The VICE Guide to Right Now

Makin Banyak Negara Setuju Pada Ide Melarang Teknologi ‘Robot Pembunuh’

Sayangnya perjanjian multilateral soal ini selalu terhambat sama Amerika dan Rusia, yang tertarik menggunakan senjata dilengkapi kecerdasan buatan.
Amerika Serikat dan Rusia Kembangkan Teknologi Robot Pembunuh dengan Kecerdasan Buatan
Model “robot pembunuh” dalam peluncuran kampanye “Stop Killer Robots” di London pada 23 April 2013. Foto oleh Carl Court / AFP 

Ketika mendengar istilah “robot pembunuh”, kalian barangkali membayangkan monster baja beringas yang tanpa ampun membunuh manusia tak berdaya. Namun, makna “robot pembunuh” di sini berbeda dari yang sering kita lihat di film-film fiksi ilmiah macam Transformers atau Terminator.

Konsep yang dimaksud adalah Lethal Autonomous Weapons Systems (LAWS), alias senjata yang dapat mendeteksi target, dengan sedikit atau tanpa bantuan manusia berkat kecerdasan buatan (AI). Senjata ini bisa menciptakan kehancuran jika tidak dikendalikan penggunaannya.

Iklan

Setidaknya begitulah yang dikhawatirkan lembaga swadaya Human Rights Watch di New York. Mereka memulai Campaign to Stop Killer Robots sejak 2012 lalu, dengan tujuan mengajak negara-negara untuk menolak penggunaan senjata berteknologi kecerdasan buatan, sekaligus mendorong lahirnya undang-undang internasional terkait LAWS.

Baru-baru ini, HRW melaporkan sudah ada 30 negara yang melarang pengembangan dan penggunaan senjata otonom. Beberapa di antaranya adalah Argentina, Irak, Pakistan, Palestina, Zimbabwe dan Kolombia.

Laporan ini mengungkapkan tanggapan 97 negara tentang senjata otomatis. Sebagian besar ingin “mempertahankan kendali manusia atas penggunaan kekuatan militer”. Jumlah pembuat kebijakan, pakar AI, perusahaan swasta, organisasi internasional dan domestik, dan warga sipil yang menyatakan penolakan terus bertambah. Menurut penulis laporan, senjata otonom “menentukan hidup dan mati seseorang tanpa mempertimbangkan pilihan yang etis.”

Meski robot pembunuh belum ada wujudnya sekarang, sistem senjata macam itu—seperti drone tanpa awak—telah dikembangkan dan disebarluaskan di beberapa negara. Situasi tersebut menunjukkan adanya tren peningkatan senjata otonom.

Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Rusia menghambat terwujudnya regulasi LAWS di level internasional. Dua negara itu terlanjur melakukan investasi besar-besaran untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan dengan persenjataan militer. Steve Goose, selaku direktur divisi persenjataan HRW memberi tahu media bahwa publik seharusnya lebih sering mempertanyakan kapan dan seberapa komprehensif regulasinya—bukan apakah regulasinya akan tercipta.

Iklan

Mary Wareham selaku koordinator Campaign to Stop Killer Robots menyebut senjata otomatis bisa menjadi ancaman besar bagi umat manusia. Dia berujar masalah robot pembunuh sama pentingnya dengan perubahan iklim.

Dibutuhkan tindakan multilateral untuk menolak penggunaannya. “Meski menunda diplomasi, pandemi menyadarkan kita pentingnya mempersiapkan diri dan menanggapi ancaman eksistensial yang mendesak bagi umat manusia, contohnya seperti robot pembunuh ini,” tuturnya.

Kepada VICE, Mary mengatakan dua tahun lalu: “Pemerintah harus segera bertindak untuk mencegah kemunculan robot pembunuh di masa depan.”

Follow Satviki di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE India.