Music

8 Album Baru yang Mesti Kamu Simak Pekan Ini

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey.

Awal minggu adalah waktu yang tepat memburu musik-musik baru. Sayangnya, kita kadang kebingungan mulai dari mana. Karena itulah, tiap minggu tim redaksi Noisey menyusun daftar album, mixtape, atau EP yang bisa kamu putar seminggu penuh. Kalian juga bisa mencoba lagunya langsung lewat pemutar streaming di artikel ini. Kami sadar rekomendasi tersebut tidak mungkin bisa komprehensif menggambarkan yang sedang seru dari kancah musik. Setidaknya kami berharap usulan kami membantu kalian menemukan musik-musik baru yang menghibur. Jadi, silakan membaca daftarnya!

Videos by VICE


Janelle Monáe: Dirty Computer

Janelle Monáe sudah merencanakan Dirty Computer jauh sebelum album panjang pertamanya, The ArchAndroid, dirilis nyaris satu dekade lalu. Monáe mengeksplor gagasan yang intinya mengatakan bahwasannya apa yang membuat kita “kotor” pada akhirnya menjadikan kita unik. Hasilnya sebuah album yang sekilas mirip sebuah ramalan. Dirty Computer adalah sebuah album distopia—di dalamnya ada sekelebat gambaran tentang Amerika Serikat yang dilanda kekacauan “Crazy, Classic, Life,” begitu ikrarnya yang terus didengungkan di sepanjang album: “I am not America’s nightmare / I am the American Dream.” Lewat Dirty Computer, Monáe membayangkan kembali Americana lewat lanskap musik populer. Jiwa Prince, mentor langsung Monáe, terlihat melekat pada beberapa track seperti “Take a Byte,” dan “Americans.” Dengan versi modern dari groove synthesizer ‘80an yang dipopulerkan Prince, Monáe berhasil menulis “Screwed” dan “I Got The Juice” adalah sekumpulan afirmasi terhadap kebebasan seksual sementara “So Afraid” memamerkan sisi ringkih Monáe —satu sisi yang disembunyikam Monáe lewat aliasnya Cindi Mayweather. Dirty Computer tak cuma doktrin tentang bagaimana bumi harusnya bekerja, album ini kembali mengingatkan kita bahwa sejarah tak sepenuhnya bersih, melainkan penuh noda. — Kristin Corry

Speedy Ortiz: Twerp Verse

Sadie Dupuis berkata bahwa dirinya ingin mengusir “setan control freak dalam dirinya” di Slugger, debut solo album Dupuis di bawah nama Sad13. Ikhitiarnya membuahkan hasil. Dupuis bernyanyi dengan sangat baik dari sudut berbeda dari mana kawan-kawannya mengawali komposisi, tetap jujur ketik line gitar melayang-layang serta kadang mengamuk galak. Di Twerp Verse, album ketiga bandnya, Speedy Ortiz, Dupuis tak pandang bulu, menghanjar musuh-musuhnya—baik dari dalam diri atau luar dirinya—kadang dalam 15 kata atau kurang. “”He drew a bath and floated there / He cares a lot / We’re strictly speaking self-care,” demikian dia beryanyanyi di atas komposisi yang kedengaran putus-putus; “I’m blessed, I am a witch / And I float above everyone who would do harm on me,” katanya guna memastikan tak ada yang berani macam-macam dengannya. Kini setelah Speedy Ortiz memutuskan untuk menjejalkan banyak sekali hook dalam track-track dalam album ini, semua sentimen di atas bisa dinikmati dengan mudah—meski kadang masih terasa aneh. . — Alex Robert Ross

Grouper: Grid of Points

Liz Harris membayangkan bahwa mix yang baru-baru ini dia buat sebuah kartu pos—sebuah dokumen pikiran manusia di tempat-tempat yang kurang familiar. Kamu bisa menggunakan cara pandang seperti ini saat mendengarkan album terbaru Grouper, Grid of Points. Ketujuh lagu di dalamnya berdurasi total sepanjang setengah jam. Album ini dikerjakan oleh Harris di Wyoming saat sedang menggarap album dan beberapa seni visual lainnya. Tak dinyana, kegiatan Harris di Wyoming berhenti sejak karena sakit demam tinggi. Alhasil, ketujuh track dalam album ini—denting piano yang melenakan dan nyanyian yang datang dari seorang yang kedengaran tak punya beban hidup—adalah gambaran masa-masa tenang sebelum badai kehidupan tiba. Seperti album Grouper sebelumnya Ruins, komposisi-komposisi dalam album ini lebih kedengaran seperti sebuah lagu alih-alih cuma drone kosmik yang banyak digubah Harris di awal karirnya. Artinya, kamu bisa menjajal album ini tanpa harus menambahi beban hidupmu yang kepalang berat itu. — Colin Joyce

