FYI.

This story is over 5 years old.

Politik Internasional

Meski Ocehannya Sering melanggar aturan, Twitter Tak Akan Memblokir Trump

Alasannya jelas: keberadaan Donald Trump dinilai bisa menggenjot pertumbuhan pengguna Twitter.
Foto diambil dari VICE News

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Naga-naganya Twitter akan tetap memblok Donald Trump—salah satu penggunanya yang paling kesohor kendati Presiden Amerika Serikat itu melanggar banyak ketentuan dalam tweet-tweetnya yang ditujukan pada Kim Jong-Un.

Selasa pekan lalu, Presiden Trump jemawa lewat Twitter kalau dirinya punya “tombol nuklir” yang lebih “besar dan bertenaga” daripada yang dimiliki Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un. Cuitan macam ini adalah pelanggaran beragam peraturan yang berlaku di Twitter secara terang benderang. Namun, perusahaan media sosial itu mengaku tak akan mempermasalahkan hal ini. Sebaliknya, Jum’at lalu, Twitter malah mengeluarkan sebuah siaran pers yang isi menegaskan keputusan mereka untuk menjaga keberadaan pemimpin dunia di platform media sosial tersebut.

“Twitter ada untuk melayani dan memajukan diskusi publik di level global,” demikian tertera dalam siaran pers tersebut. “Para pemimpin dunia yang telah terpilih memiliki peran penting dalam diskusi tersebut karena pengaruh mereka sangat besar dalam masyarakat kita.”

Menendang pemimpin dunia sesompral Trump, kilah Twitter, sejatinya tak akan membungkam mereka namun malah akan “mengganggu pembicaraan menyangkut omongan dan tingkah laku mereka.”
Akun resmi Donald Trump sampai saat ini difollow oleh sekitar 46 juta orang di Twitter. Tweet-tweet Trump selalu di-retweet sampai puluhan ribu kali—ini belum menghitung sorotan media terhadap ocehan-ocehan Trump di Twitter. Dalam pernyataan resminya, Twitter menegaskan bahwa “tak ada satupun akun personal yang memicu perkembangan user dan memengaruhi keputusan-keputusan yang mereka ambil ini.” penegasan tentunya didukung data statistik yang paten: jumlah pengguna aktif Twitter dalam tiap bulannya stagnan dalam beberapa tahun terakhir dan tak mengalami lonjakan berarti pasca Trump berkantor di Gedung Putih. Ini bukan kali pertama Twitter memutuskan membiarkan Trump merajalela di plaformnya. Dalam Konferensi New York Times DealBook 9 November lalu. Seperti yang dikutip oleh Forbes, CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan, “Bila sebuah akun secara publik menyerang individu lainnya, kami akan mengambil tindakan. Kami punya aturan dalam ketentuan penggunaan terkait nilai berita dan kepentingan publik yang sayangnya tak kami publikasikan secara luas.” “Ini penilian subyektif yang kami lakukan,” imbuhnya. “Dan kami bekerja sekuat tenaga untuk mendengar beragam pendapat, utamanya dari para jurnlais di Twitter untuk menentukan nilai berita (dari sebuah akun)” Patut diakui, Trump sejatinya tak benar-benar melanggar aturan Twitter. Pasalnya, tak ada satupun pasal di dalamnya yang secara eksplisit menyatakan bahwa kita tak diperkenankan memprovokasi sebuah negara kecil yang tertutup untuk membuktikan kalau pemimpin mereka punya “tombol nuklir” dan bisa memancing perang global.