FYI.

This story is over 5 years old.

Kultur

Istilah "Anak Blasteran" Itu Sebenarnya Cap yang Absurd

Orang-orang yang dicap punya ras campuran memberi penjelasan bagaimana sesungguhnya "ras" adalah konsep yang terlalu cetek untuk mendefinisikan manusia.
Foto oleh Yasmine Hakim

“Kamu keturunan apa?” Kalau dipikir-pikir, itu adalah pertanyaan yang cukup tolol untuk ditanyakan pada orang lain, terutama karena kita sudah tahu jawabannya: manusia. Tapi itu enggak membuat orang-orang berhenti menanyakan pertanyaan tersebut, terutama pada orang-orang seperti saya yang merupakan keturunan campuran. Kalau kedua orang tuamu berasal dari dua kelompok etnis yang sangat berbeda, kadang kamu merasa harus “memilih satu” yang dominan. Enggak asik banget.

Iklan

Kita sudah terlalu terpaku pada ras sebagai realita biologis sehingga melupakan ras itu adalah konsep hasil konstruksi. Tidak ada hubungan antara jumlah melanin yang dimiliki seseorang dengan budaya mereka. Tidak ada hubungan antara melanin dan tingkat intelijensi, kecakapan fisik atau keterampilan kreatif. Kedekatan dan bahasa adalah yang umumnya membuat orang-orang dalam kelompok etnis yang sama tampak mirip—warna kulit mereka tidak ada hubungannya dengan itu.

Untuk itu, konyol untuk menganggap pengalaman 1.2 juta orang yang mengaku “berdarah campuran” di Inggris Raya sama semua. Beberapa gembira dengan sebutan tersebut, meski tahun lalu British Sociological Association menganggap istilah “darah campuran” keliru karena menyiratkan bahwa “darah murni” benar-benar ada.

Alih-alih meminta asosiasi akademis berbicara mewakili orang-orang, saya memutuskan untuk ngobrol langsung dengan milenial yang dicap keturunan campuran soal cara mereka memahami identitas mereka, soal makna kebersamaan dan apakah label tersebut sudah basi.

Natasha, 30 tahun

Saya rada bingung sendiri dengan istilah “darah campuran.” Sebal karena istilah itu enggak jelas: di satu sisi bisa diterapkan untuk seseorang yang setengah Venezuela setengah Malaysia, tapi juga bisa untuk seseorang yang setengah Jamaika dan setengan Irlandia. Meski demikian, sebagian besar diri saya ingin “mengakuinya” terang-terangan.

Saya mendaku sebagai darah campuran, namun meski hal itu terasa sangat membatasi—saya sering mendapati diri saya menjelaskan lebih jauh soal ras saya. Itu mungkin disebabkan oleh kulit saya yang cenderung terang dan berbintik-bintik. Orang-orang enggak mau langsung menerima jawaban “saya setengah kulit putih, setengah Karibia kulit hitam. Mereka pasti bertanya kenapa saya punya rambut merah.

Iklan

Kadang rasanya frustrasi karena saya harus selalu didefinisikan lewat suatu cara namun saya merasa hal itu merupakan insting yang sangat manusiawi, untuk mengkategorikan orang-orang dan mencoba memahami dunia. Saya rasa banyak orang menyadari bahwa dunia ini berubah dengan pesat dan mengimbangi kecepatannya merupakan suatu tantangan tersendiri.

Apakah saya berpikir Inggris Raya memiliki pandangan yang cenderung sempit mengenai darah campuran? Ya. Ada gambar stereotipenya dan kenyataanya tak jauh berbeda dari itu. Tapi kebebalan itu tak hanya soal kategori darah campuran—misalnya, banyak dari kita yang tidak terpapar pada generasi kedua atau ketiga kelompok etnis minoritas yang tumbuh besar di daerah terpencil. Seorang mantan pacar saya berasal dari keluarga Bangladesh dan dia tumbuh besar di Wales. Ada kawah saya yag lain datang dari keluarga Cina dan dia tumbuh besar di Ayrshire dan memiliki aksen Skotlandia yang indah. Tidak ada yang mengira hal itu dan rasanya hebat banget.

James, 21 tahun

Saya lebih senang menyebut diri sebagai orang Inggris. Orang tua ibu saya berasal dari India tapi ibu saya lahir di Kenya. Ayah saya memiliki orangtua dari Irlandia tapi dibesarkan di London. Kalau seseorang bertanya saya asalnya dari mana, saya biasanya berasumsi mereka akan tertidur kebosanan sebelum saya kelar menceritakan soal latar belakang saya, jadi saya singkat saja bilang saya orang Inggris. Saya tidak percaya bahwa identitas seseorang terbentuk dari negara-negara asal orang tua mereka, melainkan tempat yang saya anggap rumah dan bagi saya itu adalah Inggris.

