Ide Penfield tidak terbukti. Dia awalnya mengira otak memiliki transkrip sempurna dari kehidupan tiap-tiap orang. Rekaman ini, dia pikir, tinggal menunggu untuk "dinyalakan" dengan setruman listrik lembut. Tapi ide bahwa ingatan yang tersimpan muncul kembali mengikuti perubahan fisik dalam otak terbukti tepat—dan penelitian baru-baru ini membuka sebuah kemungkinan untuk menyunting dan memperbaiki ingatan manusia. Ketika pemahaman mendasar kita soal bagaimana ingatan dibuat, disimpan, dan diputar kembali sangat terbatas, dua tim ilmuwan yang bekerja secara terpisah membuat terobosan di bidang pengkajian ingatan.Bayangkan kamu mampu memindai ingatan-ingatan seperti feed Instagram, dan mengingat kembali segala yang telah kamu pelajari, lalu seketika mengakses setiap bagian dari sejarah hidupmu. Kamu akan menjadi manusia yang efisien, berwawasan, dan tercerahkan. Masalahnya, apa kamu akan tetap layak disebut manusia?
Steve Ramirez, yang dengan timnya berhasil menanamkan false memories pada otak tikus. Foto oleh Andrew White
Laser yang digunakan Ramirez dan timnya untuk mengaktivasi ingatan-ingatan pada tikus dapat dilihat terpantul pada dinding di bawah Michael Jackson.
Peralatan Ramirez sedang melakukan operasi otak untuk menaruh serat optik pada tikus.
Kode itu, ujar Berger, akan memiliki bentuk khusus ketika masuk ke Hippocampus dari sistem syaraf (dalam hal ini pendengaran, penciuman dan penglihatan). Bentuknya berubah kembali ketika keluar dari Hippocampus menuju penyimpanan memori jangka panjang. Berlandaskan ini, Berger menciptakan sebuah model matematika yang meniru transformasi kode ini, bahkan tanpa harus memahami kenapa transformasi itu terjadi. "Ini seperti menerjemahkan bahasa Rusia ke dalam bahasa Cina, tanpa memahami kedua bahasa tersebut," jelas Berger.Dalam sebuah percobaan pada binatang, Berger berhasil meniru proses perubahan kode memori pada tikus dan monyet melalui penggunaan implant yang berjalan berdasarkan algoritma ciptaannya. Algoritma ini berfungsi sebagai Hippocampus buatan (sila lihat infografis di bawah halaman ini). Untuk mengetes apakah perangkatnya berfungsi dengan baik, Berger menaruhnya di tubuh tikus dan monyet yang Hippocampus terlebih dahulu dinonaktifkan. Tikus percobaan kemudian dilatih untuk menaikan ungkitan agar bisa menerima hadiah. Sementara monyet harus melakukan tugas yang lebih rumit di sebuah layar komputer. Meski kedua kelompok binatang ini tak bisa menciptakan memori jangka panjang, tikus dalam percobaan tersebut bisa kembali menggerakan ungkitan dalam urutan yang benar—seakan-akan mereka merekam memori secara alamiah. Monyet juga melakukan tugasnya dengan benar dengan bantuan memori yang telah diproses oleh perangkat Berger."Saya lihat kecepatan perkembangan kecerdasan buatan, lalu saya tengok perkembangan kecerdasan manusia. Saya tak suka perbedaaan antara keduanya," kata Berger.
Mikroskop yang digunakan Ramirez dan timnya saat membedah otak tikus untuk menanam serat optik.
Dan dia percaya di masa depan orang-orang akan mengerti sudut pandangnya. "Coba bayangkan skenario dimana kognitif saya ditingkatkan, tapi orang lain tidak," katanya, "atau kognitif anak saya ditingkatkan, tapi anak lain tidak—situasi semacam ini tidak akan bisa diterima." Untuk mengatakan bahwa semua orang akan berkerumun demi meningkatkan otak mereka mungkin terdengar berlebihan—tapi ingat bahwa masyarakat di luar sana sering kali menenggak Adderall untuk meningkatkan produktivitas dan Xanax untuk menenangkan rasa cemas. Penduduk manula juga kerap bermain teka-teki silang dan Sudoku untuk mencegah kepikunan. Melihat ayah tirinya yang mengidap Alzheimer mengalami penurunan kondisi—sesuai kata Johnson, "melihatnya kehilangan kemanusiaannya"—cukup memotivasi Johnson untuk bekerja dengan Kernel. Biarpun ada kecemasan tentang kemungkinan penggunaan teknologi untuk memanipulasi ingatan (udah nonton Westworld?), sulit untuk membantah bahwa teknologi semacam ini akan sangat berguna ketika berhadapan dengan berbagai penyakit kelas akut.
Lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika ide peningkatan memori masih hanya sekedar mimpi belaka, ahli filosofi dan penulis Michael Sandel menulis "The Case Against Perfection" di Atlantic. Ketika membicarakan etika peningkatan memori, memang ada "kekhawatiran soal akses bagi semua orang," dan kesenjangan kelas yang akan terjadi ketika sebagian orang mempunyai daya kognitif yang lebih maju. Namun sesungguhnya ada kekhawatiran yang bahkan lebih mendasar lagi: "Apakah skenario ini mengkhawatirkan karena kaum miskin tidak akan merasakan keuntungan bioteknologi atau karena mereka yang kaya akan berkurang 'kemanusiaannya'?" tanyanya. Bayangkan saja apabila anda bisa scrolling semua ingatan anda seperti melihat feed Instagram ala Black Mirror dan bisa mengingat secara sempurna segala hal yang pernah anda pelajari. Bayangkan apabila anda bisa masuk dengan mudah ke setiap kompartemen dari sejarah hidup anda? Anda akan menjadi makhluk yang sangat efisien dan berwawasan tinggi. Pertanyaannya adalah: apa anda masih manusia? Di Februari 1975, sekitar 140 ilmuwan, ahli filosofi, jurnalis dan pengacara berkumpul di sebuah pusat konferensi di Asilomar State Beach di California. Mereka tengah menciptakan semacam pedoman untuk sebuah teknologi baru—eksperimen rekombinan DNA. Konferensi tersebut diatur oleh Paul Berg, seorang ahli biologi molekuler yang dengan sukarela menunda riset setelah beberapa rekan kerjanya khawatir dia akan menciptakan sebuah virus gabungan E.coli yang akan menyebar keluar dari lab dan menyebabkan wabah.***
Bryan Johnson, pendiri sekaligus CEO Kernel, sebuah startup yang sedang berusaha memproduksi implan untuk memperkuat fungsi memori manusia dan juga fungsi otak lainnya. Foto oleh Sergiy Barchuk
Laser yang digunakan untuk proyek Ramirez
Johnson memprediksi bahwa human intelligence akan menjadi "salah satu pasar terbesar di dunia nantinya. Ini berhubungan dengan kapasitas manusia untuk belajar, memori, dan evolusi kita sebagai makhluk—tentu saja pasarnya akan sangat besar. Sangat mungkin untuk membangun proyek yang sukses dan meraup banyak keuntungan." Namun ada argumen tandingan terhadap optimisme Johnson: Mengingat rumitnya otak manusia dan penelitian masih berada di tahap awal, sulit untuk bisa mencapai super memori seperti kemauan Johnson. Kita juga belum bisa dengan pasti memperkirakan efek jangka panjang seperti apa yang akan ditimbulkan teknologi peningkatan memori terhadap otak. Seiring berkembangnya penelitian, sangat penting untuk memulai percakapan yang terbuka dan jujur tentang manfaat dan resiko dari teknologi ini. Ini adalah percakapan, menurut Berg, yang hanya akan bisa terjadi ketika ilmuwan bisa membicarakan karya mereka tanpa khawatir soal kehilangan dana. Seiring teknologi seperti chip memori silikon dan editing memori menggunakan laser mulai menjadi kenyataan, manusia harus mencari cara untuk membudidayakan mereka dengan benar. Yang sesungguhnya dibutuhkan adalah versi modern Asilomar Conference: ilmuwan, ahli klinik, ahli etika dan pengusaha berkumpul bersama dan menimbang resiko dan manfaat teknologi baru ini. Namun mengingat lingkungan penelitian yang sudah sangat korporat di era ini, rasanya ini mimpi yang mustahil.Ahli saraf Julie Robillard, yang menulis tentang manipulasi memori lewat tulisannya Journal of Ethics yang diterbitkan oleh American Medical Association di bulan Desember mengatakan ke saya via email bahwa penting sekali bagi para peneliti dan ahli etika untuk bekerja bersama-sama dalam tahap awal penelitian guna membuktikan bahwa ketidakserasian antara etika dan progres sains hanyalah mitos belaka.Teknologi memang memiliki manfaat potensial yang tinggi, katanya, tapi teknologi juga memiliki resiko—baik secara individu maupun masyarakat luas. Dia mempertanyakan hal-hal seperti, "Bagaimana seseorang bisa melaporkan kejahatan kalau memorinya dihapus?" Dan "Akankah kriminal dipaksa menjalani prosedur manipulasi memori apabila ini memperkecil resiko mereka berbuat kejahatan di masa mendatang?" Dia mengatakan bahwa manipulasi memori—dan semua bioteknologi baru—"harus dilakukan dalam lingkungan yang interdisipliner." Saat ini Kernel memiliki 20 orang staf—ilmuwan komputer, ahli saraf, insinyur. Ketika Johnson ditanya apakah timnya memiliki ahli etik, dia menjawab "belum ada."