Imaabs: Discretización

Mungkn karena asosiasinya dengan NAAFI, sebuah konsorsium Meksiko yang bersisi futuris yang kerap nongrong di klab dan punya kemampuan untuk berpikir secara akademis, radar dance music-mu kemungkinan besar akan melewatkan keberadaan Lmaabds. Meski begitu, karya-karya musisi asal Chili ini memang pantas diperhitungkan. Ragamnya macam-macam dari beat-beat yang patah-patah, noise yang bikin kita kelu hingga segala macam komposisi elektronik. Lmaabs sepertinya selalu memikirkan emosi macam apa yang bisa dipancing sound tertentu. Album pertamanya, Discretización terus menjelajahi ranah-ranah di luar pakem musik elektronik modern. Sebuah teks yang menyertai album ini menyatakan Discretización adalah sebuah “kajian kartografi yang memetakan proses yang canggung dan penuh kasih sayang dalam tubuh kita.” jujur saja, ini alegori yang bisa bikin kening kita mengkerut, namuan album Lmaabs, itu berarti perpaduan ambiens grayscale yang tepat takarannya, ketukan drum yang menyeruak dan desain sound yang bikin kita tercekat namun tetap sangat menyentuh. — Colin Joyce

Various Artists: I’m Not Here to Hunt Rabbits

Kumpulan lagu dari musisi solo dari Botswana yang dirilis oleh label asal Berlin, Piranha Records ini adalah pintu masuk yang pas untuk mengenal berbagai gaya bermusik unik di dalamnya. Sebagian besar musisi yang ada di dalamnya memainkan gitar standar. Yang membedakan permainan mereka adalah musisi-musisi kerap hanya menggenjreng tiga senar treble dan satu senar bass. Dan, yang tak kalah pentingnya, mereka bermain dengan telapak tangan kiri mereka ada di atas neck gitar, bukan di belakangnya. Ini memungkinkan mereka memainkan bentuk baru dalam open tuning (oh tonton video cikal bakal proyek ini di sini. Percaya deh, kamu bakal dibikin terkagum-kagum). Baiklah, mari kita tinggalkan tetek-bengek teknik ini. Bahkan tanpa konteks apapun, kompilasi ini bisa dengan mudah didapuk menjadi album gitar terbaik tahun ini. Permainan gitar dalam lagu milik Oteng Peet “Ngwana Wa Dichabeng (Hari-Hari yang Sepi)” dan lagu gubahan Motlogelwa Barolong “Ke a Tsamaya (Aku pergi)” adalah sebuah komposisi yang menantang, bagi gitaris mana pun. Selain itu, dalam lagu milik Annafiki Ditau “Re Babedi (Aku Tak Akan Melupakanmu)” punya interlude keyboard yang ganjil. Namun, bintangnya adalah Molefe Lekgetho, yang menyumbanglan lagu “Machikiliani (Petugas Keamanan).” Lekgetho memamerkan suara kaya. Sementara, bintang lainnya, Sebongile Kgaila dengan santai berpindah dari suara gitar yang trebel menuju sound yang lebih ngebass tanpa kamu sadari. Intinya beli album ini sekarang juga—kamu akan dapa booklet 36 halaman yang sangat pantas kalian baca.— Alex Robert Ross

Elysia Crampton: Elysia Crampton

Menyusul tiga LP yang penuh semangat, kaya ide dan sudah digolongkan dalam salah satu subgenre musik elektronik, Elysia Crampton merupakan sebuah album self-titled yang aneh. Materi promosi album ini yang sampai ke tangan para jurnalis mengatakan bahwa “Elysia mengambil inspirasi dari berbagai macam gaya bermusuk di pegunungan Andes seperti kullawada, huayño, tarqueada, quirqui / tundique, khantus, & morenada, serta beberapa genre musik layaknya metal, psychedelic, & jazz fusion, untuk bercerita tentang pergerakan dirinya.” Cuma jangan takut kalau kamu belum bisa memilah pengaruh-pengaruh yang beragam ini, kamu tetap bisa melihat kebahagian yang pelik dalam narasi album ini—sebuah cerita tentang berdiri tegak di depan kekacauan dan menikmati keindahanannya. — Colin Joyce

Launder: Pink Cloud

Tiga single dari EP Lander terdahulu— “Annie Blue,” “Fade,” and “Keep You Close”—memang hukumnya wajib masuk album ini. Dua lagu pertama yang pertama di sebut mengandalkan line-line gitar pendek yang terus-terusan diulang—resep yang dijamin bakal manjur dimainkan baik di klab-klab kecil di Los Angeles atau arena konser yang besar. Ada beberapa nomor yang berpeluang membuka jalan [John] Cudlip menjadi sosok penting kancah indie rock global dalam beberapa tahun ke depan. Namun, sejatinya, Cudlip punya insting untuk menemukan melodi-melodi yang gampang nempel di kuping. Dia juga tahu kapan waktunya membiarkan sebuah lagu bernafas. “Wonder” adalah sebuah lagu yang bergerak sangat lamban, dinyanyikan nyaris dengan berbisik. Suara Cudlip hanya menyeruak kalau sudah waktunya sampai ke chorus. Pink Cloud menunjukkan bahwa Lauder punya banyak modal untuk menyusun sebuah album panjang yang menaril— Alex Robert Ross,

Post Malone: Beerbongs & Bentleys

Rapper turis Post Malone, yang pernah sesumbar bakal manggung di acara pelantikan Donald Trump kalau bayarannya bagus, punya satu lagu berjudul “Rich & Sad” di album barunya Beerbongs & Bentleys. Di puncak verse kedua lagu itu, dia bernyanyi “Plenty sluts grabbin’ on my nuts.” Sebuah cara paling brengsek untuk menutup minggu jahanam. — Alex Robert Ross

Follow Noisey di Twitter.