FYI.

This story is over 5 years old.

Perang Melawan Teror

Pengakuan Korban Penyiksaan Waterboarding CIA

Abu Zubaydah ditahan lebih dari 10 tahun oleh pemerintah AS. Dia tak pernah dinyatakan bersalah atau didakwa atas terorisme.
Foto oleh Mark Denbeaux.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.

Zayn Hussein Abu Zubaydah, 46 tahun, adalah pengungsi Palestina yang lahir di Arab Saudi, memiliki sembilan saudara kandung, dan dibesarkan oleh orangtua kelas menengah. Pada 1990, dia meninggalkan rumahnya di Riyadh untuk mencari hidup baru dan berakhir di Afghanistan, berperang dalam perang Soviet. Setelah mengalami luka berat di kepalanya akibat pecahan peluru meriam, tahun 1991, dia menetap di Pakistan dan menjadi pakar logistik jihad, mengirim pasukan dan dana untuk kamp-kamp pelatihan beragam organisasi teroris di Afghanistan. Nama dan nomor lencananya dikenali hampir setiap pejuang yang melewati Peshawar, area tempat tinggalnya. Abu Zubaydah dituduh membantu proses relokasi pejuang Al Qaeda dan keluarga mereka ke Pakistan. Maret 2002, dia ditangkap di Kota Faisalabad, Pakistan, pada operasi gabungan ISI/CIA. Kala itu ia mengalami luka-luka parah. Karena putus asa ingin mendengar berita bagus soal "perang melawan teror" pemerintah AS mengumumkan bahwa dia adalah petinggi Al Qaeda, tangan kanan Osama bin Laden, dan salah satu dalang di balik serangan teror 11 September 2001 (atau biasa dijuluki 9/11). Terputus dari dunia luar dan disekap dalam situs gelap CIA di Thailand, Abu Zubaydah adalah tahanan "perang melawan teror" pertama yang disiksa dengan waterboard oleh kontraktor CIA Dr. James Mitchell dan Dr. Bruce Jessen. Ketika program situs gelap CIA ditemukan pada 2006, Abu Zubaydah dipindahkan ke Teluk Guantanamo. Di situ ia ditempatkan dalam fasilitas dengan keamanan tinggi yang disebut Camp 7, bersama dalang-dalang 9/11 sesungguhnya. Meski Amerika Serikat kini mengakui bahwa dia tidak bersalah atas tuduhan-tuduhan tersebut dan bahwa dia tidak pernah menjadi anggota Al Qaeda, dia tetap ditahan di Teluk Guantanamo, tanpa tuntutan dan diklasifikasikan sebagai "tahanan seumur hidup."
Abu Zubaydah akan hadir sebelum pra persidangan di pengadilan militer di Guantanamo, 19 Mei. Di situ dia berniat membongkar penyiksaan yang telah dialaminya selama bertahun-tahun, menurut pengacaranya Mark Denbeaux.

Iklan

Zubaydah telah dipanggil untuk bersaksi atas perlakuan yang diterima tahanan lain yaitu Ramzi bin al-Shibh, salah satu dari lima tahanan yang dituntut sebagai dalang serangan 9/11/ Al-Shibh telah lama mengeluh bahwa dia mengalami penyiksaan psikologis di Camp 7, termasuk pemasangan suara-suara dan getaran dalam sel supaya tidurnya terganggu,
Nukilan di bawah ini diambil dari buku The Exile, rilis 23 Mei, tentang Osama bin Laden, deputi-deputinya, rekan dan anggota keluarganya yang hidup berpindah sejak serangan 9/11. Pre-order bukunya lewat tautan ini dan ketahui lebih jauh soal penulisnya di sini . - Adrian Levy

