Ukraina

Putin Punya Musuh Tak Terduga: Kelompok Anarko Rusia yang Sabotase Jalur Kereta

Kelompok anarkis BOAK di Rusia mengaku bertanggung jawab atas sejumlah tindakan sabotase di negaranya, yang dilakukan guna menghambat ambisi perang Vladimir Putin.
Kelompok Anarko Rusia BOAK Menyabotase Jalur Kereta Untuk Menghentikan Ambisi Perang Vladimir Putin
Foto: BOAK

Pada akhir Juni 2022, sekelompok anarkis di Rusia menyelinap masuk hutan, sekitar 96 kilometer di timur laut Moskow, untuk menyabotase invasi yang dilancarkan Vladimir Putin ke Ukraina. Dengan wajah tertutup, mereka melumpuhkan rel kereta api yang menjadi akses utama penyediaan senjata bagi militer Rusia. 

Mereka mencari target pakai Wikimapia, sumber daya peta daring hasil gabungan Google Maps dan sistem wiki yang berfungsi melabeli fitur geografis. Setibanya di lokasi, mereka segera mempreteli lusinan baut bantalan rel hingga sambungannya merenggang. Mereka kemudian membubuhkan “BO(A)K” pakai spidol putih sebelum meninggalkan hutan. Sinyal kereta sengaja dibiarkan tetap berfungsi untuk memberi kesan seolah-olah tidak terjadi kerusakan.

Iklan

“Kami melihat konflik yang terjadi di Eropa Timur saat ini sebagai tahap regional dari perjuangan global,” ujar juru bicara BOAK, organisasi komunis anarkis di Rusia, dalam wawancara tertulis. “Kekalahan dan runtuhnya rezim Putin bisa menjadi kesempatan bagi setidaknya rakyat Ukraina, Belarus dan Rusia untuk mengambil langkah penting menuju pembebasan sosial.”

Semua narasumber dalam artikel ini merahasiakan identitas mereka demi keselamatan masing-masing.

BOAK telah mengumumkan lewat kanal Telegram dan postingan blog, pihaknya yang menyabotase rel kereta. Kepada kantor berita France24, para anggota menyebut aksi semacam ini hemat biaya, mudah dilakukan orang awam dan tidak akan mencelakai warga sipil.

Rel kereta renggang di bagian utara Moskow. Foto: BOAK

Rel kereta renggang di bagian utara Moskow. Foto: BOAK

The Insider, outlet media independen berbahasa Rusia, mengungkapkan, telah terjadi setidaknya 63 kasus kerusakan rel dalam kurun tiga bulan sejak Putin menyatakan perang. Namun, situs itu juga mencatat beberapa contoh kasus kerusakan yang mungkin disebabkan oleh kegagalan mekanis. Sejumlah serangan dilancarkan bersama petugas rel kereta, peretas dan para pembangkang di Belarus, Rusia dan daerah-daerah lain yang masih satu wilayah. Pegiat hak asasi manusia melaporkan, dalam beberapa bulan sejak invasi, setidaknya ada 11 pembangkang di Belarus yang ditangkap lantaran melakukan sabotase.

Iklan

Aksi merusak jalur kereta bukanlah tindakan pertama yang dilakukan BOAK sebagai bentuk protes. Pada April, organisasi tersebut juga mengaku bertanggung jawab atas kebakaran kabel listrik di sebuah menara telepon seluler. Tujuan mereka yaitu untuk memutus komunikasi antara polisi dan pasukan militer. BOAK lebih lanjut mengklaim telah membakar menara telekomunikasi milik perusahaan Turki di wilayah Kyiv beberapa tahun sebelumnya. Menurut anggota, mereka melakukannya sebagai bentuk solidaritas mendukung Revolusi Rojava yang pecah di bagian utara dan timur Suriah.

