Pemerintah Bingung Melihat Millenial Kurang Boros? Nih Kami Beri Alasannya
Ilustrasi oleh Dini Lestari.

FYI.

This story is over 5 years old.

Membela Millenial

Pemerintah Bingung Melihat Millenial Kurang Boros? Nih Kami Beri Alasannya

Menkeu mengira anak muda enggak suka beli baju lagi, waktu ditanya tentang anomali konsumsi sepanjang 2017. Seriusan Bu Sri Mulyani? Kami punya alasan yang lebih masuk akal lho.

Konon belum pernah ada kelas menengah se-pelit dan se-ngehek anak milennial zaman now soal pola belanjanya. Para ekonom sampai dibikin heran.

Musababnya, belum lama ini Bloomberg melaporkan anomali perekonomian Indonesia sepanjang 2017. Katanya, kelas menengah Indonesia kurang semangat buang-buang uang. Dampaknya janji Presiden Joko Widodo untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi ke angka 7 persen kembali gagal tercapai tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara. Ia mengaku heran dengan perilaku konsumsi penduduk negara ini, dan secara tidak langsung, dia menuding kambing hitamnya adalah millenial. Menurut Sri, berbagai indikator makroekonomi seharusnya mendukung peningkatan konsumsi. Tercipta empat juta lapangan kerja baru di seluruh Indonesia, gaji pegawai rata-rata meningkat lebih dari dua digit di berbagai sektor, inflasi stabil, dan tingkat suku bunga rendah sudah tercapai.

Iklan

"Semua prasyarat yang mendukung peningkatan konsumsi sudah terpenuhi," kata Sri Mulyani dikutip dari Bloomberg. "Ini agak membingungkan."

Goldman Sachs Group menaksir pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya mencapai, 5,2 persen. Itupun disokong oleh faktor belanja negara. Sementara itu belanja swasta dan ritel relatif stagnan. Enggak naik, enggak turun. Mengingat ekonomi Indonesia ditopang konsumsi, berarti masyarakat tidak sedang bernafsu membelanjakan uangnya. Mereka enggak belanja baju baru, kurang tertarik beli motor kredit, atau gonta-ganti hape kayak dulu.

Dari semua segmen masyarakat, anak muda yang paling jadi sorotan. Mereka masuk kategori angkatan kerja produktif, sedang di masa keemasan, tapi kok enggak… boros? Menkeu mengaku tidak habis pikir menyaksikan keanehan karakter belanja millenial. "Mereka tidak suka gonta-ganti baju," kata Sri Mulyani. "Mungkin mereka cuma punya dua baju, intinya mereka tidak lagi belanja baju."

Semua ini mengindikasikan perilaku konsumsi kelas menengah milenilal kian hari kian hemat atau… pelit. Kenapa semua ini bisa terjadi? Kayaknya saya tahu beberapa alasan anak muda, termasuk saya, makin malas belanja belakangan Bu Menteri. Nih, beberapa argumennya:

INDOKTRINASI MENABUNG SEJAK DINI

Saya sebagai milenial jadi sensi nih mendengar penjelasan menkeu dan para ekonom itu. Kenapa seakan-akan kok kita jadi penyebab wolesnya pertumbuhan ekonomi ya? Padahal kan uang yang kami dapat sebagian ditabung. Bukan buat mabu-mabuan atau buang-buang dolar kayak om-om di casino Singapura-Macau-Monaco.

Iklan

Hal yang bikin kami sebal lagi, anak muda Indonesia sejak kecil diindoktrinasi generasi yang lebih tua supaya rajin menabung. Kini, ketika kami sedang tumbuh ranum bergerak jadi kelas menengah, kami dibilang kurang konsumtif (lagi-lagi) oleh generasi di atas kami.

"Bing beng bang Yok kita ke bank Bang bing bung Yok kita nabung Tang ting tung hey Tau tau kita nanti dapat untung." Kan begitu dulu lirik yang didengungkan ke kami sejak kecil.