31 Maret 2002, Detention Site Green, Thailand

Dengan kepada ditutup, sang tahanan diborgol pada kasur pasien, ditonton seorang dokter dan ahli anestesi dari John Hopkins Hospital yang telah diterbangkan dadakan oleh CIA. Ketika penutup kepalanya dicopot, matanya berkedip cepat, menyesuaikan dengan cahaya. Mata kirinya berwarna kehijauan akibat infeksi. Pada wajahnya banyak luka iris dan darah kering. Dia tidak menyadari bahwa dia telah diterbangkan dengan pesawat pribadi dari Pakistan—tempatnya ditangkap—keliling dunia lewat Maroko dan Brazil menuju kamp militer di hutan Thailand. Lokasi tepatnya dari pusat interogasi ini masih menjadi rahasia, namun beragam sumber yang bekerja untuk program ini berkata bahwa ini adalah "Camp Ramasun," fasilitas angkatan udara kerajaan Thailand pada perang Vietnam. Karena tak diurus selama tahunan, tempat itu berantakan. Berlokasi di bagian utara Provinsi Udon Thani, dekat dengan perbatasan Laos dan 466 kilometer dari utara Bangkok, fasilitas itu merupakan tempat persembunyian yang sempurna bagi tersangka dari kasus besar. Banyak aparat intelijen dan personel militer AS ditugaskan di sini—termasuk Chief of Base (COB) Gina Haspel, kini menjadi wakil direktur CIA—menyebut lokasi ini dengan kodenya, "Cat's Eye." Dan hanya mereka yang tahu siapa tahanan di situ. Tidak yang lain—bahkan termasuk International Committee for the Red Cross. Aparat AS resmi pertama yang menginterogasi tahanan adalah Ali Soufan, agen FBI keturunan Lebanon-Amerika. Dia sangat khawatir dengan kondisi Zubaydah, dan bertanya-tanya bagaimana CIA menganggap dia cukup sehat untuk terbang setelah hanya empat puluh delapan jam di ICU. Zubaydah menderita luka-luka bekas tembakan, dan kini dirawat di ruang medis ala kadarnya di kamp dalam hutan penuh ular. Pada malam pertama itu, ketika anggota tim CIA dari Bangkok lainnya pulang ke hotel mereka, Soufan mengubah pondok militer usang menjadi ruang tidur. Pada pukul tiga dini hari seorang dokter membangunkannya. "Kamu mending interogasi sekarang," desaknya. Zubaydah menderita septisemia dan luka pecahan meriam di tengkuknya akibat peperangan di Afghanistan dulu, dan kini ia mengalami pembengkakan otak. Bisa jadi dia akan mati pada pagi harinya. Soufan mengontak tim CIA dan mengirim pesan ke Langley dari lokasinya, dan menerima balasan: "Jangan sampai dia mati." Pasien merana itu terbangun dan mendapati dirinya dikelilingi para perawat perempuan. Dia mulai melantur, berpikir mereka adalah bidadari dan dia sudah sampai surga. Ketika dia melihat wajah Ali Soufan dan menyadari bahwa dia masih hidup, dia mencoba beranjak dari kasur.

Iklan

"Jangan berbuat ulah," bisik Soufan, mengabaikan fakta bahwa Abu Zubaydah akan segera memasuki lingkaran hitam.

10 April 2002, Detention Site Green, Thailand

Telegram tiba untuk Agen Khusus Soufan. Tim baru segera tiba untuk "menyediakan rekomendasi untuk mengatasi keengganan Abu Zubaydah diinterogasi."
Soufan senang. Mengurus Zubaydah saja sudah amat melelahkan, dan kini dia tahu salah satu petugas CIA dijadwalkan bergabung sebagaimana dulu mereka bekerja sama pada kasus USS Cole di Yemen pada 2000. Meski demikian, ketika tim baru ini tiba, insting Soufan mengatakan ada yang tidak beres dengan psikologis kontrak Dr. James Mitchell. Dia adalah veteran program SERE angkatan udara AS, yang berbasis di Fairchild Air Force Base di Spokane, (Wa.). Dikenal di kalangan operator Special Forces AS, yang dia latih untuk melawan interogasi, Mitchell pensiun di Juli 2001, lalu menjadi relawan setelah 9/11, ngeri oleh skenario "flying man" di mana orang-orang loncat dari Twin Towers sesuai rujukan pada inferno. Dia dikontrak CIA untuk membalikkan program yang dia kembangkan, dan membuat tersangka Al Qaeda mengaku.
Mitchell memberi tahu Soufan bahwa pejuang Al Qaeda dilatih secara khusus untuk menolak wawancara, menggunakan buku panduan AS. CIA telah memutuskan bahwa program yang berfokus untuk membalikkan program itulah yang bisa membuat Zubaydah berbicara.
Zubaydah sudah bicara banyak, pikir Soufan.

Iklan

Tahanan ini telah memberikan wawasan penting soal kurir Al Qaeda, Abu Ahmad al-Kuwaiti, yang selalu menemani Osama bin laden—laki-laki yang akan menuntun CIA ke Abbottabad. Dan Zubaydah telah membongkar penyamaran dalang 9/11 yang disebut FBI sebagai "Mokhtar"—yang ternyata adalah Khalid Sheikh Mohammed.

Foto dari arsip keluarga Abu Zubaydah.