Para pembangkang lain menjadikan pusat perekrutan dan pendaftaran anggota militer Rusia sebagai sasaran utama. Berdasarkan pemberitaan media lokal dan informasi yang beredar di Telegram, telah terjadi sedikitnya 23 serangan di instansi pemerintah sepanjang Februari-Juli lalu, yang 20 di antaranya melibatkan pembakaran. Walau aksi gerilya kadang-kadang terekam dalam video, BOAK mengungkapkan tindakan perlawanan semacam ini terjadi secara spontan dan terpisah. 

Iklan

BOAK mengamini pentingnya mengambil langkah nyata untuk menjatuhkan Putin dan mesin perangnya Namun, para pembangkang juga harus memikirkan bagaimana tindakan sabotase dapat menciptakan kekuatan, keterampilan dan kekuatan baru yang diperlukan guna mewujudkan tujuan politik revolusioner jangka panjang mereka.

“Kami menganjurkan revolusi sosial sebagai pengganti Tatanan Dunia yang statis dan kapitalis,” tulis BOAK dalam pernyataan resminya. “Yang diatur oleh pemerintahan yang dijalankan sendiri dan kontrol kolektif atas ekonomi berdasarkan kebebasan, kesetaraan dan solidaritas.”

“Kita tidak butuh diktator, presiden dan parlemen,” jelasnya. “Kami menentang parlementarisme bahkan di negara-negara ‘demokratis’ sekalipun.”

BOAK menegaskan mereka tidak menganut Marxis-Leninisme. Para penganut ideologi Marxis-Leninisme percaya kita perlu merebut kekuasaan negara untuk menciptakan masyarakat yang tidak mengenal kelas dan negara. Namun, kelompok anarkis melihat cara ini hanya akan menciptakan struktur hierarkis baru ketika pejabat partai mau tak mau menjadi kelas penguasa baru.

Sebaliknya, kelompok anarkis komunis ingin membangun kekuatan dari bawah dengan mengembangkan jaringan sukarela non-hierarkis yang terdesentralisasi. Kelompok atau komunitas dalam suatu jaringan, kadang-kadang disebut federasi, masing-masing memiliki struktur pengambilan keputusan, pengaturan ekonomi dan sosial unik dengan cara yang saling menguntungkan. Dalam suatu federasi, mungkin akan ada unit lebih tinggi yang berfungsi mengatur tugas tertentu, tapi mereka tidak dapat memaksakan perintah pada unit yang lebih rendah. Hal ini berbeda dari sistem pemerintahan hierarkis kebanyakan. 

BOAK mengatakan, tindakan langsung, seperti merusak rel kereta, mencerminkan etos anarkis orang-orang yang bertindak sendiri, tanpa izin dari otoritas.

“Perjuangan parlemen di Rusia modern bukan hanya tidak mungkin, tapi juga bertentangan dengan prinsip anarkis dari keterlibatan langsung orang dalam mentransformasi masyarakat, [dan] mengajarkan orang untuk memercayai ‘pakar politik profesional,’” tulis juru bicara BOAK. “Sebaliknya, tindakan langsung menjadi alat mengatasi keterasingan, bahwa orang bisa ikut andil dalam pengambilan keputusan dan mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Mereka tak perlu lagi menunggu perintah dari kelompok Minoritas yang berprivilese.”

Tapi tentunya, mengambil langkah nyata sangatlah berbahaya, terutama jika kamu tinggal di negara bersenjata berat. Para pembangkang yang tertangkap kerap menjadi korban penganiayaan oleh aparat, sedangkan aktivis anti-perang menghadapi ancaman hukuman penjara yang lama. Ambil contoh Vladimir Sergeev dan Anton Zhuchov, dua pengunjuk rasa yang menjalani hukuman 10 tahun penjara karena kedapatan membawa bom molotov saat berdemonstrasi. Mereka sempat melakukan percobaan bunuh diri, tapi berhasil diselamatkan dan dipenjara lagi.