FYI.

This story is over 5 years old.

masa prasejarah

Para Ilmuwan Baru Saja Menemukan Pigmen Warna Tertua yang Umurnya 1,1 Miliar Tahun

Penemuan pigmen warna pink ini menjelaskan kenapa makhluk hidup membutuhkan miliaran tahun untuk hidup di bumi.
Tabung berisi pigmen tertua di dunia. Foto: Australian National University

Sekelompok peneliti dari Australian National University mengumumkan Selasa kemarin bahwa mereka telah menemukan pigmen warna tertua yang pernah ada. Pigmen berwarna merah jambu atau pink ini berusia 1,1 miliar tahun dan ditemukan di Gurun Sahara yang terletak di bagian utara Afrika.

Penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menjelaskan bahwa pigmennya berasal dari fosil molekuler klorofil, yang diproduksi oleh organisme purba bernama cyanobacteria. Klorofil adalah pigmen warna hijau yang biasa ditemukan di cyanobacteria dan tanaman yang menggunakan sinar matahari untuk berfotosintesis. Pigmennya berasal dari fosil porfirin, jenis senyawa organik yang mengandung cincin atom di sekitar ion magnesium untuk membentuk molekul klorofil.

Iklan

Para ilmuwan menghancurkan batunya sampai menjadi bubuk untuk mengeluarkan fosil porfirin molekulernya. Penemuannya menggunakan fosil porfirin karena sumber makanan seperti bakteri dan ganggang tidak meninggalkan sisa-sisa fosil yang mudah diidentifikasi.

Penemuan ini juga menjelaskan mengapa tidak ada organisme yang lebih besar sekitar satu miliar tahun yang lalu. Kurangnya suplai partikel makanan yang lebih besar, seperti ganggang laut, menghalangi munculnya organisme besar dan aktif. Terlepas dari ukurannya yang kecil, ganggang dianggap masih lebih besar daripada cyanobacteria yang ditemukan peneliti Australia ini.

Penelitian ini membuktikan bahwa cyanobacteria mendominasi bagian dasar rantai makanan di lautan. Cyanobacteria lenyap saat ganggang laut menyebar luas di laut dan menjadi sumber makanan yang lebih kaya.

“Cyanobacteria laut mulai punah 650 miliar tahun lalu. Ganggang menyebar cepat dan menyediakan energi yang dibutuhkan untuk evolusi ekosistem agar mamalia besar, seperti manusia dapat hidup di bumi,” ujar Jochen Brocks, dosen ilmu kebumian di Australian National University.