Etika Jurnalistik

Ngobrol Sama Pewarta Foto Soal Etika Memotret Jenazah Pasien Covid-19

Setelah ribut postingan musisi Anji, jubir gugus tugas pemerintah menyebut foto Jenazah Corona yang viral tak beretika. Sekjen Pewarta Foto Indonesia menyesalkan pernyataan tersebut.
Etika Memotret Jenazah pasien Covid-19 Debat Anji Joshua Irwandi Pewarta Foto Indonesia
Dokter dan perawat membungkus pasien Covid-19 yang meninggal dengan prosedur standar WHO di RS United Memorial Medical Center, Houston, Amerika. Foto oleh Go Nakamura/Getty/via AFP

Lima hari lalu pewarta foto Joshua Irwandi mengunggah foto kondisi jenazah pasien corona di salah satu rumah sakit di akun Instagram pribadinya. Karena fotonya amat menarik, karya jurnalistik Joshua untuk majalah National Geographic tersebut segera viral dan mengundang banyak pendapat. Salah satu yang kontroversial datang dari penyanyi Erdian Aji Prihartanto alias Anji yang bikin kisruh internet dua hari belakangan tapi udah dikelarin baik-baik.

Iklan

Di luar bahasan tentang kekuatan foto ini yang berhasil menangkap secara lugas kemencekaman wabah corona, muncul satu pertanyaan besar dari netizen: kenapa wartawan foto bisa memotret jenazah? Padahal keluarga pasien corona yang meninggal biasanya tak diizinkan menengok.

Penjelasannya ada di akhir tulisan ini. Sebelum ke sana, mari kita sejenak menjenguk komentar agak aneh dari Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Wiku bilang, memotret dan menyebarkan foto jenazah corona adalah tindakan orang tidak beretika.

"Kalau foto itu benar [bukan editan], maka yang mengambil gambar dan menyebarkan adalah orang yang tidak beretika," ujar Wiku kepada CNN Indonesia. Hmm, dasarnya apa ya?

Sama-sama soal etika, Juru Bicara Pemerintah Khusus Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan akan mencari tahu soal asal-muasal foto tersebut karena ada dugaan kesalahan prosedur yang dilakukan sang rumah sakit.

"Apakah bisa dijelaskan foto itu diambil di RS apa? Kita perlu melakukan pembinaan juga. Jika memang ini yang terjadi [foto jenazah tersebar di media sosial], maka kesalahan prosedur telah dilakukan RS, termasuk menyebarluaskan foto," ucap Yuri kepada Detik.

Biar bisa ngomongin soal etika lebih jauh, khususnya dalam dunia jurnalisme foto, VICE menghubungi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pewarta Foto Indonesia (PFI) Hendra Eka terkait tanggapan Wiku dan Yuri. Pertama-tama, Hendra mengaku menyesalkan pernyataan tersebut datang dari tokoh yang harusnya lebih peka akan pernyataan-pernyataan yang mereka keluarkan.

Iklan

"Jurnalis mendapatkan privilege khusus di lokasi-lokasi berbahaya sebagai perwakilan mata dan telinga publik. Dengan menyampaikan foto-foto faktual dari sebuah peristiwa, publik bisa mengikuti perkembangan dari kasus tersebut," ujar Hendra kepada VICE. "Saya tidak bisa menduga-duga kenapa pernyataan itu keluar. Saya hanya bisa menyarankan saja. Sebagai tokoh, Pak Wiku harus lebih peka akan pernyataan-pernyataan yang ia keluarkan karena bisa membuat dampak sosial yang luas."

Saat dikonfirmasi apakah PFI akan melakukan konfrontasi serupa kepada Gugus Tugas seperti yang mereka lakukan kepada Anji, Hendra mengaku belum ada keputusan karena masih mengutamakan diskusi. Soal etika, ia berbicara singkat soal kode etik jurnalis foto.

"Pewarta foto diikat kode etik. Secara umum, kami tidak boleh memanipulasi hingga mengaburkan fakta yang terjadi di lapangan. Foto jurnalistik ditayangkan berdasarkan fakta di lapangan dan dilindungi oleh undang-undang. Ini tidak berlaku bagi buzzer/influencer," tambah Hendra.

Terkait kesalahan prosedur yang disinggung Yuri, Hendra merasa selama yang memotret adalah seorang pewarta foto, sudah berizin, dan mematuhi protokol kesehatan, foto itu adalah bentuk produk jurnalistik yang sah dan otentik. "Kalau keberatan, sudah ada mekanisme penyampaian keberatannya juga," tutup Hendra.

PFI sendiri sudah memberi imbauan kepada jurnalis dan perusahaan media untuk menjaga keselamatan peliput di tengah pandemi. Dalam protokol kesehatan jurnalis yang mereka buat, perusahaan media diminta wajib memberikan peralatan kesehatan bagi peliput.

Kedua, pewarta foto diimbau sebisa mungkin menggunakan lensa jarak jauh agar tidak terlalu mendekati pasien. Ketiga, wartawan diminta menggunakan alat pelindung diri dan mensterilisasi diri serta peralatan selepas liputan.