Jadi, siapa sih yang mengindoktrinasi kami untuk rajin menabung agar bisa keliling dunia (kami memang lebih suka jalan-jalan)? Sudah cukup kami diproganda generasi tua. Mulai dari propaganda film 'Pengkhianatan G30S/PKI', sampai 'propaganda' menabung dan cinta rupiah. Kalau mau bikin propaganda mbok yang konsisten gitu lho.

BAJU BARU? ALHAMDULILAH

"Anak milenial enggak perlu pakai baju baru setiap hari," kata Sri Mulyani seperti dikutip Bloomberg. "Mungkin mereka sukanya pakai kaos yang sama. Cuma punya dua pasang, seperti Steve Jobs. Saya tidak tahu persis, yang jelas mereka tidak membeli."

Mungkin bener kali ya. Baju kami ya memang itu-itu aja, paling banter beli kaos official merchandise band atau baju panitia acara hima. Kalau sengaja beli pun kami akan lebih memilih beli baju bekas di Pasar Senen daripada pergi ke ritel seperti matahari.

Gini ya pak-bu pengambil kebijakan ekonomi. Boleh dong kami membela diri dan menyampaikan semacam pledoi. Lagi-lagi, kalau sekarang kalian merasa kami kurang suka belanja baju, penyebabnya ya karena sejak kecil sudah diindoktrinasi beli baju tuh sebaiknya setahun sekali doang. Pas lebaran. Itu sudah alhamdulillah.

Iklan

"Baju baru alhamdulillah 'Tuk dipakai di hari raya Tak punya pun tak apa-apa Masih ada baju yang lama!"

Makanya kami sekarang heran. Beli baju baru dulu dikesankan boros, kurang bersyukur. Sekarang enggak beli baju juga dianggap salah. Maunya apa????

KAMI LEBIH SUKA DAPAT PENGALAMAN

"Sometimes you need to get lost to find yourself" Familiar dengan kutipan pseudo-deep inspirational quote di atas? Kayaknya sih semua milenial yang pernah tergila-gila sama jalan-jalan dan mengklaim menemukan "jati dirinya" berkat datang ke tempat baru. Kayaknya memang cuma milenial yang bisa paham makna kutipan di atas! Generasi manapun di atas kita enggak akan pernah paham rasanya hilang dari rutinitas kerja monoton yang gitu-gitu aja dan Semua orang rasanya sudah paham reputasi milenial yang lebih memilih namaste di hamparan sawah Ubud, atau bertualang ke laut-laut kayak Hamish Daud, daripada nyicil rumah atau kendaraan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Airbnb pada 2016 di Amerika Serikat, Inggris, dan Cina, hasilnya mayoritas milenial lebih memprioritaskan traveling daripada membeli rumah atau bayar cicilan barang. Selain itu, lebih dari 80 persen milenial akan mencari pengalaman unik ketika traveling dan pastinya millennial bakal seragam bilang "The best way to learn about a place is to live like the locals do."

Nah, kegemaran milenial jalan-jalan keliling Indonesia atau ke luar negeri, lalu mencari pengalaman baru, sepertinya membuat generasi pendahulu khawatir. Orang tua kita banyak yang resah bagaimana jadinya kelak saat kita menua tanpa punya rumah. Serem sih memang. Tapi sepertinya banyak milenial belum peduli atau terpaksa pasrah, karena emang duitnya enggak ada. Emang duit tumbuh dari pohon?

Iklan

KREDIT MOBIL? HELOOWW!!!

Jangan lupa, kami milennial sering banget dicap hipster. Kami enggak pengen-pengen amat beli Mio matic, atau Avanza. Toh kami lebih suka kerja naik sepeda fixie, meskipun jalan enggak bagus-bagus amat. Kami suka ikut gerakan sosial, kami percaya global warming! Kami selalu ingin jadi bagian aktivisme. Pokoknya banyak dari kami yang percaya asap kendaraan dampaknya buruk buat lingkungan.

