FYI.

This story is over 5 years old.

stream of the crop

Berikut 8 Album Keren yang Patut Kalian Hajar Pekan Ini

Mulai dari American Pleasure Club, Superchunk, dan Nipsey Hussle top. Album-album ini yang kami jamin dapat menyegarkanmu semingguan penuh.

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey

Setiap pekan, staf Noisey menulis daftar album, mixtape, dan EP terbaik dan paling penting. Kadang daftar ini mencakup rilisan yang sudah pernah kami tulis; kadang berisikan album yang menurut kami layak didengar tapi tidak sempat ditulis. Hasilnya sudah pasti tidak komprehensif maupun adil. Selamat menikmati.

American Pleasure Club: A Whole Fucking Lifetime of This

Ini adalah album terbaik Sam Ray sebagai Teen Suicide atau Julia Brown atau Ricky Eat Acid. Pokoknya ini album terbaik tahun 2018 sejauh ini. Fucking Lifetime mengambang di antara bunyi serebral, sampel berdistorsi, dan bunyi akustik kaset—beberapa sudut berbeda untuk mengartikulasikan cinta dan adiksi masa lalu yang menyakitkan. “Let’s Move to the Desert,” yang mencuri cover Endless versi Frank Ocean dari “At Your Best (You Are Love)”-nya the Isley Brothers adalah usaha untuk mengabadikan momen sepersekian detik yang sempurna. Ini bukti bahwa Ray memiliki kemampuan yang langka—yang juga muncul dalam karya-karya ambientnya—untuk mengubah momen negatif hidup menjadi sesuatu yang indah. —Alex Robert Ross

Iklan

Superchunk: What a Time to Be Alive

Ketika Superchunk mengumumkan di akhir tahun lalu bahwa mereka akan merilis album baru di 2018 (pertama kalinya semenjak I Hate Music pada 2013), rasanya seperti mendengar pertanda bagus di awal tahun. Rasanya agak norak untuk mengatakan bahwa band asal North Carolina ini “adalah apa yang kita butuhkan sekarang” tapi faktanya Superchuck adalah sebuah band yang mampu mengungkapkan rasa kekecewaan lewat medium lagu pop berdurasi 3 menit. Di What a Time to Be Alive, rasa kekecewaaan ini bernada politis. Superchuck jelas sadar bahwa dunia sedang berada di tempat yang mengecewakan sekarang. Sebagai respon, mereka menghadiahi kita semua 11 lagu pop-punk yang mengandung elemen yang kita butuhkan: rasa kemarahan, emosi, dan hook catchy yang menggambarkan kemarahan kita semua. —Lauren O’Neill

Nipsey Hussle: Victory Lap

Nipsey Hussle membutuhkan lebih dari satu dekade untuk merilis album debutnya, tapi dia sudah membuktikan diri sebagai musisi veteran West Coast. Album berjudul Victory Lap ini sangat mulus dan penuh percaya diri, berisikan synth G-funk dan meditasi samar. Kolaborasi bareng Kencrick Lamar di lagu “Dedication” dan “Rap N****s” adalah perwujudan California dreaming yang sempurna. “Hussle & Motivate” menyalurkan lagu Jay-Z “Hard Knock Life” menjadi sampel trap yang heavy, sementara Puff Daddy meminjamkan talentanya di lagu “Young N****”. Seolah menyisir masa lalu dan masa kini Los Angeles dan New York, Victory Lap menjadi bukti bahwa album debut bisa sarat dengan pengalaman. —Phil Witmer

Iklan

Alva Noto / Ryuichi Sakamoto: Glass

Dentingan alat dapur bukanlah bunyi yang paling enak didengar dan bunyi kaca pecah justru bisa menimbulkan rasa panik, tapi bentuk kolaborasi terakhir antara Alva Noto dan Ryuichi Sakamoto mengeksplorasi kedamaian dalam rapuhnya benda yang terbuat dari gelas. Pada 2016, mereka menyambangi Glass House Philip Johnson di New Canaan, Connecticut, membawa mangkok kaca, keyboard, dan menempelkan mikrofon ke panel gedung, menggedor tembok dengan martil dan melihat tekstur sonik macam apa yang akan dihasilkan. Mengingat status mereka sebagai dewa ambient, hasil eskperimen ini sudah bisa ditebak: jarang sekali gelas bisa terdengar segini indahnya.—Colin Joyce

