FYI.

This story is over 5 years old.

Lingkungan

Hasil Penelitian: Sikap Sok Macho Merusak Planet Bumi

Lelaki cenderung malas beli produk ramah lingkungan atau menjadi go green, jika produk dan kegiatannya terlalu "feminin" buat mereka.
Hasil Penelitian: Sikap Sok Macho Merusak Planet Bumi
Foto ilustrasi oleh Howl via Stocksy 

Menurut penelitian yang diterbitkan Journal of Consumer Research pada 2016 lalu, kebiasaan hidup ramah lingkungan seperti mendaur ulang dan nebeng mobil teman dinilai "feminin". Itulah sebabnya, belum banyak lelaki yang tertarik menyelamatkan bumi seperti perempuan.

Sebagai solusi, peneliti menganjurkan agar pembuat kebijakan dan tim pemasar mengiklankan produk dan kebiasaan ramah lingkungan kepada lelaki dengan cara yang lebih macho.

Iklan

Para peneliti sudah lama tahu bila konsumen perempuan lebih peduli dengan lingkungan dibanding lawan jenisnya. Penelitian terdahulu sempat mengaitkan kesenjangan perilaku ramah lingkungan antar jenis kelamin, dengan perbedaan sifat-sifat kepribadian. Dalam penelitian tersebut, disimpulkan perempuan cenderung lebih altruistik dan suka mengasuh.

Namun, penelitian terbaru berfokus pada hubungan feminitas dengan sikap ramah lingkungan. Usai melaksanakan serangkaian percobaan, peneliti menemukan bahwa konsumen yang “go green” sering dicap kayak perempuan.

Para peserta suatu survei dibacakan skenario orang yang sedang belanja, baik itu lelaki maupun perempuan, dan membawa kantong plastik atau tas kanvas yang dapat digunakan kembali. Mereka kemudian diminta menggambarkan kepribadian orang tersebut dengan memilih salah satu dari sembilan ciri-ciri yang telah disebutkan, termasuk maskulin, feminin, dan istilah netral lainnya. Hasil rata-rata menunjukkan bahwa peserta laki-laki dan perempuan menganggap konsumen yang ramah lingkungan lebih feminin daripada yang tidak.

Peneliti juga menyimpulkan laki-laki akan melakukan apa saja demi menghindari produk dan kebiasaan ramah lingkungan, jika mereka merasa identitasnya sebagai lelaki terancam. Hal-hal sepele macam tas belanja bermotif bunga atau botol minum merah muda saja sangat mengerikan bagi mereka. Lelaki cenderung baru akan membeli produk ramah lingkungan yang dapat memamerkan kejantanannya, misalnya saat mereka dibilang “laki banget” setelah melakukannya.

Iklan

Mathew Isaac adalah salah satu peneliti yang terlibat dalam kajian tersebut. Dia berprofesi sebagai associate professor di Albers School of Business, Seattle University. Kepada Broadly, Isaac menjelaskan lelaki cenderung tidak mau pakai produk atau melakukan sesuatu yang menurut mereka feminin karena tak mau hilang kejantanannya. "[Lelaki] mungkin lebih terbiasa dengan sikap tak peduli lingkungan. Mereka berusaha memastikan apa pun yang mereka lakukan itu maskulin."

Isaac dan rekan menguji keefektifan penggunaan branding maskulin dalam perkara "mengurangi kemalasan lelaki terhadap perilaku go green" untuk menemukan cara agar mereka bisa lebih ramah lingkungan. Mereka menyimpulkan responden lelaki dalam penelitian cenderung memberi sumbangan kepada organisasi nirlaba bernama Friends of Nature, yang memiliki logo berwarna hijau dan cokelat tan terang.

"Temuan memastikan branding maskulin sebagai sebuah batas relevan sekaligus menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa laki-laki kemungkinan akan lebih rajin mengambil pilihan ramkah lingkungan jika asosiasi feminin yang melekat pada produk-produk dan aktivitas hijau diganti," demikian kesimpulan para peneliti.

Kendati begitu, temuan yang sama juga menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi sebagian orang. Carrie Preston, seorang associate professor kajian perempuan, gender dan seksualitas di University, mengungkapkan pada Washington Post gagasan lelaki merasa kurang sreg dengan produk atau kegiatan yang terkesan feminin cukup mengkhawatirkan.

Iklan

"Kesimpulan itu sama saja bilang bersikap feminin itu jelek, kurang baik dan perilaku kelas dua,” katanya. "Meski peran perempuan dan laki-laki sudah banyak mengalami perubahan, maskulinitas tak banyak berubah."

Isaac sendiri mengaku bahwa dirinya dan rekan-rekannya masih sering terkejut menemukan asosiasi feminitas pada produk dan aktivitas hijau. Lebih jauh, asoasiasi ini ditemukan tak hanya pada laki-laki tapi juga perempuan di berbagai kelompok umur.

"Mungkin yang perlu digarisbawahi adalah gender—bagi beberapa orang—adalah bagian paling penting dalam identitas mereka," kata Isaac. "Kita toh tahu bagian terpenting dari identitas akan mati-matian dipertahankan seseorang. Pasalnya, bagian inilah yang menentukan siapa diri orang tersebut dan caranya mendefinisikan dirinya pada orang lain."

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly