Kericuhan Wamena

Eksodus Warga Akibat Rusuh Wamena, Pengungsi Diharap Jadi Prioritas Semua Pihak

Pemicu kerusuhan simpang siur, sempat menyulut kemarahan rasial di medsos. Berbagai pihak, termasuk aparat dan pemerintah setempat, terus berusaha meredakan tensi di lapangan.
Eksodus Warga Akibat Rusuh Wamena, Pengungsi Diharap Jadi Prioritas Semua Pihak
Ribuan warga memadati bandara Wamena, pada 24 September 2019, meminta TNI menerbangkan mereka ke luar kota. Foto oleh Vina Rumbewas/AFP

Disinformasi terparah tahun ini terjadi di Kabupaten Wamena, Provinsi Papua. Unjuk rasa pelajar pekan lalu dipicu kabar bohong soal ucapan rasial guru memicu kerusuhan besar, pembakaran fasilitas publik, serta tewasnya warga pendatang oleh aksi milisi lokal. Sejauh ini 33 orang tewas, sementara 63 lainnya luka-luka, dan 5.500 orang mengungsi. Kebanyakan pengungsi adalah warga Papua yang berasal dari etnis non-Papua.

Iklan

Kekerasan itu begitu mengerikan, membuat sebagian warga dari luar daerah yang merasa sudah bersaudara dengan penduduk asli Wamena mengalami trauma. Salah satunya adalah Akas, 50 tahun, pendatang asal Sulawesi Selatan yang bertahun-tahun mukim di Wamena. "Kita tak menyangka akan seperti ini kejadiannya dan memang trauma karena waktu itu orang sedang aktivitas di toko pagi-pagi jam 8, kita tiba-tiba didatangi, diserang, jadi bingung kita mau bikin apa," ujarnya seperti dikutip dari ABC.

Meski begitu, Akas mengaku masih percaya bila insiden ini tak dilakukan oleh warga asli. Karenanya, dia memutuskan akan tetap kembali ke Wamena bila keadaan sudah berangsung normal. "Kalau kita mengungsi banyak hal yang muncul, seperti berpisah sama anak dan keluarga. Jadi saya putuskan di sini saja. Kami tidak akan keluar dari Wamena," tandasnya.

Hasanudin, lelaki asal Jawa Tengah yang bekerja sebagai tukang pangkas rambut di Kota Wamena, mengaku tak punya harta benda yang tersisa. Lelaki yang sehari-hari tinggal di Kecematan Sanagma itu menyelamatkan diri membawa sepasang baju dan celana saja. "Saat terjadi kericuhan, saya langsung tutup dan lari ke Kodim," ujarnya seperti dikutip dari SuaraJatim.

"Sisa [uang] yang masih ada dari situ [dipakai] naik pesawat Hercules. Sampai ke Timika transit ke Biak baru ke Makassar dan turun di Semarang."

Selama lima hari terakhir, eksodus warga yang berusaha menyalamatkan diri terus berlangsung. Konsentrasi massa terbesar ada di Bandar Udara Wamena. Sebagian berhasil menumpang pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara untuk diterbangkan ke Jayapura. Sebagian melanjutkn perjalanan ke Makassar, ataupun Surabaya. Sementara yang memilih bertahan ditampung lebih dulu di bandara, sebelum nantinya dipulangkan ketika keadaan lebih kondusif.

Iklan

Menurut keterangan Wakapolda Papua, hingga hari ini, Senin (30/9), total pengungsi mencapai 8.000 warga Wamena. Sebanyak 3.213 orang pengungsi telah dievakuasi ke Jayapura. kebanyakan terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak, merujuk informasi yang dihimpun Kompas.

Sejumlah perusuh yang melakukan pembakaran fasilitas publik, dan yang telah menyebabkan 33 orang tewas di Wamena telah diamankan. Hal ini dikonfirmasi oleh Presiden Joko Widodo

"Polisi telah menangkap beberapa tersangka yang melakukan pembunuhan dan pembakaran yang ada di Wamena," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan, kepada awak media. Presiden menyatakan narasi kerusuhan di Wamena jangan diarahkan kepada konflik etnis. Sepanjang akhir pekan lalu, beberapa pengguna medsos asal Sumatra Barat meluapkan kekecewaan atas insiden Wamena dengan tagar dan ucapan rasial. Sembilan korban tewas berasal dari Sumbar.

Walau tak menyebut identitas tersangka, Jokowi menyatakan para perusuh adalah anggota kelompok kriminal bersenjata yang selama ini meneror aparat di Papua. Presiden menegaskan kerusuhan yang selama ini terjadi di Papua, bukanlah merupakan konflik etnis, melainkan ulah dari kelompok kriminal bersenjata

"Jadi jangan ada yang menggeser-geser menjadi seperti sebuah konflik etnis, itu bukan [konflik etnis]. Ini adalah kelompok kriminal bersenjata yang dari atas di gunung turun ke bawah dan melakukan pembakaran pembakaran rumah warga," ujarnya.

Iklan

Pihak kepolisian menambahakan bila pelaku pembakaran terhadap rumah warga, kantor pemerintah, PLN, hingga kios-kios penopang ekonomi Wamena bukan penduduk setempat. Adapun warga asli justru banyak membantu memberi perlindungan kepada pendatang yang rumah dan tokonya dibakar. Sebagaimana dikutip dari laporan Detik, Polisi telah menetapkan lima tersangka utama.

"Dari hasil pemeriksaan lima tersangka yang sudah ditetapkan oleh Polres Wamena, pelakunya sebagian besar bukan pelaku dari Wamena sendiri, tapi juga berbaur dengan pelaku dari luar Wamena," kata juru bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada awak media.

Dedi memang belum merinci peran masing-masing kelima tersebut karena Polisi masih fokus memperbaiki fasilitas publik yang rusak akibat gelombang api kerusuhan. "Saat ini fokus aparat keamanan melakukan proses rehabilitasi terhadap fasilitas yang rusak, itu pun langsung mendapat dukungan dari pemerintah pusat, agar bisa cepat pulih kembali," ujarnya.

Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini meminta aparat fokus untuk memulihkan trauma pengungsi, karena mereka yang butuh bantuan terbesar saat ini. "Pemerintah dan aparat harus mengarahkan seluruh sumber daya pengamanan serta fasilitas untuk menyelamatkan nyawa warga negara," ujarnya saat dihubungi media. "[Presiden] perlu mengevakuasi dan menempatkan mereka di tempat yang aman dengan perlindungan total aparat."

Untuk meredakan tensi di lapangan, Gubernur Papua Lukas Enembe memastikan pemerintah daerah siap merekonstruksi dan merehabilitasi seluruh aset yang terbakar. Mulai dari kios dan toko, baik milik Pemda maupun masyarakat. Dia juga menyampaikan permohonan maaf dan ungkapan duka atas insiden pecahnya kerusuhan yang menyebabkan korban jiwa tersebut.

"Dengan jaminan keamanan, Insya Allah nanti para pengungsi yang sudah ditampung, ada di Polres Jayapura, ada di Kodim, kemudian di gereja, dan masjid-masjid," kata Lukas. "Nanti berangsur-angsur kalau kondisi psikologisnya cukup baik akan dikembalikan ke Wamena."