Menyelami Sisi Hitam Tren Masa Kini Liburan Sambil Operasi Plastik
Seluruh ilustrasi oleh Blake Kirpes

FYI.

This story is over 5 years old.

Wisata Oplas

Menyelami Sisi Hitam Tren Masa Kini Liburan Sambil Operasi Plastik

Liburan dulu diartikan sebagai cari suasana baru, kini bagi pecandu oplas liburan ke luar negeri sama saja kesempatan ganti tampang.

Pernah kepikiran untuk liburan sekaligus menjalani bedah plastik? Kalau iya, jangan khawatir. Kalian enggak sendirian kok. Di antara opsi untuk menjalani operasi payudara di Eropa Timur hingga mencicipi layanan hotel bintang lima di salah satu destinasi wisata paling diincar di dunia, pariwisata medis nyatanya makin populer belakangan ini. Makanya, kalau kalian termasuk segolongan orang yang enggak jiper bakar uang dan gemar "menyakiti diri" pariwisata medis adalah salah satu cara yang menyenangkan untuk memenuhi dua obsesi kalian ini sekaligus mendongkrak keindahan tubuh kalian.

Iklan

Salah satu contoh yang paling gampang adalah spa-spa kesahatan yang ada di Bali. Saban hari, para turis yang datang ke tempat ini akan menjalani serangkaian kegiatan berikut: bangun pagi, menunggang gajah, hiking membelah hutan dan melakoni injeksi botoks—semuanya dilakukan sebelum makan siang.

Atau, kalian mungkin lebih tertarik untuk pergi ke Korea Selatan untuk menjalani bedah plastik. Negera di Asia Selatan itu kini tercatat sebagai negara dengan tingkat bedah plastik per kapita paling tinggi sedunia. Tingginya jumlah bedah plastik di Korsel dipicu oleh populernya estetika "aeygo".

Menurut estetika ini, kecantikan dan kegantengan itu dijabarkan sebagai wajah cantik/ganteng dengan mata yang lebar dan fitur-fitur tubuh seindah dalam filter SnapChat. Aspek lain yang menyebabkan tingginya angka pelaksanaan bedah plastik di Korsel adalah murahnya biaya yang dibebankan ke pasien operasi. Belum lagi, bedah plastik di negeri ginseng dilakukan dengan sangat efeisien.

Tak ayal, banyak wisatawan asing yang sengaja datang ke sana untuk menjalani bedah plastik. Dan semurah apapun prosesnya, wisatawan medis yang datang ke Korsel tetap saja jadi ladang pendapatan bagi Negeri Ginseng.

Korsel menjadi negara dengan jumlah oplas tertinggi per kapita di seluruh dunia. Ilustrasi oleh: Blake Kirpes

Sementara itu di Thailand, perusahaan macam Gorgeous Getaways menawarkan paket yang lebih komplit lagi. "Hanya" bermodal puluhan ribu Dolar, kalian bisa berlama-lama liburan di Thailand, menikmati layanan mewah dan merombak tampang kalian sambil tetap bisa berjemur di bawah matahari Thailand. Privasi kalian? Dijaga habis dong!

Iklan

Dari Asia, kita bisa bergeser ke Afrika. Akhir-akhir ini, Cape Town makin berhasil mengukuhkan dirinya sebagai salah satu tujuan pariwisata medis yang patut diperhitungkan. Sekarang, kalian bisa ikut serta dalam "scalpel safari". Daftar lokasi yang akan dikunjungi seperti ini: minggu pertama, bedah kecantikan. Minggu kedua, jalan-jalan ke hutan melihat singa, leopard, gajah, badak dan kerbau tanjung. Tenang, urutannya bisa diotak-atik kok, asal sudah bayar tentunya.

Cuma kalau kalian mengincar bokong yang cantik, kalian mesti banget melancong ke Brasil. Enam tahun lalu, Pemerintah Brasil menetapkan operasi kosmetik sebagai prosedur yang tak kena pajak dan memastikan layanan dokter bedah mudah diakses dan murah. Lain lagi kalau kalian ingin memperindah bentuk hidung kalian.

Tempat yang harus kalian kunjungi adalah Iran. Negeri Para Mullah ini memang piawai menangani prosedur rhinoplasty alias bedah hidung. Logis sih, di Iran, kaum perempuannya dilarang memamerkan bagian tubuhnya kecuali hidung. Makanya, bagian tubuh yang satu ini harus dibuat secantik mungkin.

