Isu Pangan

Setelah Jutaan Telur Dihancurkan, Kini Giliran Bulog Buang 20 Ribu Ton Beras

Puluhan ribu ton ini adalah beras impor yang disimpan Bulog untuk persediaan nasional. Karena kualitas turun, maka kebijakannya harus dibuang. Lagi-lagi, impor dituding penyebab berasnya mubazir.
Setelah Jutaan Telur Dihancurkan Kementan, Kini Giliran Bulog Buang 20 Ribu Ton Beras
Foto kunjungan Presiden Jokowi ke Gudang Bulog oleh Cahyo/Setpres/via AFP

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) lagi akan memusnahkan 20 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP). Beras sebanyak itu dibuang karena sudah mengalami penurunan mutu akibat disimpan terlalu lama di gudang. Wah, kalau istilah menyisakan sedikit nasi di piring makan benar-benar membuat petani menangis, apa yang dilakukan Perum Bulog bakal membuat petani meronta-ronta tujuh turunan.

Iklan

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, menurut peraturan, cadangan beras memang harus dibuang apabila telah disimpan lebih dari empat bulan. Sebab, selepas durasi itu, kualitas beras akan memburuk dan mau tidak mau harus dimusnahkan.

Nilai beras yang dibuang mencapai Rp160 miliar. Bayangkan betapa sia-sianya. Padahal untuk dapat uang segitu Anda harus menang kuis Who Wants to be a Millionaire? sebanyak 160 kali dulu.

Angka 20 ribu ton ini sebenarnya bukan apa-apa. Dikutip dari Tirto, dari 2,3 juta ton beras yang ada di Gudang Bulog, sebenarnya ada 100 ribu ton yang sudah lebih dari empat bulan disimpan. Lalu, dari 100 ribu ton itu, 20 ribu ton bahkan sudah setahun disimpan. Beras yang terakhir inilah yang akan dimusnahkan.

Yang bikin tambah kesel, pemusnahan belum dilakukan Perum Bulog karena belum ada anggaran. Astaga, untuk membuang-buang uang, mereka tetap membutuhkan uang.

“Di Kementerian Keuangan belum ada anggaran. Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan. Tetapi untuk dieksekusi disposal, anggaran tidak ada,” ujar Tri kepada Tirto.

Berpuluh ton beras memang harus segera keluar dari gudang Bulog. Hanya saja, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menjanjikan pemusnahan beras dari gudang tidak akan musnah dalam arti benar-benar dibuang.

Kata beliau ini, beras akan dikasih kepada yang membutuhkan. Momentum kayak gini paling tepat untuk debat privilege lagi, soalnya beras apkir enggak mungkin dibeli orang kaya kan?

Iklan

"Meski demikian beras tersebut masih memiliki manfaat dengan melakukan pengolahan penukaran, penjualan di bawah HET (Harga Eceran Tertinggi) serta dihibahkan untuk bantuan kemanusiaan," ujar Budi kepada Liputan6.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Rusli Abdullah mengatakan fenomena mubazir masif ini disebabkan karena impor beras berlebihan sepanjang 2018. Pada Mei 2019, Dirut Bulog Budi Waseso mengatakan, hanya 150 ribu dari 1,8 juta ton beras impor yang terserap pasar.

"Ini mungkin karena pengadaan yang berlebihan di tahun 2018 terutama dari impor beras. Ada kaitannya dengan polemik data beras 2018 ketika ada debat harus impor atau tidak,” ujar Rusli kepada Tirto.

Kinerja Bulog yang buruk dalam mendistribusikan beras juga mungkin jadi penyebab. Menurut Dosen Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso, Bulog ditargetkan menyalurkan 15 ribu ton beras per hari, tapi aktualisasinya mereka cuma bisa menyalurkan 3-4 ribu ton. Dwi juga mempertanyakan mengapa kebutuhan beras yang tinggi di masyarakat justru disuplai oleh swasta.

Kalau merasa berita ini belum cukup bikin Anda menangis, per Desember ini Kementan juga memusnahkan 7 juta bibit ayam per minggu, sekali lagi: per minggu, untuk menjaga stabilitas harga yang porak poranda karena impor. Kami sudah menuliskannya di sini.

Praktik buang-buang beras ini akan terasa lebih menyebalkan kalau kita melihat indeks Kelaparan Global 2019. Dari situs resmi Global Hunger Index (GHI), Indonesia mendapat skor 20,1 dan masuk kategori serius kelaparan.

Kabar baiknya, angka ini terus menurun sejak 2005 (skor 26,8) dan 2010 (skor 24,9). Kabar buruknya, dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara, skor segitu masih dianggap tinggi. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki indeks kelaparan 9,9 saja.

Meski iklan-iklannya terkenal sedih, namun perut orang-orang Thailand terbukti bahagia.