FYI.

This story is over 5 years old.

Hiburan

Sacha Baron Cohen Masih Tetap Tukang Troll Terbaik yang Kita Miliki dari Dunia Komedi

Bahkan dalam era hoaks, berita abal-abal dan merebaknya ekstremisme, serial TV terbarunya 'Who Is America?' tetap terasa brutal dan kocak.
Dicuplik via Showtime

Saat acara komedi buatan Sacha Baron Cohen, Da Ali G pertama kali tayang di HBO pada 2000, ide bernas untuk menipu sosok politikus berkuasa untuk mengatakan hal-hal yang bloon masih memiliki kesan agung dan berani. Namun, di era di mana orang macam Donald Trump bisa jadi presiden Negara Adikuasa, era di mana dunia dikuasai oleh muslihat yang terang-terangan, tipu-menipu serta berita abal-abal, seri terbaru Cohen yang tayang di Showtime, Who Is America?, dengan mengejutkan bisa tetap menonjol di antara komedi politik satire lainnya. Dan yang paling penting, serial ini bisa bikin kalian terbahak-bahak. Di dunia yang dikuasai para perundung, Cohen berhasil mengibuli tukang kibul yang paling licin sekalipun.

Iklan

Bahkan sebelum episode pertama Who Is America? tayang Sabtu lalu, kemarahan sejumlah tokoh yang merasa dikibuli sudah duluan ramai di internet. Ini jelas semacam promosi gratis lagi keren bagi serial tersebut. Tak kurang dari mantan calon wakil presiden Amerika Serikat Sarah Palin, Mantan kandidat senator Alabama Roy Moore, serta mantan anggota kongres Joe Walsh mempertontonkan kemarahan mereka di media sosial terhadap Cohen yang memperdayai mereka sampai mau tampil dalam Who Is America?

Namun, bahkan setelah Showtime menayangkan cuplikan episode saat Cohen mengibuli Dick Cheney menandatangani peralatan waterboard, saya masih ragu Who Is America? Mampu membuktikan hype di sekitar serial ini. Saya tentu punya alasan yang kuat. Kultur politik AS memang makin brengsek setelah era Bush—pada 2009, proyek ultra konservatif Project Veritas menjadi buah bibir setelah James O’Keefe ketahuan merekam pekerja ACORN, organisasi nasional yang bertujuan membantu warga Amerika berpendapatan rendah untuk mendaftarkan diri dalam pemilu, secara diam-diam. Di sisi lain, pandangan bahwa politisi menutup-nutupi pikiran culas mereka juga sudah basi setelah Trump menang pilpres AS justru dengan mengobral sejumlah program yang culas. Jadi, pertanyaannya saya waktu itu, memang masih ada yang tersisa untuk dibongkar Cohen? Ternyata salah. Stok kebobrokan yang bisa diungkit Cohen masih segambreng.

Who Is America? Dibuka dengan perkenalan empat karakter baru Cohen—Dr. Billy Wayne Ruddick Jr., pendukung Trump dan pembenci media mainstream sekaligus pengelola situs TRUTHBRARY.org (lawan dari lie-brary). Tokoh yang satu ini ingin memakai kursi roda cuma untuk iseng belaka. Dalam wawancara pertamanya, karakter ini berusaha mengibuli Bernie Sanders—yang sepanjang wawancara terus mencurigainya.

Iklan

Tak seperti tokoh-tokoh konservatif yang nanti ditroll Cohen, Sanders berhasil menghindar terlihat seperti seorang politikus bloon. Sebaliknya, wawancara ini menegaskan kelihaian Sanders dalam kancah politik—saya bisa ngomong begini karena pernah mewawancarai senator Vermont itu. Kemampuan Sanders untuk tetap setia dengan haluan politiknya malah terang benderang dalam wawancara ini.


Simak artikel film-film seri rekomendasi VICE yang layak banget kamu pantengin

"Namaste, saya Dr. Nira Cain-N’Degeocello, dan adalah seorang pria heteroseksual cis-gender. Makanya saya minta maaf,” kata Cohen dalam sebuah voiceover memperkenalkan karakter baru berikutnya. Karakter yang satu ini memakai T-Shirt NPR dan sebuah pussy hat. Cain-N’Degeocello—rambutnya nyaris botak tapi masih bisa dikuncir, sudah pernah makan malam dengan dua anggota Partai Republik South Carolina.

