Pelanggaran HAM

Akun Twitter Kedubes Tiongkok di AS Juluki Perempuan Uighur 'Mesin Beranak'

Kedubes Tiongkok menuding perempuan Uighur selama ini hanya jadi "mesin pembuat anak" akibat paham ekstremis muslim di wilayah Xinjiang. Cuitan kontroversial itu dihapus oleh Twitter.
Gavin Butler
Melbourne, AU
Kamp tahanan Xinjiang dan logo Twitter
[Kiri] Menara pengawas di dekat kamp pendidikan ulang Xinjiang; [Kanan] Logo Twitter. Foto oleh GREG BAKER/AFP (Kiri) dan Canva (Kanan).

Twitter pekan lalu menghapus unggahan Kedutaan Besar Tiongkok di Amerika Serikat yang menyebut perempuan Uighur di Xinjiang adalah “mesin pembuat anak”. Dengan menyertakan artikel China Daily—surat kabar yang dikelola pemerintah—kedubes mengatakan kebijakan anti-ekstremis Partai Komunis Tiongkok berhasil membebaskan perempuan Uighur dari status tersebut. Twit itu sontak menuai kecaman luas di media sosial.

Iklan

“Penelitian menunjukkan, upaya pemberantasan ekstremisme telah memerdekakan pikiran perempuan Uighur di Xinjiang, serta mewujudkan kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi. Mereka kini tak lagi menjadi mesin pembuat anak,” demikian bunyi twit dari akun resmi Kedubes Tiongkok tersebut. “Mereka jadi lebih percaya diri dan independen.”

Diterbitkan Juni 2020, hasil investigasi Associated Press menemukan bukti bila pemerintah Tiongkok berupaya menekan angka kelahiran warga Uighur dan kelompok minoritas lainnya dengan memaksa perempuan operasi pengangkatan rahim dan bahkan aborsi. Polisi juga menggerebek rumah-rumah warga Muslim Uighur, dan menangkap keluarga yang memiliki tiga anak atau lebih. Mereka akan dijebloskan ke kamp tahanan jika tidak membayar denda dengan nominal sangat besar.

Melalui wawancara bersama 30 bekas tahanan, anggota keluarga dan mantan instruktur kamp pendidikan ulang, Associated Press memperlihatkan realitas mengerikan yang dihadapi para orang tua, khususnya perempuan, pemeluk agama minoritas di Tiongkok. Laporan itu mengutip adanya penurunan angka kelahiran sebesar 24 persen di Xinjiang pada 2019, sementara secara nasional penurunannya hanya 4,2 persen. Sejumlah pakar melihat pengendalian populasi ini sebagai bentuk “genosida demografis”.

Twitter menyatakan cuitan kedubes Tiongkok telah “melanggar kebijakan” platform, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Penghapusan ini terjadi beberapa hari setelah akun resmi Presiden AS Donald Trump diblokir secara permanen karena dianggap “berisiko menghasut massa untuk melakukan kekerasan”.

Follow Gavin di Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE World News