Kalau Brasil sekarang jadi negara utama orang yang ingin operasi pengencangan bokong. Ilustrasi: Blake Kirpes

Ironisnya, industri pariwisata medis yang sedang booming justru dapat banyak perhatian karena beberapa insiden tragis. Dua kasus kematian karena operasii kosmetik di Turki dan Rio De Janeiro masuk headline harian terkemuka di dunia—dan dua-duanya melibatkan operasi rombak bokong.

Di seluruh dunia, perempuan—dan nyaris hanya perempuan—mempercayakan nyawa mereka pada tangan-tangan dokter asing demi meningkat “daya tarik” tubuhnya, atau dalam banyak kasus, untuk mendekati standar perempuan cantik masa ini yang belakangan dipegang oleh, katakanlah, Kim Kardhasian.

Iklan

Cuma, kayaknya terlalu gegabah deh kalau kita menuding Kim Kardhasian bertanggung jawab atas obsesi berlebih perempuan atas bedah plastik. Tapi apa iya sih? Bukannya kita justru harus meminta pertanggungjawaban Kim Kardhasian karena seperti yang diungkapkan Jameela Jamil, Kim Kardashian dkk kian hari kian mirip agen ganda sistem Patriarki.

Faktanya, jumlah perempuan yang menjalani operasi kosmetik sudah sangat tinggi. Berkaca pada riset yang dikerjakan International Society of Aesthetic Plastic Surgery, pada tahun 2016 saja, perempuan menjalani 86,2 persen—atau 20.36.655 – prosedur operasi kosmetik di dunia.


Tonton dokumenter VICE menyorot sisi lain bisnis miliaran dollar dari oplas di Korsel:


Dari sekian banyak prosedur bedah plastik, lima jenis yang paling populer adalah pembesaran payudara (pemasangan implan silikon), sedot lemak, operasi alis, Abdominoplasty dan pengencangan payudara. Di tahun yang sama, pria melakukan 13,8 persen—atau 3.264.254—dari seluruh prosedur bedah plastik di dunia. Labiaplasty (atau pengencangan vagina) mengalami peningkatan 45 persen dari tahun 2015. Lalu, coba tebak prosedur operasi kosmetik apa yang paling kurang diminati? Pembesaran penis. Sudah kurang diminati, angkanya turun sebanyak 28 persen lagi.

Wisata oplas makin ngetren di berbagai negara, masalahnya standar keamanannya tidak terjamin. Ilustrasi: Blake Kirpes

"Tak banyak pesan yang sehat tentang bedah kosmetik di luar sana," kata Dr. Gerard Lambe, seorang dokter bedah cum konsultan bedah plastik dan payudara dari Manchester. "Prosedur pengencangan vagina sedang ngetren. Saya paham itu dan tetap melukannya. Dan, ada cukup banyak perempuan di luar sana yang menginginknnya."

Iklan

Melancong ke luar negeri atas alasan kesehatan—atau untuk memperindah tubuh lewat operasi atau tidak—bukan hal yang baru ngetren kemarin sore. Klinik-klinik Mayr di Swiss sudah jauh-jauh hari menawarkan layanan untuk mereset isi perut dan hidup kita setelah kita mau hidup dengan cuma makan roti soda, air dan menjalani colonic irrigation (ngaku aja deh, kalaupun kita pergi ke klinik Mayr, kita sebenarnya enggak pengin perut yang bersih. Yang kita incar sebenarnya perut yang ramping dan kulit yang cerah, ya kan?)

Lalu ada juga yoga retret yoga, boot camp dan pusat detoks di mana kita bisa membayar sejumlah uang cuma untuk membiarkan orang lain mengurusi kesehatan kita selama seminggu penuh. Malah, sekarang ini, pusat rehab pun jadi tujuan wisata. Ya iyalah, kalau kita bisa plesiran ke tempat rebab mewah bernama Crossroad di Antigua, kenapa enggak coba?

Tapi perbedaan besar dan penting antara pusat perawatan bedah dan klinik rehab mahal adalah klinik memiliki staf medis terlatih yang bisa berbahasa Inggris dan menjalankan program yang menjamin keselamatan pasien dan proses penyembuhan setelah kalian meninggalkan fasilitas. Ini belum tentu bisa didapat dari tukang bedah plastik jalanan yang menawarkan solusi murah dari tempat praktek mereka di kota antah berantah mana.

Dr. Lambe kekeuh mengatakan bahwa kunci operasi yang sukses adalah dengan bertemu sang pasien minimal dua kali sebelum mereka setuju dioperasi. "Kalau ragu-ragu, saya akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan. Ada 14 atau 15 pertanyaan yang bisa dijawab dengan mudah dan akan memberikanmu jawaban apabila pasien memiliki dismorfia tubuh."

Iklan

Kenapa dua kali pertemuan? Agar dokter bisa menaksir kondisi dengan tepat, dan memberikanmu peluang untuk berubah pikiran.