Tor Lundvall and John B. McLemore: Witness Marks

Bagian dari keriaan dan tragedi dari penggambaran podcast ngetop S-Town terhadap pembunuhan dan konspirasi di sebuah kotak kecil Alabama adalah sisi lain para pemandu tur setempatnya dan subyek John B. McLemore. Menjadi figur ayah terhadap pemuda-pemudi bermasalah di kota, dan juga seorang yang penuh misteri, kehidupan horologis yang nyentrik ini sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Bahwa beberapa bulan setelah podcast ini dirilis, tetap saja banyak misteri seputar dirinya. Kabarnya, McLemore memiliki hubungan korespondensi dengan pelukis dan komposer ambient Tor Lundvall, yang hasil kartanya dia kagumi, dan bahkan pernah menciptakan sebuah mix tribute dari hits-hits terbaik Lundvall.

Iklan

Minggu ini, Lundvall dan label eksperimental Dais Records merilis sebuah koleksi dari rekaman korespondensi mereka—remix dari karya musik Lundvall termasuk field recording dari alam terbuka dan bunyi dentingan jam, ingatan menghantui dari seorang figur yang nyawanya dipanggil terlalu muda. Lagu-lagu yang kosong dan suram ini menimbulkan perasaan sedih, terutama setelah McLemore merenggut nyawanya sendiri, tapi juga menghibur untuk membayangkan dirinya mengotak-atik rekaman ini sendirian. —Colin Joyce

Shannon & the Clams: Onion

Tenggelam dalam rasa sakit sambil berusaha tegar, album kelima kuartet asal Oakland ini adalah sebuah eulogi dan tribut kepada 36 orang yang meninggal dalam insiden kecelakaan Ghost Ship pada Desember 2016. Ritme doo-wop dan melodi pinjaman dari girl-group band ini selalu terasa melankolis, tapi kali ini juga mentah dan pedih, mulai dari anthem outcast “Backstreets” hingga lagu ballad lambat “Did You Love Me.” Shannon Sahw dan Cody Blanchard telah menyempurnakan kemampuan mereka menulis melodi juga di sini, menghasilkan album mereka paling aksesibel sejauh ini. Chorus catchy bukan berarti nostalgia semata.—Alex Robert Ross

Itasca: Morning Flower

Kayla Cohen, seorang gitaris solo, merilis album pada 2016 untuk Paradise of Bachelors berisikan perjalanan pribadi lewat tembang-tembang instrumental kering. Apabila album-albumnya cenderung berisikan deksripsi lanskap, kaset ini menggambarkan nuansa sebuah gua di berbukitan. Ada teknik gitar fingerpicking psych-trance dan melankoli yang penuh kesabaran di sini, semuanya dibalut bunyi desis magnetik yang semakin menambah nuansa isolasi. Morning Flower merupakan sebuah kolaborasi dengan ahli ekologi, Gunnar Tchida, yang menyumbang artwork dan judul lagu, tapi tetap menyalurkan semangat album-album terbaik Itasca tanpa bantuan pihak luar—semacam pencarian kosmik tanpa jawaban yang jelas.—Colin Joyce

Rejjie Snow: Dear Annie

Rapper berumur 24 tahun asal Dublin ini sudah menjanjikan sebuah album debut selama hampir lima tahun (menggunakan nama Dear Annie, luar biasanya). Menarik bagaimana sound dan flow-nya sudah berkembang dewasa seiring waktu, dan bagaimana komunitas hip-hop Amerika selalu mendukungnya (dia bagian dari 300 Entertainment). Dia juga tentunya banyak belajar setelah pergi tur bareng Madonna dan dikontrak oleh perusahaan manajemen milik Elton John. Tapi untuk sekarang, kita bisa menikmati sebuah album penuh dari seorang artis yang hampir sekali menjadi sosok yang lengkap. Dia memandang kasih sayang dan nafsu sebagai satu kesatuan, dan ini dilontarkan dengan bahasa Perancis sederhana yang sadar diri: "désolé," "mon amour," "She say, 'bonjour, bonsoir' / Saya suka telur / Saya mengatakan, ‘saya suka FIFA, kayak seks.’”. Semua ini disajikan dalam sebuah album berisikan 20 lagu yang tidak pernah membosankan. Rasanya hanya masalah waktu sebetul dia menjadi bintang besar. —Alex Robert Ross

Colek dan follow akun resmi Noisey di Twitter.