Persoalan Ojek Online

Kasus Pelecehan Seksual Ojek Online Terulang, SOP Pencegahan Dianggap Belum Memadai

Pegiat perempuan menganggap kasus pelecehan penumpang oleh pengemudi ojol di Surabaya diperburuk oleh budaya serta sistem perekrutan mitra yang harus lebih ketat.
Kasus Pelecehan Seksual Ojek Online Terulang, SOP Pencegahan Dianggap Belum Memadai
Pengemudi ojek online di jalanan Jakarta. Foto oleh Garry Lotulung/Reuters

Seiring aplikasi transportasi online seperti GO-JEK dan Grab digandrungi masyarakat Indonesia, kasus-kasus pelecehan seksual dalam moda transportasi itu pun ikut menjamur.

Kejadian tidak mengenakkan baru saja dialami perempuan bernama Belafitria di Surabaya, Selasa (13/8) lalu. Beritanya menjadi viral ketika foto dan ceritanya tersebar di internet. Dalam foto tersebut terlihat raut muka Belafitria yang trauma. Berdasarkan laporan suara.com, Belafitria memesan layanan Grab Ride dari arah Dukuh Kupang, Surabaya dengan tujuan Kupang Krajajan IV, Surabaya.

Iklan

Dalam perjalanannya tiba-tiba pengemudi Grab motor, Fatchul Fauzy (27) yang memboncengi Belafitria membelokan motornya ke Rusunawa, Sumur Welut, Lakarsantri, curiga karena jalan yang dilewatinya semakin gelap dan sepi, memicu pertanyaan dalam benak Belafitria, "Kenapa Mas kok dilewatkan jalan yang sepi?" ujarnya. Dengan satu tangan Fatchul kemudian melancarkan aksi cabulnya dengan menggerayangi paha kiri Belafitria. Kaget, Bellafitria langsung loncat dan berteriak sambil berlari ke arah kerumunan warga.

Kurang dari 24 jam, Fatchul sudah ditangkap oleh aparat kepolisian. Namun, insiden mengerikan ini, tentunya meninggalkan rasa kekhawatiran masyarakat.

Berdasarkan laporan BBC, Petisi tersebut terus diupdate seiring dengan kasus pelecehan seksual yang terus terjadi. Jumlah kasus yang terus bertambah ini tentunya, menandakan adanya permasalahan yang cukup serius.

Kejadian serupa juga terjadi pada AN (19). Dia mengaku telah dirampok dan lecehkan saat naik Grab Car 2018 lalu, kasus pelecehan seksual mengerikan lainnya, juga terjadi Juli 2017 lalu, pengemudi Grab Car bernama Dicky berusaha untuk memperkosa penumpangnya di daerah Gowa, Sulawesi Selatan.

Dia memaksa korban memeluknya, dan berusaha untuk meremas payudara korban, baru-baru ini Video viral yang diunggah oleh pemilik akun @dearcatcallers.id juga menyulut keamarahan publik. Dalam video tersebut menunjukkan pengemudi Grab motor berusaha menggerayangi paha penumpangnya. Sambil menangis, dan ketakutan penumpang berinsial P ini memberanikan dirinya merekam aksi keji driver ojol ini dengan maksud akan melaporkan perbuatan tak menyenangkan yang dialaminya.

Iklan

SOP pencegahan dan penanganan pelecehan seksual Grab, dan Gojek sebetulnya sudah tersedia. Mitra pengemudi yang kedapatan melakukan pelecehan baik itu verbal, maupun non verbal akan langsung diberhentikan kemitraanya, pelatihan terhadap mitra pengemudi sebelum diberikan lisensi resmi pun sudah dilakukan oleh kedua pihak penyedia transportasi online ini. Tetapi mengapa insiden pelecehan seksual di ojek online terus terjadi?

Persoalannya, penyedia jasa ojek online juga tidak tangkas menangani pelecehan seksual yang dialami penumpangnya. Misalnya pada Oktober 2018 lalu, akun Instagram @indonesiafeminis mengunggah tangkapan layar yang berisi pengakuan perempuan yang dilecehkan pengemudi Grab, unggahan itu kemudian di- repost akun gosip, sehingga viral.

Unggahan tersebut bertuliskan demikian: "Kemarin, salah satu teman terbaik saya mendapat pelecehan seksual oleh pengendara mobil Grab. Dia mencium teman saya di bibir. Selain itu dia tidak bisa melakukan apa-apa karena terlalu takut akan dibunuh. Pengendara juga memaksa teman saya memberinya lima bintang ketika masih ada di dalam mobil."

Permenhub No. 118 tahun 2018, tepatnya dalam Pasal 32 ayat 2, telah menjelaskan bahwa penyedia ojek online wajih menyediakan perlindungan terhadap penumpang. Perlindungan itu meliputi aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan, layanan pengaduan dan penyelesaian permasalahan penumpang

Namun respons Grab Indonesia dalam menanggapi masalah di masa lalu sempat dianggap tidak profesional. Grab malah ingin mempertemukan terduga pelaku dengan penumpang. Azriana selaku Ketua Komnas perempuan menilai upaya yang dilakukan Grab itu salah langkah dan tidak serius karena lebih memilih jalan “kekeluargaan” ketimbang lapor polisi.