Pengencangan wajah adalah salah satu layanan paling laris dalam pariwisata medis. Ilustrasi: Blake Kirpes

Namun apabila kalian baru saja menghabiskan banyak uang untuk mencapai tempat tersebut, kemungkinan besar kalian tidak mau mundur. Lantas kalau ternyata fasilitasnya tidak meyakinkan dan kalian ingin mundur bagaimana? Sudah kepalang jauh nih.

"Tidak enak situasinya, apabila kalian pergi ke Korea, kalian tidak mengerti bahasanya, dan tidak semua orang akan fasih berbahasa Inggris ke dirimu," ujar Lambe, yang setelah berkarir selama 20 tahun semakin khawatir dengan kurangnya peraturan dalam industri turisme medis global. "Ini membuatmu merasa terisolasi, dan rentan. Kalau kalian jauh-jauh pergi ke Korea Selatan, kalian pasti mau operasinya lanjut. Mereka tidak akan berusaha membuatmu ragu-ragu, biarpun kalau kalian sebenarnya prospek yang buruk."

Biasanya kasus-kasus yang tragis bukan datang dari klinik-klinik super mahal, tapi dari perusahaan-perusahaan yang menipu orang dengan taktik marketing nakal dan iming-iming biaya murah. Kalau kalian pergi ke Turki demi operasi pengencangan pantat dan membayar kurang dari $1.000 (sekitar Rp14,8 juta), kemungkinan besar servisnya tidak akan bagus.

Kalian juga tidak akan bertemu dokter yang sama lagi, dan apabila komplikasi terjadi ketika kalian pulang ke tanah air, kalian harus mencari ahli bedah lain yang berpengalaman menghadapi kasus sepertimu. Begitu kalian sudah menemukan ahli bedah seperti ini, mereka tidak punya catatan operasimu atau bahkan tahu jenis operasi apa yang telah kalian lalui. Intinya: Mampuslah kalian.

Iklan

Peluang terjadi komplikasi dan malapraktik sangat tinggi. Ilustrasi: Blake Kirpes

"Yang orang tidak lihat adalah tingkat komplikasi bisa mencapai 30 persen bahkan di pusat-pusat dengan reputasi baik—dan ada banyak sekali yang seperti ini di luar negeri," kata Dr Jim Frame, seorang profesor operasi plastik di Anglia Ruskin University di London, sekaligus menjabat Presiden Asosiasi Dokter Bedah Plastik di Inggris.

Frame adalah tokoh terkemuka dalam industri yang menyadari peningkatan penggunaan media sosial dan pengaruhnya terhadap perempuan muda dan turisme medis. Biarpun begitu, bukan berarti dia merasa ini hal yang buruk. "Rhinoplasty untuk perempuan muda meroket di tempat praktek saya, dan ini menunjukkan kekuatan media," ungkapnya. "Saya mengoperasi seorang perempuan TOWIE dan dia masuk TV nasional beberapa minggu kemudian dan menceritakan manfaat emosional yang dia dapat dari operasinya."

Siapapun yang memiliki pengaruh atas perempuan muda ikut memikul bertanggung jawab, dan banyak orang yang terlibat dalam dunia keruh Insta-marketing yang jauh dari bertanggung jawab. "Saya pernah melihat perempuan di Instagram yang mengidap dismorfia tubuh, mereka terus menjalani operasi sana sini, dan bentuk tubuh mereka di luar apa yang saya sebut normal," ujar Dr Lambe. "Mereka terus merenovasi tubuh—tapi tidak pernah menyebutkan resiko yang mereka ambil. Ini adalah cara yang salah untuk mempromosikannya, dan ini memangsa orang-orang yang rentan."

Tentunya tidak semuanya serba negatif. Kadang, ada cerita-cerita positif yang muncul dari dunia yang amoral ini. Misalnya Ivo Pitanguy, yang meninggal pada 2016. Ayah dari operasi plastik di Brasil ini dikenal sering menangani pasien selebritas—dan mengubah tanah airnya menjadi pemimpin global dalam operasi plastik.

Daftar klien yang dirumorkan pernah mengunjungi pulau pribadinya, Angra dos Reis, untuk dioperasi olehnya mencakup Jackie O, Elizabeth Taylor dan Sophia Loren. Tapi selain mengoperasi 0.01 persen alias kaum elit, dia juga melakukan operasi ke ribuan perempuan—yang memiliki luka bakar dan cacat—secara cuma-cuma.

Ternyata ada hal positif yang bisa keluar dari obsesi kita semua untuk terlihat sempurna.

Artikel ini pertama kali tayang di Amuse.