Pendidikan

Gaji Ditunggak 24 tahun, Guru Honorer yang Bakar Sekolah Diberi Kompensasi Rp6 Juta

Polisi Garut membatalkan penyidikan terhadap Munir Alamsyah atas dasar keadilan restoratif. Sebagian netizen menuding dinas pendidikan Garut harusnya memberi ganti rugi sesuai nilai inflasi sejak 1998.
Munir Alamsyah Guru Honorer yang Bakar Sekolah di Garut Karena Gaji Ditunggak Selama 24 Tahun
Foto ilustrasi guru mengajar di salah satu sekolah pedalaman Indonesia oleh OLIVIER LABAN-MATTEI / AFP

Guru honorer bernama Munir Alamsyah berurusan dengan hukum lantaran membakar gedung sekolah tempatnya mengabdi lebih dari dua dekade lalu. Pada 16 Januari 2022, jajaran kepolisian Kabupaten Garut, Jawa Barat, menangkap Munir tanpa perlawanan di rumahnya.

Munir terbukti menyulut api yang akhirnya menghanguskan beberapa pintu kelas di SMP Negeri 1 Cilelet dua hari sebelum ditangkap. Polisi menemukan rekaman CCTV yang memperlihatkan lelaki 53 tahun itu menyulut api di beberapa pintu menggunakan bensin yang disiramkan ke kertas yang sudah dibakar lebih dulu.

Iklan

Saat diinterogasi, ternyata tindakan nekat itu puncak kekesalan Munir yang selama 24 tahun terakhir rutin menagih gajinya yang ditunggak oleh sekolah tanpa kejelasan. Munir pernah mengajar fisika di SMPN 1 Cilelet sebagai tenaga honorer pada periode 1996-1998.

Selepas tak lagi menjadi guru honorer Munir bekerja serabutan, sembari terus menagih gaji ke sekolah. Tekanan ekonomi selama pandemi Covid-19 membuatnya semakin kesal pada SMPN 1 Cilelet karena teringat gajinya senilai Rp6 juta belum kunjung dibayarkan.

“Saya membakar sekolah tersebut karena kesal, saya memohon maaf atas perbuatan itu," ujar Munir saat dikofirmasi TribunJabar. “Saya nganggur tidak punya pekerjaan, hidup dibantu keluarga aja.”

Atas kesaksian itu, polisi kemudian menghubungi pihak sekolah, yang membenarkan bahwa gaji Munir belum juga dibayarkan. Polisi mengaku sudah ada pencabutan laporan oleh pihak sekolah, sehingga aparat membatalkan penyidikan lanjutan terhadap Munir. Dia sekaligus dibebaskan dari tahanan.

Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono, dalam jumpa pers akhir pekan lalu, menyatakan penghentian kasus pembakaran SMPN 1 Cilelet oleh Munir sudah sesuai Peraturan Kepolisian Nomor 8 tahun 2021 terkait masalah penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

Iklan

“Kami melihat secara materiil dan formilnya terpenuhi [restorative justice)]" kata Wirdhanto.

Menyusul langkah kepolisian, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut berinisiatif memberi kompensasi tunggakan gaji Munir pada 28 Januari 2022. Bantuan dari Dinas itu senilai Rp6 juta, disesuaikan dengan honor yang seharusnya dia terima selama mengajar di Cilelet sepanjang 1996-1998.

Kepala Dinas Pendidikan Garut Ade Manadin, dalam jumpa pers seperti dilansir KompasTV, menyesalkan adanya tunggakan gaji terhadap guru honorer di masa lalu. Atas dasar itu, dinas mengaku bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak Munir, apalagi dia cukup berdedikasi selama mengajar di SMP Negeri 1 Cilelet.

“Kami dari Disdik Garut tanggung jawab, dia adalah guru terbaik,” ujar Ade. “Mudah-mudahan ini menjadi sebuah obat luka di hati Pak Munir.”

Akan tetapi, pengguna medsos yang merespons insiden tragis ini menganggap dana penggantian gaji sebesar Rp6 juta masih kurang adil bagi Munir. Sebab, jika mengacu pada kenaikan inflasi sejak 1998 sampai 2022, nilai kompensasi yang seharusnya diterima Munir jauh lebih besar, mencapai lebih dari Rp40 juta.

Iklan

Ade Manadin lantas memperingatkan pengelola sekolah di Kabupaten Garut agar menghindari kasus macam ini di masa mendatang. Dia mendesak sekolah tertib membayar gaji guru honorer. “Kepala sekolah harus peka terhadap lingkungannya, harus memperhatikan bawahan ketika memimpin sekolahnya, bahwa di sekitar kita ada orang yang harus dijunjung tinggi,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Garut.

Munir setidaknya menerima bantuan dari dinas itu, sekaligus penghentian kasus oleh kepolisian, dengan senang hati. Dia pun terekam sempat melakukan sujud syukur ketika dikabari akan mendapat kompensasi. “Perasaanya seperti diangkat dari masa-masa hina dan pahit, saya sangat bersyukur, terima kasih Pak Polisi dan pihak sekolah semuanya," ujarnya.

Pemerintah sendiri mengambil sikap melarang semua instansi dari pusat hingga daerah merekrut tenaga honorer mulai 2023. Kasus tragis seperti dialami Munir terlalu jamak terjadi, sebab dasar hukum penggajian tenaga honorer tidak mendukung akuntabilitas.

Kebijakan ini diumumkan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, lewat keterangan tertulis pada Senin, 17 Januari 2022, seperti dilansir CNN Indonesia. "Terkait tenaga honorer, melalui PP [peraturan pemerintah], diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan tahun 2023," kata Tjahjo.

Kementerian dan lembaga pemerintah diminta Tjahjo untuk mulai tertib hanya merekrut dua jenis Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).