Soufan jengkel ketika dikuliahi. Namun Mitchell datang dengan izin penuh CTC kepala staf Jose Rodriguez dan dukungan Gina Haspel. Zubaydah dikeluarkan dari rumah sakit dan dikembalikan ke kamp dalam hutan, Soufan diberi tahu. Setelah itu, tim intergorasi CIA yang baru akan memiliki akses ekslusif pada Zubaydah. Dilatih oleh Mitchel, tim ini akan mengurus Zubaydah hingga akhirnya dia mau mengaku dan tunduk. Di rumahnya di Florida, rak-rak buku Mitchell dipenuhi buku-buku psikologi, teks-teks Islam dan koleksi tengkorak manusia purba. Sebuah foto lama menunjukan motivasi personal kuat untuk mempelajari pola pikir Islamis pelaku kekerasan. Ada foto dua pasangan di pegunungan: James Mitchell dan istrinya Kathy naik gunung dengan Donald Hutchings dan istrinya Jane. Pada 1995, Don, kawan dekat dari Spokane, seorang psikiatris dan entusias olahraga ekstrem, diculik oleh pasukan Islamis bersenjata ketika naik gunung di Kashmir, bersama lima warga Barat lainnya. Salah satu sandera dipenggal dan satu lainnya berhasil kabur. Don dan tiga orang lainnya tidak pernah terlihat lagi, sehingga Jane sendirian di Himalaya sia-sia mencari suaminya. Sementara itu James dan Kathy mencari-cari anjing mereka yang turut menghilang.
Kini Mitchell memiliki kuasa penuh di situs "Cats Eye". Soufan tidak yakin bahwa dia orang yang tepat untuk tugas ini. Dia mengajukan keluhan kepada atasannya, namun tak digubris.
"Washington merasa Abu Zubaydah tahu lebih banyak dari yang telah dia sampaikan padamu," jelas staf CTC. "[Mitchell] di sini memiliki metode yang bisa mendapatkan informasi itu dengan cepat," ujarnya lagi. "Metode apa itu?" tanya Soufan. Merenggut hak istimewanya, termasuk pakaian, makanan, dan kursinya, akan membuat Zubaydah memandang interogatornya sebagai "tuhan" yang berkuasa atas siksaan yang dialaminya. "Dalam waktu singkat saja kau akan melihat Abu Zubaydah tunduk," ujar Mitchell.
Kini Soufan hanya perlu melakukan satu tugas, ujar Mitchell, yaitu memberi tahu Zubaydah bahwa tim baru akan mengambil alih dan merekalah yang akan menentukan hidup-matinya.
Soufan jengkel dan marah. Dia mengirim pesan ke markas besar FBI.

Iklan

Sebuah pesan balasan berbunyi: Dr. Mitchell memiliki wewenang penuh dari Jose Rodriguez. Psikologis itu kemudian berkata: "Saya hanyalah seorang laki-laki yang diminta melakukan sesuatu untuk negara ini oleh petinggi-petinggi pemerintahan, dan saya melakukan terbaik yang saya bisa." Soufan juga diberi tahu bahwa sang presiden pun baru-baru ini menandatangi perintah presiden yang membuat pengecualian bagi tahanan Al Qaeda dan Taliban pada lindungan hukum Common Article 3 Konvensi Geneva yang melarang "mutilasi, perlakuan sadis dan penyiksaan." Kini CTC memiliki kuasa tak terhingga. 13 April 2002, "program interogasi baru" dimulai ketika Zubaydah bahkan masih berada di rumah sakit. Seorang interogator CIA duduk di samping ranjang Zubaydah dan perlahan menyarankannya untuk bekerja sama dan memberi tahu "rahasia terpenting yang mereka perlu ketahui." Zubaydah, yang saat itu berfokus dengan luka-lukanya, tidak berkata sepatah pun.
Dua hari kemudian, Zubaydah masih tutup mulut, "pesan pre-gerakan" dikirim, memberi tahunya bahwa "waktu tersisa sedikit." Zubaydah dibius, dikeluarkan dari rumah sakit, dan ditempatkan kembali ke sel lamanya di kamp dalam hutan. Dia bangun empat jam kemudian. "Saya mendapati diri saya dirantai pada kasur besi di ruangan serba putih," tulisnya di buku hariannya, sesuatu yang diizinkan Mitchell supaya mereka dapat mengetahui apa yang dia pikirkan. Sebagian besar entri diary itu tak ditanggali. Sebagian lagi susah dipahami, namun sisa-sisa diary—yang kemudian dirampas dan dirahasiakan—yang diperlihatksn di sini memberi kesempatan pembacanya untuk mengintip seperti apa program baru itu.

Iklan

Meski Zubaydah sangat mendambakan tidur, air dingin yang terus dicipratkan ke mukanya membuat Zubaydah terus terjaga. Menggigil, Zubaydah berusaha memahami keadaan di sekitarnya. "Tak ada siapapun di sana. Tak ada apa-apa, kecuali tiga tembok yang memantulkan cahaya terang. Saking terangnya, cahaya itu awalnya aku pikir berasal dari tembok..di ujung salah panel terdapat pintu besi yang kebanyakan dibuat dari tiang besi..jadi saya masih di penjara bukan di rumah sakit."

Akhirnya, Zubaydah bertemu sipir penjara baru. "Aku lihat ada obyek berwarna hitam," Kenang Zubaydah. "Obyek berwarna hitam itu ternyata seorang pria berbaju hitam-hitam. Bahkan muka, hidung dan mulutnya tertutup." Mata sipir penjara itu ditutup benda mirip kacamata selam, yang juga berwarna hitam. Tiap kali Zubaydah menutup matanya, sang sipir segera menyipratkan air ke arahnya.

Setelah Zubaydah agak lelah dan menyerah, para interagator kembali masuk ke ruangan dan memberondongnya dengan pertanyaan tentang hubungannya dengan Al Qaeda. Zubaydah ingat dia mengulang kalimat yang sama: "Aku bukan dari Al Qaeda, Aku bukan dari Al Qaeda."

Salah satu interagator mengancamnya. "Jangan ngelantur."

Kata-kata ini diulang ratusan kali dan terus terngiang di benak Zubaydah.

Makin banyak interogator yang masuk, menyesaki sel. Berbeda dengan Mitchel, yang menghabiskan 20 tahun menjadi personel militer, para interogator adalah sekelompok kontraktor baru.

