pengakuan korban selamat gang sempit Itaewon, Seoul saat terjadi tragedi tewaskan 156 orang
Pesta Halloween yang diadakan di Itaewon, Korea Selatan, seharusnya menjadi perayaan kebebasan usai dua tahun pandemi. Namun, kemeriahan itu berujung tragedi. Foto: Baek Yun-beom.
Korea Selatan

'Rasanya Seperti di Neraka': Kesaksian Sosok Terjebak Momen Mematikan di Itaewon

Menurut korban selamat, orang tetap asyik berpesta di tengah tragedi pesta Halloween mematikan di Seoul, meski puluhan jasad bergelimpangan tak jauh dari mereka.
Junhyup Kwon
Seoul, KR

Malam itu, saya mendatangi Itaewon dengan satu misi: meliput kemeriahan perayaan Halloween di pusat hiburan ibu kota Seoul, Korea Selatan. Saya tak pernah menyangka pesta malam itu akan menjadi tragedi terburuk sepanjang sejarah negara saya. Korban tewas hingga 1 November 2022 akibat saling dorong dan terinjak mencapai 156 jiwa.

Saya bersama fotografer Baek Yun-beom berangkat sekitar pukul setengah delapan malam. Kami berharap bisa mengabadikan momen yang spesial bagi anak muda, mengingat masyarakat Korea Selatan baru meramaikan penghujung Oktober dengan pesta Halloween beberapa tahun belakangan. Muda-mudi keluar malam hari untuk bersenang-senang dalam balutan kostum terniat mereka.

Iklan

Kami mewawancarai orang yang berlalu-lalang di sekitar lokasi keramaian. Sebagian besar jawaban yang kami terima ialah betapa senangnya mereka bebas berpesta tanpa rasa khawatir menjadi bahan omongan orang banyak. Ini juga pertama kalinya mereka bisa keluar rumah tanpa masker, berhubung Negeri Ginseng baru melonggarkan kewajiban pakai masker bulan lalu. Bisa dibilang, rakyat merayakan kebebasan mereka malam itu.

Suasana mencekam mulai menyelimuti kami tiga jam kemudian. Kami menyaksikan petugas penyelamat mondar-mandir dengan tampang panik di sekitar tanjakan di gang sempit. Di sana, orang tampak berdesak-desakan — sulit bagi mereka untuk keluar masuk.

Setidaknya dua pertiga korban baru berusia 20-an. Foto: Baek Yun-beom.

Setidaknya dua pertiga korban baru berusia 20-an. Foto: Baek Yun-beom.

Di tempat itu jugalah sedikitnya 155 orang tewas, termasuk 26 orang asing, akibat terjepit kerumunan. Setidaknya dua pertiga korban baru berusia 20-an.

Kami berkeliling area Itaewon pada Malam minggu itu, dan hanya bisa kebingungan melihat percikan darah dan jasad tergeletak di pinggir jalan. Petugas penyelamat dan pemadam kebakaran sibuk menyuruh orang-orang menyingkir agar bisa lewat.

Saat kami bertanya pada pengunjung bernama Park Seung-jun, lelaki 20 tahun itu pun sulit mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi. Menurutnya, gang sudah padat pengunjung sejak pukul 6 sore. “Kami melihat petugas menggotong tandu setelah jam makan malam pukul 22:30, tapi kami kira itu akan segera berakhir. Ternyata tidak,” tuturnya.

Iklan
Kerumunan berkumpul di sekitar lokasi kejadian. Foto: Baek Yun-beom

Kerumunan berkumpul di sekitar lokasi kejadian. Foto: Baek Yun-beom

Kengerian semakin terasa saat kami kembali ke gang itu sekitar pukul setengah 12 malam. Menurut desas-desus yang kami dengar, lusinan orang mengalami serangan jantung.

Di sana, kami melihat tubuh tergeletak tak bergerak di sepanjang jalan. Banyak warga bersusah payah menyelamatkan nyawa mereka dengan memberi resusitasi jantung paru (CPR). Peristiwa itu sungguh menyayat hati. Tak pernah sekali pun dalam hidupku menyaksikan adegan menakutkan semacam ini. Saya hanya bisa membatin: “Apakah saya sedang di neraka?”

Tak jauh dari jasad-jasad yang bergelimpangan, terlihat orang masih asyik berpesta seolah-olah tak terjadi apa-apa di sekeliling mereka. Beberapa di antaranya tampak mengenakan kostum Grim Reaper si pencabut nyawa.

Sementara itu, orang-orang yang berjalan di sekitar lokasi kejadian terlihat penasaran. Banyak dari mereka berusaha merekam adegan mengerikan tersebut. Namun, petugas keamanan segera menghalau mereka. “Turunkan hape kalian,” teriak polisi.

Pengunjung berdesak-desakan di gang sempit menuju bar dan diskotek di kawasan Itaewon. Foto: Junhyup Kwon/VICE

Pengunjung berdesak-desakan di gang sempit menuju bar dan diskotek di kawasan Itaewon. Foto: Junhyup Kwon/VICE

Baek approached the crowd surge’s ground zero to document it. He dBaek mendekati kerumunan untuk mendokumentasikan situasi di lokasi kejadian. Setelah kami bertemu kembali, Baek menceritakan apa yang ia saksikan di sana: seorang lelaki bercelana jins tak mau berhenti memberi CPR pada jasad yang sudah ditutup kain. Lelaki itu memompa jantung korban “seperti orang kesurupan”.

Ada setidaknya 20-30 jasad yang telah tertutup kain dan dibaringkan dalam keadaan berjejer.

Iklan
Kerumunan menyebabkan kemacetan total di jalan utama Itaewon. Foto: Baek Yun-beom.

Kerumunan menyebabkan kemacetan total di jalan utama Itaewon. Foto: Baek Yun-beom.

Saya menuju Rumah Sakit Universitas Soonchunhyang, yang berjarak kurang dari satu kilometer dari Itaewon, sekitar pukul setengah dua dini hari. Sirene tak henti-hentinya mengaung di halaman depan rumah sakit. Di sana, keluarga korban berusaha mencari orang-orang tersayang mereka.

“Kenapa saya tidak boleh masuk? Mereka tidak mengizinkan saya masuk. Saya harus pergi ke mana?” tanya seorang perempuan paruh baya putus asa. Derai air mata membasahi pipinya sembari ia mencari-cari UGD. Saya mendengar perempuan itu mengeluh betapa sulitnya mengidentifikasi korban.

Tak jauh dari tempatku berdiri, saya melihat lelaki paruh baya terduduk sambil mengusap air mata.

Pemerintah Korea Selatan telah mengumumkan hari berkabung nasional hingga 5 November mendatang. Pihak berwajib masih terus menyelidiki penyebab tragedi Itaewon yang menewaskan ratusan anak muda.

Seorang lelaki memberi penghormatan bagi para korban tragedi Itaewon pada 29 Oktober 2022. Foto: Anthony Wallace/AFP

Seorang lelaki memberi penghormatan bagi para korban tragedi Itaewon pada 29 Oktober 2022. Foto: Anthony Wallace/AFP

Follow Junhyup Kwon di Twitter.