Sepanjang wawancara, karakter ini memberitahu dua anggota partai republik tersebut bahwa, guna memerangi seksisme, dia memaksa anak lelakinya kencing jongkok dan anak perempuannya kencing berdiri. Dia juga nyerocos sudah ikhlas istrinya serong dengan lumba-lumba. Lalu, kita bertemu dengan karakter ketiga Cohen dalam serial ini, Ricky Sherman, mantan penipu yang kini meniti karir sebagai pelukis yang memakai cairan tubuh sebagai tinta. Sherman bertemu konsultan seni rupa yang dengan gobloknya terkagum-kagum dengan artwork yang dibikin dari tai. Malah, di akhir wawancara, perempuan itu menghadiahi Cohen beberapa helai bulu kemaluannya.

Iklan

Tidak sampai situ saja, Cohen juga menyamar sebagai agen ex-Mossad Israel bernama Erran Morad. Dia berhasil membuat pendukung partai Republik ternama yang pro-gun menyuarakan dukungannya terhadap program pemberian “gunimals”—pistol dengan hiasan boneka—kepada balita. Dengan aksen Israel yang kental, Cohen bertanya kepada Larry Pratt, direktur eksekutif kelompok pembela kepemilikan senjata Gun Owners of America, “Menurutmu apakah kaum liberal sengaja menggunakan insiden penembakan di sekolah untuk menyukseskan agenda mereka?” (Tepat sekali, jawab Pratt.)


Tonton dokumenter VICE soal kejayaan film horor dan laga kelas B di Indonesia pada dekade 80'an:


Sambil menatap ke arah kamera, Pratt melanjutkan, “Anak balita masih polos. Mereka tidak tahu mana yang baik dan buruk. Mereka akan melakukan apa saja yang disuruh. Waktu paling tepat mengajarkan mereka menggunakan pistol yaitu saat mereka masih di bawah 5 tahun.”

Program palsu ciptaan Cohen menarik perhatian pendukung partai Republik lainnya. Dia berhasil menipu anggota Kongres Dana Rohrabacher dari California dan Joe Wilson dari South Carolina, serta mantan pemimpin Senat Republik Trent Lott untuk mendukung program pemberian senjata kepada anak-anak. Mereka tidak tahu kalau Cohen sedang mengelabuinya, dan program itu sebenarnya tidak ada.

Mantan anggota Kongres Republican Joe Walsh, yang di acara itu bilang, “dalam kurang dari sebulan, anak kelas 1 SD bisa jadi pasukan perang," mengklaim bahwa dia mengatakan hal tersebut karena terpicu oleh sang komedian, yang "menerbangkannya ke DC untuk sebuah penghargaan palsu atas sahabat Israel."

“Saya harus menerimanya,” tulisnya di Twitter.

Ya, tentu saja.

Bagian terbaik Who Is America? Adalah saat Cohen menggunakan tipu daya untuk menunjukkan watak asli orang-orang konservatif yang berkuasa ini: sekelompok laki-laki yang pikirannya sudah amat busuk akibat kegilaan atas politik sampai-sampai mereka bisa setuju dengan memberikan senjata kepada anak bayi. Seperti dituliskan Charlie Warzel di BuzzFeed, “Muncul katarsis saat kita menonton Baron Cohen memancing pembela hak bersenjata untuk membuat iklan layanan masyarakat untuk menjual senjata kepada anak-anak balita.”

Keusilan terbaru Cohen dalam membuat berita palsu memang bukan untuk mereka yang mudah tersinggung, atau untuk siapapun yang menggemari humor berlapis aktivisme—komedi Cohen bukan soal menyampaikan pesan politis yang ‘melek’, melainkan soal memanfaatkan kerusakan yang ada untuk memproduksi materi terbaik. Meski kelakar yang paling dikenal adalah saat dia menipu para konservatif, Cohen tidak memiliki kompas ideologi apapun, dan tidak ada pesan moral di akhir maupun di dasar pertunjukannya. Pertunjukannya membawa kita ke dalam dunia yang sangat mirip dengan dunia kita, menunjukkan bagian-bagian mendasar yang absurd, dan mengajak kita tertawa. Apa lagi yang bisa kita lakukan?