Iklan

Seseorang kembali meneriakan pertanyaan sama tentang Al Qaeda.

"Aku bukan dari Al Qaeda.." jawab Zubaydah sambil bergetar.

"Jangan ngelantur."

"Kalau ingin buang air, Aku harus melakukannya di kursi pertama dengan menggunakan sebuah kaleng khusus. Tapi gara-gara mereka merantaiku dengan sangat kuat, sering kali aku malah mengencingi badan sendiri, mengotori perban baru di atas paha saya yang terluka." - Abu Zudaydah

Pada tahun 2002 Presiden George W Bush mengumumkan bahwa telah menangkap orang nomor tiga Al Qaeda. Zubaydah, sementara itu, tak pernah bergabung dengan Al Qaeda dan bahkan pernah melakukan perlawanan menyangkut insiden 9/11.

Seorang penjaga berseragam hitam-hitam mengeluarkan borgol dan belenggu kaki, sementara yang lainnya menyalakan "noise generator" guna memenuhi ruangan itu dengan suara yang memekakkan.

Selanjutnya, mereka memotong baju dan memplontosi kepala Zubaydah. Sisa-sisa rambutnya dibiarkan berserakan di lantai.

"Mereka mendudukanku di sebuah kursi plastik. Aku bugil dan mereka merantai saya keras sekali," tulisnya kemudian. "Entah berapa lama aku dirantai ke kursi itu. Mungkin sekitar satu setengah bulan."

Kursi itu pun jadi dunia Zubaydah.

"Kalau ingin buang air, Aku harus melakukannya di kursi pertama dengan menggunakan sebuah kaleng khusus. Tapi gara-gara mereka merantaiku dengan sangat kuat, sering kali aku malah mengencingi badan sendiri, mengotori perban baru di atas paha saya yang terluka."

Iklan

Apapun yang terjadi, Zubaydah tak diizinkan memejamkan mata.

"Aku kurang tidur…dalam durasi waktu yang panjang. Aku bahkan tak tahu berapa lama aku tak tidur; mungkin sekitar dua atau tiga minggu sampai aku tertidur meski sudah dicipratkan air oleh penjaga penjara. Mereka tak punya pilihan lain selain menggoyang-goyangkan badanku agar bangun."

Soufan, yang kala itu ada di sana, menonton dalam ketakutan.

Seorang dokter masuk.

"Dokter itu menyuntik dan aku bangun karena sakit sakitnya." kenang Zubaydah. "Dokter itu mulai memeriksaku dan memberi signal kepada mereka yang meninterogasiku. Dia seakan berkata; "Dia butuh tidur, kalau dipaksa terus dia bisa gila."

Untuk beberapa saat, Zubaydah diperkenankan tidur barang sebentar di atas kursi.

"Tanganku yang dirantai menggantung," ujarnya sambil mengingat-ingat. "Aku menempatkan dadaku di atas paha. Tanganku bisa kugunakan sebagai bantal. Kadang aku terbangun karena merasa sakit. Kadang aku terjaga karena kedinginan. Tapi seringnya aku bangun karena lapar."

"Boum! Boum! Boum! . . . lalu zen, lalu zzzz, then wezzzz."

Makin banyak suara berisik.

Zubaydah dihancurkan perlahan-perlahan dengan suara berisik itu. "Otakku seperti bergerak naik turun, ke kanan dan ke kiri. Lagunya berdurasi 5 sampai 10 menit dan terus dimainkan berulang-ulang tanpa henti sampai-sampai aku ketakutan jika lagunya hampir mencapai akhir, yang terdengar seperti orang menjerit. Aku mulai berusaha mengalihkan perhatian tapi aku malah aku ikut berteriak."

Iklan

Rambut Zubaydah kembali dicukur.

"Mereka terus mencukur kepalaku dan bulu-bulu di wajahku dengan pencukur rambut listrik. Mereka memangkas rambutku dengan cepat dan kasar." tulis Zubaydah, yang tangan serta kuku-kukunya menghitam karena debut dan kotoran. Dia mulai muntah-muntah. Seorang perawat di kirim sel. "Aku tak sempat menutup alat kelaminku dengan sempurna."

"Kok anda telanjang?" tanya sang perawat. "Tanya mereka saja," jawab Zubaydah. Perawat itu segera menimpali: "kita lihat saja nanti."

Mungkin perawat itu melaporkan apa yang dilihatnya, atau ini hanyalah akal-akalan saja, Zubaydah tak pernah tahu pasti. Yang jelas, penjaga penjara kembali dan kali ini memakaiannya baju.

"Alhamdulillah, aku jadi bisa menutupi kelaminku," pikirnya. Sayangnya perlakuan baik itu tak berlangsung lama.

"Seseorang mulai berteriak-teriak dengan keras dan mendorongku dengan kasar lalu mulai motong-motong bajuku. Saat itu aku merasa dia memotong kulitku."

Zubaydah kembali dicukur, "(mereka) mencukurmu seperti menggunduli kambing, bukan memotong rambut manusia."

