Pekan lalu, sempat beredar kabar Facebook bersiap memblokir semua postingan terkait teori Flat Earth (FE) alias bumi datar. Sayang, berita tersebut adalah murni hoax. Saya sempat berharap kabar ini sungguhan. Sebab satu hal paling mengganggu bakal hilang dari hidup saya: debat kusir antara pendukung sains dan pembela teori bumi datar. Dua tahun belakangan, debat-debat macam itu selalu terjadi di semesta maya Indonesia, tak peduli kalian peduli atau memilih abai.
Saya sempat berencana tak lagi memusingkan serba-serbi teori itu, setelah artikel saya mewawancarai pendukung bumi datar tempo hari terbit. Rupanya diskusi belum berakhir. Orang-orang masih terlibat debat kusir tak berujung di postingan Facebook VICE. Saya tergerak melakukan sesuatu. Tak semua orang tentu punya kesabaran. Padahal pada satu titik mereka pasti terpaksa bertemu pendukung teori bumi datar di Facebook, Twitter, atau Instagram. Orang-orang malang ini butuh bantuan.
Saya menghubungi kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin dan mantan insinyur British Airways David Lawrence, supaya setiap orang yang masih percaya pada sains dapat mempersiapkan diri. Setidaknya, pendukung sains tak akan gampang gentar ketika pendukung teori bumi datar memakai istilah-istilah rumit sewaktu berdebat dengan kebanyakan manusia lainnya.
Thomas segera memberi satu tips penting yang wajib kita ingat saat menghadapi kaum bumi datar. "Flat Earth sama sekali tidak mengandung unsur sains," ujarnya saat saya hubungi. "Mereka hanya comot istilah sana-sini lalu dihubung-hubungkan dengan teori bumi datar. Itu sama sekali bukan kerangka berpikir sains."
Kebetulan Thomas rutin mengamati dan menertawakan semua argumen Flat Earth. Setali tiga uang, David yang lama pula berprofesi sebagai pilot, menganggap teori flat earth adalah omong kosong. Dia pun punya bukti yang bisa kalian pakai menghadapi pendukung bumi datar yang rese' dan mengajak berdebat di dunia maya.
Sementara itu, buat kalian yang sempat mulai tertarik dengan semua teori Flat Earth, belum terlambat untuk kembali ke jalan yang benar lho.
Berikut jawaban-jawaban Thomas dan David terhadap deretan argumen favorit para pendukung bumi datar.
Klaim FE: Gravitasi adalah hoax. Yang ada di semesta ini hanyalah daya apung (buoyancy), kepadatan, dan perbedaan massa benda
Faktanya: "Gravitasi terjadi karena adanya massa suatu benda," ujar Thomas. Menurut Thomas, besaran gravitasi bergantung besarnya massa benda. Karenanya dua batu yang berdekatan tidak bakal saling tarik menarik, karena massanya yang kecil. Gravitasi pula yang menarik air laut, bukan karena massa jenis. Pendukung teori Flat Earth percaya bahwa semua benda ditentukan oleh massa dan kepadatannya. Padahal di ruang vakum yang tidak ada gravitasi, kepadatan menjadi nol sehingga benda melayang.
Klaim FE: Antartika bukan benua, melainkan dinding tinggi yang mengelilingi bumi Faktanya: "Saya tak perlu membahas ini, sudah banyak bukti soal eksplorasi, video, foto yang membuktikan benua ini ada," kata Thomas. "Data satelit yang sudah direkonstruksi dalam Google Earth adalah bukti paling sederhana soal keberadaan benua Antartika."
Pendukung teori bumi datar bilang tak ada manusia sukses menembus Antartika. Saya googling bentar, baru sekali ekspedisi yang sukses sih. Selang semenit, eh ternyata sudah berkali-kali. Lah, setelah googling tak sampai lima menit, saya dapat penjelasan perjalanan menembus Kutub Selatan rutin dilakukan. Duh….
Klaim FE: Fenomena sederhana seperti kapal yang tiba-tiba "menghilang" hanyalah soal perspektif, bukan berarti bumi bulat Faktanya: Thomas bilang, mata manusia memang bisa menipu. Ini semua adalah perspektif mata. Pelangi bukan berarti berbentuk kubah walau secara kasat mata begitu. Pembiasan (refraksi) atmosfer dan batas pandang mata pengamat juga berlaku untuk menjelaskan fenomena kapal yang menghilang. Kelengkungan bumi tidak akan terlihat pada jarak pendek.
Anak-anak FE suka sekali memakai bukti video Youtube. Maka, Thomas mengajukan bukti untuk membantahnya lewat video ini.
