transenden, mencari keberadaan Tuhan.

Dari sudut pandang Gifra, motivasi untuk memburu kekayaan dan kekuasaan sudah menjadi salah satu pendorong eksplorasi daerah baru. Sejarah dengan gamblang mencatat berbagai cerita yang mewanti-wanti kita akan keserakahan manusia ketika menjelajah daerah baru.

"Dengan kondisi mutakhir planet kita—menurunnya sumber daya alam, meningkatnya populasi bumI, hilangnya biodivesitas dan tentu saja perubahan iklim—adalah sebuah kolonialisasi luar angkasa bukan saja harus dilakukan kerena kondisi global yang kita hadapi, tapi ini adalah "mesin' yang memaksa kita berkembang. Makin cepat kita bisa beralih ke ekonomi luar Bumi, makin cepat pula kita bisa menggali sumber daya tanpa batas untuk seluruh umat manusia. Kita lah yang menentukan bagaimana manusia menghadapi realitas ini, membayangkan masa depannya dan mengambil lompatan evolusioner."

Concept art buatan O'Neill tentang habitat silinder di luar angkasa. Gambar: Rick Guidice/NASA Ames Research Center

Salah satu langkah yang harus diambil ketika manusia melangkah ke semesta yang lebih luas adalah mencari jalan tengah antara manajemen sumber daya dan perkembangan populasi. "Saya merasa makna penjelajahan luar angkasa di masa mendatang harus menyeimbangkan aspek eksplorasi, eksploitasi; memberi sekaligus menerima," kata White.

"Saya pikir sangatlah tidak mungkin membayangkan manusia menghabiskan sumber daya untuk melanglang semesta tapi tidak menggunakan sumber daya yang mereka temukan di luar Bumi. Tapi, ini tidak berarti kita tak bisa menemukan strategi berkelanjutan untuk melakukan semua ini."

"Pertanyaannya adalah apakah kita bisa melihat jauh ke depan dan mempertimbangkan cara memperlakukan seluruh sistem tata surya sebagai sebuah kesatuan, alih-alih melihat sebagai entitas terpisah seperti Moon, Mars dan kumpulan asteroid," tambahnya. "Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita bisa mengembangkan dialog inklusif yang menyigi banyak hal, sebelum kita benar-benar pergi terlalu jauh"

Selekas peradaban manusia menyadari konteksnya dalam kosmik, akan sangat penting bagi kita untuk menduga peran apa yang akan kita mainkan sebagai Homo spaciens di alam semesta. Sepanjang yang kita ketahui, kita mungkin satu-satunya mahluk yang bisa keluar dari tepian planet kita dan menjelajahi luar angkasa. Ini adalah sebuah capaian sekaligus sebuah tugas luar biasa berat. Keragaman opini dan perspektif diperlukan agar kita bisa mengemban tugas ini seiring kita memasuki era Post-Bumi.

'Dalam waktu dekat, manusia akan siap meninggalkan buaian bernama Bumi dan mengeksplor segala sesuatu di luar Bumi," ungkap Gifra dalam sebuah prediksi. "Dari titik ini, berbagai simpangan akan muncul dari lintasan utama evolusi manusia. Ini yang akan menghapus anthroposentrisme—kira-kira miriplah dengan apa yang terjadi ketika geosentrisme digugat."

Dengan kata lain, demokratisasi terhadap Overview Effect hanyalah sebuah awal. Jika bergerak menuju masa depan sebagai sebuah keluarga besar manusia yang terpencar di luar angkasa, maka kita akan mulai kehilangan identitas dan hubungan kita dengan bumi, persis yang dirasakan oleh semua astronot yang mengikuti jejak Gagarin.

Namun, mungkin ada hal yang harus dibayar untuk memastikan Bumi hanya jadi Buaian bagi manusia, bukan kuburan manusia.

*Koreksi: versi sebelumnya menyatakan bahwa Isaac DeSouza sebagai CTO SpaceVR. Dia tak lagi bekerja untuk perusahaan itu.