Tak beberapa lama kemudian, tubuh Zubaydah mulai tertutup rambut. Bekas-bekas muntahan jelas kentara di tubuhnya. Zubaydah tak bisa mengontrol frekuensi "buang air kecil" kencilnya.

Ali Soufan berang dan mengkritik keras kondisi yang dialami Zubaydah pada Mitchel. Beberapa orang lain juga melakukan hal serupa. Mereka menulis email rahasia pada atasan mereka di Amerika Serikat, meminta mereka melakukan intervensi. Setelah debat sengit di markas besar, Soufan mendapat izin sementara untuk kembali berkomunikasi dengan tahanan pada tanggal 17 April.

Iklan

"Aku langsung menuangkan teh ke cangkir dan kembali mengunjungi Zubaydah di selnya.

Melihat Soufan, Zubaydah berekasi. Tubuhnya bergetar. Sebuah kalimat pendek keluar dari mulutnya; "Halo, Ali.

*

Akhir April 2002, meski diprotes keras oleh Soufan, markas besar CIA memperkenalkan metode interogasi baru yang lebih koersif. Strategi baru ini didukung sepenuhnya oleh Jose Rodriguez dan pelaksanaannya diawasi langsung oleh COB Haspel dan seorang pejabat CTC senior.

Metode baru ini menghalalkan pembatasan kemampuan indra tahahan dan mencakup "cecaran pertanyaan yang terfikus pada informasi tentang ancaman terbaru."

Pasca aturan ini disahkan, ada beberapa perbedaan dalam cara Zubaydah diperlukan. Pertama, tudung yang menutup kepala Zubaydah dilepas. Mereka kemudian menunjukkan buku alamat jihadis yang dimiliki Zubaydah. "Kamu bohong. Kamu tahu caranya menghubungi mereka." Salah satu dari interogator mendesis di sisi Zubaydah.

Zubaydah tertawa histeris. Masih jelas dalam ingatannya momen-momen itu. :"kalau bukan karena pertolongan Tuhan, aku mungkin sudah gila."

Mereka kembali merantai Zubaydah dan terus menggempurnya dengan pertanyaan setiap saat: Ada dua tim yang bergantian menanyainya. Jika satu tim sedang melakukan interogasi, tim lainnya akan menikmati rehat. Zubaydah sendiri terus dipaksa tersadar. Ada satu orang yang selalu bikin Zubaydah merinding. "Mukanya tak ditutupi. Dia tak memakai topeng atau kacamata lebar, pokoknya beda dari penjaga-penjaga lainnya."

Iklan

Pria yang dimaksud Zubaydah adalah Dr. Mitchell

Di luar penjara beredar sebuah pemahaman yang berbunyi: "tak terhitung jumlah nyawa warga Amerika Serikat yang melayang kecuali kita bisa membujuk AZ untuk membeberkan apa yang dia tahu." Alhasil, Abu Zubaydah ditahan dalam sel yang terisolasi sepanjang 37 hari lamanya. Di saat yang sama, program interogasi CIA tengah terus dikembangkan di Washington D.C. Mitchell menyarakan CIA menandangangi kontrak dengan Dr. Bruce Jessen, yang membantunya menyelesaikan laporan tentang potensi perlawanan Al Qaeda bulan Desember satu sebelumnya. Jessen adalah mantan kolega Mitchell di Fairchild Air Force Base. Layaknya Mitchell, Jessen, yang tumbuh besari di komunitas Mormon di Utah, tak punya pengalaman menginterogasi. Namun, reputasinya di Fairchild membuat namaya merebak. Kontraknay dengan CIA pun akhirnya disetujui.

Bukti yang menunjukkan jika tim lapangan di Thailand merasa bahwa metode baru yanh agresif mungkin sudah kelewatan dan bisa menyebabkan kerusakan permanen pada Zubaydah tertera dalam telegram yang dikirim ke markas besar CIA. Telegram tertanggal 15 Juli 2002 itu berbunyi; "Kita harus mendapatkan kepastian bahwa Zubdaydah akan terus berada dalam sel yang terisolasi dan tak bisa berkomunikasi dengan orang lain selama sisa hidupnya."

Jika skenario terburuk terjadi dan Zubaydah tewas dalam tahanan, "Kita harus bersiap untuk mengambil langkah yang tepat, dengan mempertimbangan perhitungan kewajaran yang melibatkan host kita."

Iklan

Jenazah Zubaydah bakal dikremasi.

Pejabat dari Langley merespon beberapa hari kemudian. Mereka mengatakan, "proses interogasi berlangsunh dengan memperhatikan prosedur medis" dan memastikan bahwa "semua pihak yang terlibat sepakat bahwa Zubaydah tak boleh melakukan komunikasi dengan siapapun selama sisa hidupnya."

Apa pun yang terjadi, Zubaydah tak akan keluar hidup-hidup.

