FYI.

This story is over 5 years old.

Seni

Bordir Alien dan Monster, Komentar Satir Eko Nugroho Atas Politik Indonesia

Saat berpameran di Australia, seniman Yogyakarta ini menghasilkan variasi bentuk dari kartun yang biasa dia buat walau tetap memuat pesan radikal.
Seluruh gambar milik Eko Nugroho dan Art Gallery of NSW

Artikel ini pertama kali tayang di The Creators Project.

Seniman Eko Nugroho menunjukkan jajaran poster bordir di Art Gallery of New South Wales, Australia. Karya-karyanya yang dipamerkan sekilas menyerupai poster film sains fiksi era 1950-an, walau tetap ada perbedaan yang mencolok dari substansi pesan.

Pameran tunggalnya, bertajuk Lost Lot, menyodorkan karya seni dari lukisan, pahatan, komik, dan bordir, yang terinspirasi oleh wayang, kesenian jalanan, dan komik. "Lost Lot" adalah nama instalasi yang dibuat Eko sepanjang kurun 2013-2015. Dia berusaha menawarkan perspektif tentang keseharian dan politik di kampung halamannya, Yogyakarta, Indonesia.

Iklan

Eko Nugroho, "Permen & politik sama2 mengandung pemanis buatan" (2013-2015)

Karya-karya Eko Nugroho kental dengan satir politik. Tulisan besar dengan perpaduan kritik serta lelucon bisa kita rasakan pada kartun berbunyi "Permen & Politik sama-sama mengandung pemanis buatan"; "Kecerdasan bukan untuk mengelabuhi"; atau coba tengok yang ini: "Menunggu pendekar ahli benci berkostum moral."

Gambar-gambar karyanya kali ini penuh citra robot, pedang, dan makhluk Planet Mars. Terdapat pula gambar-gambar tengkorak, kelabang, dan burung dengan paruh ganda.

Eko Nugroho, "Kercerdasan bukan untuk mengelabuhi" (2013-2015)

Eko mulai berkesenian sejak awal 2000-an, tiga tahun setelah dia lulus dari Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta. Dia memprakarsai sebuah zine bersama teman-temannya berjudul Daging tumbuh. Zine itu berkembang menjadi salah satu zine paling dikenal di Tanah Air. Pengerjaan zine itu tetap dia pertahankan walau dia sibuk menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia, yang diselesaikan pada 2006.

Daging Tumbuh berupaya menciptakan ruang di luar hierarki kancah seni rupa formal, agar seniman muda dapat unjuk gigi. Mereka juga membangun kolektif bernama "Generasi 2000" setelah rezim Soeharto berakhir di tahun 1998. Sepanjang era Reformasi, masyarakat mendapatkan kebebasan berpendapat, sehingga terciptalah debat politik dan karya seni yang lebih eskpresif di Indonesia. Eko bersama ide-ide seni rupa radikal yang dimuat Daging Tumbuh memperoleh momentum untuk lebih diterima khalayak.

Eko Nugroho "Mayoritas dihalalkan minoritas diharamkan" (2013-2015)

Zine tersebut sampai sekarang masih terbit. Beberapa contoh edisi selama 15 tahun belakangan turut ditampilkan pada pameran. "Dia menganggap zine tersebut sebagai proyek riset untuk mengamati dan memahami apa yang dianggap penting oleh generasi muda Indonesia," kata Lisa Catt, asisten kurator seni internasional di Art Gallery of New South Wales. "Zine tersebut, selain membuktikan keterlibatan Eko dalam komunitas, sekaligus menjadi label merchandise yang sukses menyatukan para desainer dan seniman lokal Yogyakarta."