Iklan

"Kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Tindakan-tindakan yang dapat menghambat pemulihan korban harus dihindari," kata Azriana berdasarkan laporan Tirto. Menurutnya, mempertemukan korban dengan pelaku jelas akan memicu trauma.

Upaya preventif Grab terhadap kasus pelecehan seksua sebenarnya telah dimutakhirkan setelah rentetan kasus tersebut. Grab menambahkan fitur yang bisa mencegah terjadinya tindakan pelecehan seksual dalam fitur Share My Ride, selfie authentication, uji kamera keamanan, hingga tombol darurat. Meski demikian, Menurut Azriana, Grab masih perlu memperbaiki sistem perekrutan mitra pengemudinya.

Rentetan kejadian tidak menyenangkan lainnya juga terjadi di GO-JEK, seperti yang diwartakan Detik, pada 2018 lalu. Korban berinisial ABK (28) memesan layanan GO-CAR dari Bandara Internasional Soekarno Hatta, saat korban tertidur, di tengah perjalanan Angrizal Noviandi (30) pengemudi sekaligus tersangka membawa mobilnya keluar tol menuju tempat sepi, lantas menggerayangi korban. Saat hendak diperkosa, sambil ketakutan korban akhirnya membuat strategi dengan mengaku kepada pengemudi bahwa ia tengah hamil 2 bulan. Tersangka melepaskannya di tempat sepi. Untuk menutupi aksi kejinya, ia membawa kabur ponsel korban.

Menurut Rika Rosvianti, Pendiri komunitas pemerhati pelecehan seksual di transportasi urban, perusahaan transportasi berbasis online harus menjalin kemitraan dengan LSM. Tujuannya membangun sistem yang lebih komprehensif, terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terjadi.

Iklan

"Jadi bukan hanya sekadar formalitas penyelenggaraan pelatihan. Ini penting setidaknya agar bisa memiliki dan membuat SOP pencegahan dan penanganan pelecehan seksual," ujar Rika dalam keterangan tertulis.

Grab Indonesia tak kunjung membalas permintaan komentar dari VICE. Dihubungi terpisah, Devin selaku Corporate Communications GO-JEK, menngaku setiap laporan kekerasan seksual yang diterima oleh pihakny langsung ditangani oleh Unit Darurat. Unit tersebut bertugas menemui korban, mendalami kasus, dan menawarkan bala bantuan yang diperlukan. "Bantuan yang diberikan mencakup tindakan medis untuk pemeriksaan fisik, pengobatan, serta layanan pendampingan oleh psikiater sebagai dari proses penyembuhan trauma," kata Devin kepada VICE.

Devin mengaku saat ini pihak GO-JEK telah menggandeng Hollaback!, LSM yang berfokus mencegah dan menghentikan kekerasan seksual di ruang publik, serta institusi Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan kepolisan setempat.

Sebetulnya, kementerian KPPPA memiliki sarana pengaduan masyarakat yang dapat dimanfaatkan korban untuk mengadukan kasus-kasus pelecehan yang dialaminya.

"Untuk itu, salah satu tujuan yang ingin dicapai KPPPA, yakni menjalin kerja sama dengan stakeholder yang bersinggungan langsung terhadap upaya perlindungan anak dan perempuan agar bisa tercipta suasana yang ramah bagi anak dan perempuan. Ini penting dilakukan untuk menumbuhkan citra bahwa industri transportasi online ini menjamin hak-hak perempuan," ujar Rafail selaku Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dihubungi terpisah, Grab mengaku akan terus memperbaiki SOP penanganan kekerasan seksual, termasuk aspek pengawasan mitra pengemudi, lewat keterangan tertulis kepada VICE.

"Grab melakukan kolaborasi resmi dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai upaya mencegah dan menangani aduan pelecehan seksual, misalnya sudah diadakannya pelatihan Safety Roadshow pada bulan Juli 2019 terkait Perlindungan Penumpang dan Mitra Pengemudi Perempuan bagi para mitra pengemudi Grab di Surabaya, Medan, Bandung dan Makassar, setelah sebelumnya dilakukan di Jakarta. Hal ini merupakan bagian dari kemitraan dengan Komnas Perempuan sejak akhir 2018 lalu untuk memastikan pendekatan komprehensif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk pelatihan bagi mitra pengemudi, peningkatan SOP/prosedur, pembekalan bagi internal perusahaan, pembentukan tim khusus penanganan kasus serta rekomendasi pendampingan."

VICE turut meminta pendapat Mariana Amuruddin, komisoner di Komnas Perempuan, yang merasa pelecehan perempuan di transportasi online juga terkait dengan budaya di Indonesia. Masyarakat masih menganggap pelecehan di ruang publik hal yang wajar. "Publik memandang perempuan dipandang baperan dan terlalu sensitif. Jadi sangat mudah untuk disalahkan. Nah pandangan-pandangan seperti ini yang seharusnya dihilangkan."

Mariana menilai pelecehan seksual terhadap perempuan bukan hanya di ojek online saja, tetapi di seluruh ruang publik. Artinya untuk mengikis budaya itu, harus ditopang penegakan hukum yang tegas. "Selama budaya kita belum bisa melihat pelecehan itu sebagai suatu hal serius, maka kebijakan negara harus diaplikasikan ke seluruh ruang publik, termasuk di seluruh transportasi umum, bukan hanya di transportasi online saja," tandasnya.