Pada tanggal 24 Juli, Jaksa Agung John Ashscroft secara lian menyetujui penggunaan sepuluh metode interogasi, termasuk walling, penyekapan di ruangan sesak, penggunaan diaper serta serangga. Ketika tim interogasi mengisyaratkan bahwa mereka menunggu persetujuan menggunakan teknis waterboarding, Jaksa Agung menyetujui secara lisan teknik itu pada tanggal 26 Juli. Tak lama setelah itu, Dr. Mitchell terbang ke Thailand untuk bergabung engan Dr. Jessen. Sementara itu Ali Soufan secara permanen ditarik dari kasus Zubaydah.

4 Agustus 2002, Detention Site Green, Thailand

Proses interogasi baru dimulai pukul 1150 siang setelah diambil keputusan setiap proses interogasi akan berlangsung selama 24 jam.

Seorang petuas medis menulis email untuk mengabari Langley tentang pelaksaan proses ini. Judul email itu "So it begins (Akhirnya Dimulai Juga)."

Beberapa penjaga masuk sel Zubaydah diiringi dua interogator CIA. salah satunya menunjukan kotak kayu besar dan mencondongkan badannya ke arah Zubaydah. "Mulai sekarang itu bakal jadi rumah kamu."

Iklan

Kotak itu cukup besar. Jika Zubaydah berdiri di atas ember untuk menampung kotoran manusia, tingginya akan setara dengan panjang kotak itu. Zubaydah tak pernah ingat berapa lama dia berada dalam kotak vertikal tersebut. Ketika dia mendengar "suara gembok dikunci", cahaya terang mendadak membanjiri kotak itu. "Rasanya ada yang melingkari leherku. Tiba-tiba aku melihat seorang pria lain..dia tengah memutar-mutar handuk, yang dibungkus dengan plastik supaya bisa dibentuk seperti jerat. Handuk itu dikalungkan ke leherku. Aku kemudian diseret. Aku terlempar ke lantai bersama ember dari dalam kotak. Isinya berceceran di atas tubuhku."

Tanpa mengucap sepatah katapun, interogator asal Amerika Serikat itu membenturkan kepala Zubaydah ke dinding semen. Sampai sekarang, Zubaydah merasa kepala seperti retak. "Lelaki itu mulai membentur-benturkan kepalaku ke dinding dengan dua tangannya. Benturannya keras sekali sampai-sampai aku merasa kepalaku hancur berkeping-keping atau setidaknya tulang buatan di bagian kepalaku yang terbuka lepas. Rasanya tak bisa diceritakan…siksaan ini berlangsung lama dan pria itu seperti tak lelah melakukannya."

Pukulan-pukulan yang diterima Zubaydah makin parah. Di saat sama, penyiksanya berterikan "Kamu pikir kamu punya harga diri? Biar kutunjukkan apa itu harga diri."

Zubaydah merasa tulang belakangnya patah karena gempuran yang diterimanya. "Dia mulai menampar mukaku lagi…dan berteriak."

Iklan

Beberapa saat berlalu. Pandangan Zubaydah tersangkut pada kotak kayu kecil, ukurannya tak lebih besar dari peti mati anak. "Dengan bantuan para penjaga, lelaki itu berhasil mendorongku masuk ke dalam kotak."

Luas kotak itu 53cm, panjangnya 77cm serta tinggi 77cm. "Kedua kakiku jadi tempat bertumpu..akibatnya, luka di paha dan perut membuatku kesakitan luar biasa. Aku kepanasan dan mandi keringat di dalam kotak itu. Luka di kakiku kembali terbuka dan darah mulai menetes. Lagi-lagi, aku tak tahu selama apa aku ada di dalam sana. Entahlah, aku mungkin tertidur atau pingsan."

Zubaydah kesakitan akibat ruangan yang sempit dan tidak bisa bergerak. "Rasanya saya akan meledak."

Tidak lama kemudian dia harus merasakan siksaan waterboarding. Diseret keluar dari kotak, dia melihat sebuah papan tidur besi "yang memiliki banyak sabuk pengaman." Bentuknya mirip rak buku zaman kuno. "Saya benar-benar ditahan dan tidak bisa membuat gerakan sekecil apapun. Mereka menahan saya berbaring di lantai. Bahkan paha yang terluka juga dikekang menggunakan kain kasa. Luka-lukanya mulai terbuka lagi… Setelah tubuh saya diikat, mereka juga mengekang kepala saya menggunakan bantalan plastik tebal di kedua sisi kepala. Saya tidak bisa menggerakan kepala satu senti meter pun ke segala arah.

Lalu kepala saya dibungkus dengan kain hitam. Air dituang ke atas muka. "Mereka terus menumpahkan air, berfokus di hidung dan mulut saya hingga rasanya seperti tenggelam dan dada saya hampir meledak akibat kekurangan oksigen. Itulah hari pertama saya kira saya akan mati akibat tenggelam… Saya ingat memuntahkan banyak air, nasi dan kacang panjang."

Iklan

Zubaydah menulis: "Mereka melakukan operasi yang sama tiga kali [di hari pertama]. Dan setiap kali, menggemboskan bantalan plastik yang menahan kepala saya sehingga kepala semakin turun, membuat saya semakin sulit menghadapi tumpahan air dalam tubuh."

Mereka menghentikan operasi selama beberapa menit untuk memberi korban kesempatan untuk bernafas atau muntah sebelum kembali dilanjutkan.