Kami lebih suka segala sesuatu yang mudah dan cepat. Daripada kendaraan yang membutuhkan lahan parkir di perumahan atau apartemen. Udah gitu sulit dibawa kemana-mana, milenials lebih memilih naik Ojol (Ojek online) atau taksi online. Daripada ga punya uang buat bayar DP motor atau mobil, kami lebih ngeri kehabisan saldo Go-Pay dan enggak bisa isi ulang. Beli kendaraan? Boros bensin, harus punya parkiran di lahan perkotaan yang makin sempit, belum lagi perawatan. Maaf, kredit-kreditan kendaraan bermotor enggak dulu deh.

HIDUP KAMI SESUAI TREN INSTAGRAM

Enggak ada generasi manapun yang hidup dan dibesarkan bersama dengan berkembangnya teknologi dan sosial media seperti milenial. Jika ditanya manakah sosial media favorit milenial? Jelas bukan Facebook. Itu mah buat orang tua! Tentu saja jawabannya instagram! Menurut survei perilaku konsumen, Instagram merupakan platform media sosial paling berpengaruh yang menduduki peringkat enam yang mempengaruhi keputusan belanja anak muda di bawah usia 35 tahun.

Jujur saja, mungkin milenial akan lebih rela menghabiskan uangnya untuk kuota internet. Milenial akan memilih untuk menghabiskan waktu berjam-jam membangun pesona di instagram, dengan posting instagram story party-party atau atau kegiatan diskusi seni dan baca puisi.

Iklan

Mereka mau jalan-jalan untuk foto-foto ala instagram (atau medsos apapun yang nanti ngetren di masa mendatang), beli baju dan barang vintage juga untuk foto instagram, diskusi dan party-party juga demi instagram, ngopi-ngopi pun untuk instagram, hingga menikah juga ala instagram. Belum lagi tren pamer pesta pernikahan kita (yang ongkosnya mahal banget itu) di Instagram. Pokoknya semua serba pamer foto. Ingat ya, mewujudukan kehidupan ala instagram yang enggak murah. Mending kami nabung lah ya.

NGAJUIN KPR? HMM, MAU TAPI…

Tiap mal yang kami kunjungi, ada iklan MEIKARTA! Tiap jalan tol yang kami lewati terpampang baliho promosi MEIKARTA~ Tiap ruas jalan-jalan berdebu penuh kemacetan ada lagi MEIKARTA! Pokoknya iklan MEIKARTA di mana-mana, tapi percayalah meskipun iklan MEIKARTA segitu gencarnya, milenials lebih lebih suka hidup berpindah-pindah. Aku sendiri punya impian pindah tiap setidaknya lima tahun sekali ke kota-kota yang berbeda. Pemikiran ini ternyata diamini juga oleh jutaan milenial di luar sana.

Jika generasi Baby Boomers pindah tempat tinggal karena tuntutan pekerjaan, tampaknya alasan milenial pindah ke depan bukan sekadar uang. Laporan dari American Institute for Economic Research menjelaskan bahwa milenial tertarik pindah suatu tempat lantaran kesempatan baru yang dibuka di tempat tersebut. Sementara itu penelitian dari Ipsos Public Affairs for Livability menyatakan kalau soal uang memang sih jadi motivasi milenial untuk pindah, tapi faktor-faktor lain juga turut berkontribusi, seperti akses dan teman!

Lagipula, gaji riil anak muda Indonesia sekarang enggak cukup buat beli rumah yang layak, boro-boro ngejar kenaikan inflasi.

Begitulah. Beli rumah enggak ada duit, kalau pengin nikah biayanya mahal banget, sementara gaji mepet cuma buat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terus kami masih diminta belanja sama pemerintah, diminta lebih boros dari sekarang? Sori-sori deh.