Jika Spanyol punya festival perang tomat bernama La Tomatina, maka Lembang punya gelaran serupa bertajuk Rempug Tarung Adu Tomat. Perang tomat itu diadakan di Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Perang tomat ini merupakan rangkaian dari Upacara Ngaruat Bumi dan Hajat Buruan, digelar sebagai bentuk ungkapan membuang sial dari segala hal buruk dalam diri manusia maupun penyakit tanaman.
Iklan
Seperti apa bentuknya? Saling lempar tomat satu sama lain. Pada Rempug Tarung yang digelar Sabtu, 27 Oktober lalu, setidaknya dua ton tomat nyaris busuk disiapkan untuk meramaikan ruwatan.
Di jalan-jalan desa dijejerkan puluhan keranjang bambu berisi tomat. Tomat-tomat itulah yang akan digunakan sebagai amunisi. Sementara tomat dikumpulkan, warga, baik laki-laki maupun perempuan, tua ataupun muda, bersiap-siap menyambut pertarungan. Warga yang bertugas menjadi prajurit memasang tameng dan topeng dari anyaman bambu sebagai pelindung diri.Sebagai pembuka, 10 orang prajurit yang saling berhadap-hadapan itu terlebih dulu membawakan tari-tarian simbol pertarungan. Setelah tarian selesai, para prajurit bergabung dengan warga dan menyuruh mereka melempar tomat ke siapapun yang ada di hadapannya. Seluruh warga yang telah bersiap menuruti arahan prajurit, maka seketika dimulailah perang tomat yang meriah itu.Tak hanya pria dewasa yang terlibat di medan tempur. Perempuan, tua, muda, anak-anak pun tumpah ruah dan terkena cipratan tomat. Hilang fokus sekejap saja sudah pasti menjadi bulan-bulanan lawan. Tanpa harus menunggu lama, ribuan tomat dalam keranjang melayang dari segala penjuru arah mata angin. Tomat menghujam mengenai tubuh para warga dan penonton di sekitar lokasi pertempuran. Tak mau kalah warga yang hanya menonton pun melancarkan aksi balasan dengan menggengam erat tomat lalu menyasar lawannya. Perang tomat ini berlangsung cukup lama, sampai kira-kira setengah jam. Setelah perang usai sisa-sisa tomat yang telah hancur selanjutnya dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali menjadi pupuk organik.
Iklan
Sejatinya tradisi perang tomat yang berlangsung sejak 2012 ini merupakan bentuk rasa prihatin warga akibat harga tomat yang kian anjlok jika sedang panen raya. Ketika persediaan melimpah, harga tomat di level petani bisa jatuh hingga Rp400-Rp200 per kilogram. Lantaran tak sebanding dengan modal bertani tomat, para petani membiarkan buah itu membusuk.
Menurut sesepuh kampung tersebut, daripada tomat terbuang percuma akhirnya dibikinlah acara yang kemudian jadi tradisi baru di kalangan petani. Perang tomat sebagai ungkapan membuang sial segala macam hal-hal buruk atau sifat yang tidak baik dalam diri masyarakat maupun hal buruk berkaitan penyakit tanaman. Simbol keburukan itu berwujud tomat busuk yang harus dilempar atau dibuang jauh-jauh.Selain itu, makna di balik perang tomat yaitu membuang hal-hal buruk seperti penyakit tanaman khususnya sayuran dan sekaligus pesta atas keberhasilan. "Juga sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang diberikan, tanah yang subur dan air yang melimpah," kata Nanu Muda, salah satu pemuka desa yang menggagas ruwatan perang tomat.