"Setelah ketiga kalinya hari itu, mereka membiarkan kainnya terpasang, mengeringkan airnya dari kepala saya dan mulai melemparkan pertanyaan… Kemudian mereka menyeret saya kembali ke dalam kotak dan mengunci pintunya."

Prosedur ini berlangsung selama dua setengah jam. Menurut laporan resmi, selama prosedur, Zubaydah menderita "kejang-kejang di bagian torso dan organ vital lainnya."

Bahkan ketika Zubaydah sedang beristirahat dalam kotak, penyiksaan tidak lantas berhenti. "Tiba-tiba saya merasa ada pukulan yang mengguncang kotak tersebut dari luar dan ini terjadi beberapa kali," ingatnya. "Mereka menggoncang kotaknya keras sekali dan membuat saya terjatuh dari ember. Setiap 15 menit sekali, kotak digoncang 10 kali, agar saya tidak bisa tidur. Namun seiring waktu, akibat kelelahan, kepala pusing dan rasa sakit yang luar biasa, saya pun tertidur sejenak. Kemudian di dalam mimpi saya mulai mendengar bunyi pukulan-pukulan tersebut. Saya terbangun, dan kemudian tidur lagi."

Seorang juru kamera CIA merekam setiap menit kejadian, menghasilkan total 92 kaset rekaman.

Iklan

Foto dari arsip keluarga Abu Zubaydah

Sesi waterboarding meningkat "dari tiga hingga empat atau kadang lima kali," sesuai tulisan jurnal Zubaydah.

"1) Kaki saya diikat selama berjam-jam, basah akibat air dan urin hingga saya merasa kaki yang luka dan juga punggung akan meledak dari tekanan. 2) Mereka memaksa saya berbaring di ranjang air selama berjam-jam…Kali ini, kepala saya diikat dan ditahan di satu sisi dan masih ditutupi kain basah, menimbulkan rasa sakit akibat kontraksi leher, punggung, tangan, tulang sendi, otot dan saraf…3) Mereka juga menambakan takaran air dingin yang disiram ke tubuh saya yang telanjang."

Interogasi berlanjut, dan seorang interogator bertanya secara paksa tentang rencana-rencana terorisme masa depan terhadap AS.

"Saya berusaha berteriak dalam keadaan kepala ditutup 'saya tidak tahu apa-apa,' tapi tiba-tiba saya diguyur air lagi," ingat Zubaydah.

Setiap kali Zubaydah membantah bahwa dia terlibat dengan Al Qaeda atau tahu apa-apa, kepalanya dihantamkan ke tembok oleh seorang interogator. "Sebelum saya bisa menyelesaikan kalimat, kepala atau punggung saya dihantamkan ke tembok secara brutal."

Dalam satu sesi yang mengerikan, Zubaydah merasakan tubuhnya hancur lebur. "Air mata keluar dari mata, hidung saya meler dan bahkan saya terkencing-kencing tanpa kendali," ingatnya.

Menurut laporan investigasi ProPublica, di salah satu buku yang ditulis oleh interogator, COB Haspel menyaksikan banyak sesi-sesi penyiksaan ini. Dilaporkan juga bahwa COB sempat berujar ke Zubaydah: "Bagus! Saya suka kamu mulai ngiler, rasanya semakin realistis. Saya hampir percaya dengan acting kamu. Kirain pria dewasa gak bisa kayak gini."

Iklan

Secara total, Zubaydah menghabiskan lebih dari 11 hari di dalam kotak peti mati berukuran besar dan 29 jam di dalam kotak yang lebih kecil. Sang interogator mengatakan bahwa Zubaydah hanya akan meninggalkan fasilitas dalam keadaan "di dalam kotak."

Biarpun begitu, Zubaydah tetap saja tidak memberikan "informasi yang berarti."

Dokumen dari Detention Site Green merekam bahwa Enhanced Interrogation Techniques berlangsung dalam "berbagai kombinasi, 24 jam sehari" selama 17 hari berturut-turut hingga 20 Agustus. Ketika interogator beristirahat, Zubaydah ditinggalkan terikat dengan kain menutupi wajahnya, atau dikunci di salah satu peti mati. Dia berusaha mengalihkan pikirannya dengan cara menyanyikan lirik "Sailor", lagu Chris de Burgh favoritnya yang bercerita tentang nyasar di laut dan mimpi pulang ke rumah. Sayangnya ini pun usaha yang sia-sia.

Sebuah laporan merekam bahwa Zubaydah "menangis," "memohon," "meminta" dan menyangkal pengetahuan apapun tentang rencana Al Qaeda.

"Saya muntah setiap kali diletakkan dalam posisi vertikal ketika jeda sesi penyiksaan," ingat Zubaydah. Dia mulai kehilangan kendali atas tubuhnya. "Rasanya mirip dengan ketika bertahun-tahun lalu kepala saya terluka dan saya kehilangan ingatan." Dia sering tertidur gemetaran dan terbangun dalam kondisi yang sama. Dia juga mulai bergumam sendiri.