Iklan

Saya rasa sebagian besar orang dengan keturunan campuran menggunakan istilah tersebut dengan cara yang sama dengan saya, yaitu untuk menghindari penjelasan bertele-tele soal asal muasal orang tua atau nenek kakek saya. Memiliki darah campuran bukan sebuah identitas melainkan bendera peringatan bahwa ini rumit dan saya tidak mau membuatmu kebosanan.

Apakah ada kejadian-kejadian di mana saya merasa harus memilih satu sisi? Tentunya. Saya jarang merasa harus menyembunyikan asal usul saya tapi sebetulnya membicarakan asal usul saya bisa jadi cara yang seru untuk punya obrolan seru dengan orang lain. “Eh gue juga dari Irlandia lho!” atau “Lo juga merayakan Diwali sama keluarga lo?” bisa jadi pembuka obrolan yang oke. Satu-satunya waktu hal ini jadi negatif adalah saat orang lain yang nanya-nanya seenak jidat. Saya kadang dibilang, “Tapi kan kamu bukan asli India,” atau, “Enggak ada orang Irlandia yang kulitnya kayak kamu.”

Ya, saya memang terlihat seperti ras campuran. Saya mungkin bisa menghindari ungkapan rasis karena orang-orang sepertinya tidak bisa menebak sebaiknya ngatain saya kayak apa. Jadi saya enggak pernah merasa enggak betah, yang mana saya bersyukur banget.

Apakah saya merasa kita butuh istilah baru? Aduh kayaknya rada ribet ya nyari-nyari bentuk yang tepat.

Gabriela, 24 tahun

(Foto oleh Yasmine Akim)

Terkadang saya mendapati diri sendiri mendaku sebagai ras campuran. Ini adalah kebiasaan buruk yang saya coba perbaiki. Saya rasa ini semua berasal dari keinginan untuk diterima. Saya sadar sekarang bahwa ini adalah suatu hal yang dipaksakan pada diri saya, bukan hanya pada orang-orang berdarah campuran namun semua orang yang hidup dalam lingkungan yang menjadikannya normal.

Iklan

Bilang saya ras campuran bikin saya sebal sendiri—apa sih yang dimaksud dari pernyataan seperti itu? Enggak ada. Alih-alih istilah tersebut menjelaskan soal orang tua saya, soal perbedaan ras, soal hubungan keluarga. Hal ini tidak menjelaskan apa-apa soal ras campuran sebagai sebuah budaya, atau tempat dalam sejarah. Dan itu sebuah kegagalan. Orang-orang berdarah campuran tidak diajak ngobrol soal sejarah dan perspektif dan politik mereka.

Prioritas utama yang harus kita lakukan adalah pertanyaan soal bagaimana kita sebaiknya menyesuaikan diri ke dalam kategori ras struktural dalam sebuah tempat—pertanyaan ya atau tidak, hitam atau putih.

Cara kita ngomongin soal keberagaman di Inggris sih lumayan konyol. Ya, orang-orang berdarah campuran adalah demografi paling pesat di negeri, tapi kalau sisi keluarga ibumu secara pasif-agresif ngasih tahu ke kamu bahwa terlalu banyak imigran akhir-akhir ini, mana progres yang kita banggakan itu?

Jen, 28 tahun

Apakah istilah itu menggambarkan identitas saya yang berdarah campuran? Kalau saya harus tegas, ya jawabannya tidak. Tidak cukup. Saya merasa saya menggunakan istilah-istilah berbeda tergantung saya lagi ngobrol sama siapa dan lagi di mana. Saya rasa itu semua berasal dari orang-orang yang bersedia memberikan label dengan sangat cepat, siapa yang saya ajak bicara dan mengapa.

Mungkin saya lebih nyaman menyebut diri India-Inggris. Tapi misalnya saya lagi di sebuah kawasan di mana tidak terlalu multikultural atau saya merasa bahwa orang itu tidak lagi mau mendengar omongan panjang lebar, maka saya bilang saja saya ras campuran.

Saya rasa istilah itu sangat membatasi. Kalau kamu terdiri dari tiga “hal” berbeda, melabeli diri sendiri dengan sebutan ras campuran hanya akan membantu orang-orang menempatkanmu ke dalam satu kotak: “OK, mereka ada dalam satu kategori jadi mereka semua mirip karena mereka tidak tahu mereka siapa! Mereka semua tidak dapat diklasifikasikan jadi masukkan saja semua ke dalam satu kotak.” Saya rasa hidup saya seperti itu. Saya memasukkan diri sendiri ke dalam kotak itu.

Saat saya tinggal di Oxford bersama mantan pacar saya, meski saya bisa bilang ke orang-orang soal asal usul saya, saya tidak merasa bahwa sejarah saya dipahami. Itilah mengapa saya balik ke London, karena ada banyak orang dari latar berbeda dan kita semua merasa berbeda di sisi tertentu dan itulah mengapa kita semua mirip.