Klaim FE: Gerhana itu hoax, yang ada adalah benda bernama X-moon yang menutupi bulan atau matahari Faktanya: X-moon, menurut LAPAN, hanyalah benda dalam dongeng. Thomas mengatakan lintasan gerhana bisa dihitung secara akurat dan dapat diprediksikan dengan cermat. "Data gerhana selama 2011-2020 itu ada, yang di dalamnya terdapat data gerhana 9 Maret 2016 yang terbukti melintasi Indonesia dengan prakiraan waktu dan jalur yang tepat," kata Thomas.
Menurut Thomas, rumus penghitungan gerhana terdiri atas penghitungan bidang dasar (fundamental plane), sumbu bayangan bulan, serta penghitungan radius umbra dan penumbra untuk mengetahui daerah yang terkena gerhana. Semuanya, kata Thomas, tak perlu dihitung secara manual, cukup memakai aplikasi dari NASA.
Thomas lantas balik bertanya, "bisakah para pendukung Flat Earth memprediksi secara matematis kapan terjadi gerhana gara-gara bulan ketutupan X-moon?"
Klaim FE: Kenapa jembatan tidak melengkung saat tampak dari atas? Inilah bukti bumi sebenarnya datar Faktanya: Jari-jari bumi sekitar 6.300 km kata Thomas. Kalau kita ambil bentangan horizon laut atau jembatan terpanjang sekitar 2 km, maka bentangan tersebut terlalu kecil dibandingkan dengan jari-jari bumi. Coba kita buat skala kecil. Seandainya jari-jari bumi dibuat 63 meter (kira-kira setengah panjang lapangan bola), maka bentangan jembatan atau horizon laut hanya digambarkan 0,02 meter (2 cm). Garis 2 cm pada lingkaran sebesar setengah lapangan bola seperti itu tentu tidak akan terlihat kelengkungannya.
Klaim FE: Satelit tidak mengorbit bumi. Satelit bahkan tidak bisa meninggalkan atmosfer Faktanya: Mungkin yang dimaksud para Flat Earth itu adalah satelit geostasioner. Menurut Thomas, satelit geostasioner dengan ketinggian lebih dari 400 km tetap berada di atas satu wilayah tertentu. Contohnya satelit Himawari di atas Pasifik atau Palapa di atas Kalimantan. Lapan sendiri memiliki satelit A2/Orari yang diluncurkan pada 2015 bersama roket milik India.
Baca juga liputan VICE Indonesia terhadap teori konspirasi yang marak di medsos:
Klaim FE: Semua foto NASA adalah hoax Faktanya: "Satelit sudah ada sejak 1950-an," kata Thomas. "Namun baru pada 1970-an kita bisa mengambil foto antariksa." Menurut Thomas, jika pun ada gambar-gambar ilustrasi berupa computer-generated image (CGI), itu semata-mata untuk tujuan edukasi.
Klaim FE: Jika bumi itu bulat, pilot harus senantiasa menurunkan ketinggian pesawat untuk mengikuti kurvatur bumi Faktanya: David Lawrence bilang ini salah satu klaim mereka yang nyaris dipercaya karena di udara kadang seperti itu. Namun, tetap saja, gagasan mereka sepenuhnya SALAH. David Lawrence mengatakan pesawat secara konstan mengikuti kelengkungan bumi tanpa sang pilot harus repot-repot bermanuver. Jika pesawat pun harus menyesuaikan kelengkungan bumi, hal tersebut tidak akan berpengaruh alias tidak terasa.
"Pesawat tidak terbang sejauh 1 mil dan si pilot harus menurunkan hidung pesawat beberapa inci untuk mengikuti kelengkungan bumi, itu tindakan bodoh," kata David. "Kita sudah ada altimeter dan sistem yang menghitung semuanya."
Tak ada benda yang bisa meninggalkan atmosfer bumi. Bahkan roket saja terbang melengkung Faktanya: Ini satu lagi lelucon konyol dari komunitas FE, menurut David sebagai pilot senior. Meski pelangi berbentuk kubah, bukan berarti atmosfer bumi berbentuk kubah juga yang tidak bisa ditembus. Salah satu contoh adalah jatuhnya benda langit di Sumatera Barat yang teridentifikasi sebagai sisa roket peluncuran satelit navigasi pada 2007.
Thomas punya penjelasan tambahan soal isu ini. "Saat jadi sampah antariksa dan tertahan di atmosfer, ketinggian benda itu terus turun. Sampai pada ketinggian 120 kilometer, benda ini tertarik gravitasi bumi," ujarnya Soal lintasan roket yang terlihat melengkung, menurut Thomas, itu justru bukti gravitasi ada dan bukan berarti tidak bisa meninggalkan atmosfer bumi.
Begitulah. Kalau baca sampai sini, artinya kalian punya bekal memadai menjawab klaim-klaim pendukung bumi datar. Namun ingat, sebaiknya menghindari perdebatan macam ini. Demi kesehatan jiwa dan raga kalian semua….