Staf CIA di Detention Site Green mulai dongkol. Bahkan Mitchell dan Jessen takut penyiksaan sudah berlangsung terlalu lama. Di 5 Agustus 2002, salah satu dokumen tim menuliskan: "Peringatan bagi [tim medis] bahwa kondisi pasien bukanlah kondisi yang umum…secara visual dan psikolog, kondisinya sangat memprihatinkan."

Iklan

*

Tanggal 8 Agustus, dokumen menuliskan: "Sesi pertama hari ini…mempengaruhi semua staf secara mendalam…Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan sesi penyiksaan." Di hari yang sama, dokumen lain melaporkan: "Beberapa orang di tim sangat terpengaruh…beberapa bahkan menangis dan tersedak."

Di hari berikutnya, terdengar laporan bahwa dua, bahkan mungkin tiga orang personil memilih untuk dipindahkan dari situs detensi apabila operasi penyiksaan dilanjutkan.

Dr. Mitchell mengklaim bahwa dia dan Jessen sempat hampir mengundurkan diri setelah dipaksa atasan terus melakukan waterboarding ke Zubaydah biarpun mereka merasa penyiksaan sudah kebablasan. Dia mengatakan para supervisor CTC yang mengawasi operasi berujar: "Kalian kehilangan nyali." Menurut Mitchell, para pengawas CYC mengancam bahwa apabila mereka berhenti menyiksa Abu Zubaydah dan terjadi serangan teroris lagi di AS, merekalah yang akan disalahkan.

Menurut laporan Senat perihal penyiksaan CIA yang sebagian dirilis di Desember 2014, kepala divisi Detention Site Green mengatakan Mitchell dan Jessen waktu itu "frustasi bahwa mereka terus menanyakan pertanyaan yang sama dan mendapat respon yang juga tidak berbeda." Di sebuah interview dengan penulis, Mitchell menyanggah tuduhan ini dan mengatakan bahwa laporan Senat berusaha menyalahkan dirinya dan Jessen dari program tersebut dan mencuci tangan CIA.

Di tanggal 9 Agustus, hari keenam dari interogasi, tim CIA memberitahukan Langley bahwa mereka memiliki "penilaian awal secara kolektif" bahwa ada kemungkinan sangat kecil bahwa Abu Zubaydah memiliki informasi tentang ancaman terorisme terhadap AS.

Sehari setelahnya, mereka kembali mengirimkan pesan yang sama: bahwa "hampir tidak mungkin" Zubaydah memiliki informasi yang mereka cari. Mitchell mengaku namanya tercantum dalam dokumen.

Aparat di markas besar CTC yang dipimpin oleh Jose Rodriguez memaksa prosedur dilanjutkan. Dalam selnya yang kotor, penuh dengan tai, muntahan, urin, dan rambut, Zubaydah sudah sangat terbiasa dengan siksaan. Begitu interrogator menyentikan jari dua kali, Zubaydah otomatis berebah di atas papan air.

"Penyiksaan terus menggunakan metode yang sama, dan tidak hanya menggunakan air, tapi juga urine. Saya juga terus muntah-muntah membuat kepala pusing dan perut tersiksa," tulis Zubaydah dalam jurnal penjaranya. "Luka lama di perut dan dada saya…rasanya terbuka kembali setiap saya muntah atau tenggelam."

Sebuah kaset rekaman interogasi yang diambil pada 11 Agustus dilabeli dengan peringatan "bersiaplah untuk menyaksikan sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya."

Tim interogasi memerintahkan seseorang dari kantor pusat "melihat korban dengan mata kepala sendiri" mengingat perlakuan yang dianggap "mendekati batas hukum." Setelah meninjau ulang kaset video sesi penyiksaan Zubaydah yang "lumayan grafik" lewat sebuah conference call, tim pusat setuju untuk mengirimkan perwakilan.

Zubaydah ingat hari dimana dia kedatangan tamu dari Langley. "Kain diangkat dan saya melihat dua orang: seorang lelaki dan perempuan dalam pakaian normal," tulisnya di jurnal. "Baru beberapa menit kemudian saya sadar bahwa saya telanjang total di depan seorang perempuan. Untuk alasan agama dan moral, saya menutup kemaluan saya dengan tangan."

Sang lelaki melempar Zubaydah menghantam tembok. "Kalau kamu marah-marah lagi, kita akan mulai dari nol lagi, ngerti?"

Di titik ini, sang perempuan mulai membaca pertanyaan dari kertas yang dia pegang. Zubaydah sadar bahwa tangan si perempuan gemetaran.

Setelah kedua orang tersebut kembali ke AS, interogasi terus berlanjut. Salah seorang interogator yang dinilai 'sedikit lebih baik' dibanding yang lain dinamakan Zubaydah "Tuan baik."

Di bulan itu, markas CIA menerima laporan bahwa interogasi Zubaydah dianggap sukses. Memo ini mencatat "metode interogasi agresif seperti ini bisa dijadikan standar untuk interogasi tawanan bernilai tinggi di masa depan."

Buku The Exile telah terbit pada 23 Mei lalu lewat penerbit Bloomsbury USA. Follow penulis artikel ini, Adrian Levy dan Cathy Scott-Clark di Twitter.