FYI.

This story is over 5 years old.

Pelecehan Seksual

Permintaan Maaf Ngasal Pesohor Lelaki Buktikan Mereka Tak Paham Konsep 'Consent'

Harvey Weinstein, Louis CK, hingga Kevin Spacey diterpa dugaan pelecehan seksual. Tapi mereka lebih sering berkilah dan pakai bahasa terselubung, mengalihkan perhatian publik soal tindakan bejatnya.
Foto-foto via Wikimedia Commons.

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

Setelah sejumlah perempuan bersuara atas serangan seksual yang dilakukan Harvey Weinstein, banyak orang menyuarakan pengalaman serupa dilecehkan laki-laki pesohor yang berkuasa di Hollywood. Pelawak Louis C.K., aktor Kevin Spacey, produser Brett Ratner, dan pembawa acara televisi Charlie Rose menyusul tersangkut skandal serupa. Akhir pekan lalu, giliran aktor serial TFV Transparent, Jeffrey Tambor, merilis pernyataan yang menyangkal tuduhan telah melecehkan seksual Trace Lysette, lawan mainnya serta seorang mantan asisten pribadi. Namun, dia menyampaikan tidak akan meneruskan aktingnya dalam serial itu memasuki musim ke lima. “Saya telah menerangkan, saya amat menyesali jika ada tindakan saya yang pernah disalah artikan sebagai tindakan yang agresif oleh siapapun, namun gagasan bahwa saya secara sengaja ingin melecehkan siapapun sama sekali tidak benar,” ujar Tambor dalam pernyataan tersebut, sebagaimana dilaporkan Deadline. “Mempertimbangkan atmosfer yang dipolitisasi yang tampaknya telah merugikan lingkungan kerja kami, saya tidak terpikir bisa kembali [berakting] di Transparent.”

Iklan

Beberapa pengacara yang kami hubungi, menilai pernyataan Tambor itu adalah upaya ngeles dari tanggung jawab. Secara ambigu mengakui jika memang terjadi pelecehan, tapi ogah disalahkan. Pernyataan Tambor mirip sekali dengan cara nama laki-laki tenar lainnya yang dituduh melakukan kekerasan seksual. Mereka mengelak dari tanggung jawab, lalu justru menyalahartikan definisi serangan dan pelecehan seksual.

“Pernyataannya itu ngena ke saya karena seringkali kita perlu menilai niat versus dampak,” ujar Brian Pacheco, direktur komunikasi di Safe Horizon, organisasi yang membantu korban-korban kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan anak, perkosaan dan serangan seksual.

“Seringkali mereka yang melakukan tindakan [kekerasan berkata] ‘Bukan itu niatan saya’ atau ‘Ya itulah adanya,’ padahal mereka tidak paham dampak pernyataan seperti itu terhadap penyintas," imbuh Pacheco. "Saya rasa, seringkali orang-orang bersembunyi di balik [pernyataan seperti] ‘Lho, saya kira itu konsensual.’ Jadi, itu termasuk bentuk menyalahkan korban, atau melemparkan tanggung jawab pada hal atau orang lain.”

Pernyataan-pernyataan para pesohor lelaki itu tentu saja dipersiapkan oleh tim yang terdiri dari pengacara dan humas. Makanya jawaban Tambor terhadap tuduhan pelecehan seksual dari korbannya, sebagaimana pernyataan Louis C.K. dan Kevin Spacey, menggunakan bahasa bercabang, secara tidak langsung menyangkal tuduhan-tuduhan dan memposisikan pelecehan yang dituduhkan sebagai kesalahpahaman semata. Penyangkalan Tambor malah disertai klaim: “Saya bisa jadi tidak stabil dan pemarah … Tapi saya tidak pernah menjadi seorang predator—tidak pernah.” Sebelas-dua belas, setelah delapan pegawai perempuan menuduh pembawa acara televisi Charlie Rose atas pelecehan seksual, dia merilis pernyataan berbunyi, “Saya selalu mengira kami sama-sama suka.” Seiring bertambahnya penyintas yang berbagi pengalaman mereka dilecehkan, para tertuduh menanggapi tuduhan-tuduhan tersebut dengan lamban. Mereka menggunakan bahasa terselubung mengalihkan perhatian publik dan meredakan tuduhan-tuduhan. Setelah Russell Simmons dituduh menyerang Keri Claussen Khalighi saat sang model masih 17 tahun pada 1991, Russell Simmons merilis pernyataan pers. Gaya tulisannya mirip pernyataan Charlie Rose. Dia menafsirkan pengalaman seksual dengan Khalighi atas dasar suka sama suka, meski sang model berkata sebaliknya. Fakta Charlie Rose memiliki kuasa atas para pegawainya dan Simmons mengejar perempuan di bawah umur, sama sekali tidak dipertimbangkan dalam pernyataan masing-masing atau pemahaman mereka soal konsep kesediaan pasangan (yang sering kita gembar-gemborkan sebagai 'consent'). Louis C.K., dalam tanggapannya atas investigasi New York Times mengenai tuduhan pelecehan seksual yang dilakukannya, di mana lima perempuan mengklaim sang pelawak merancap di hadapan mereka, mengakui pelecehan tersebut dan berkata bahwa sebelumnya dia tidak mengira tindakannya dapat dibela. “Pada saat itu, saya berpikir tindakan saya oke saja karena saya tidak pernah menunjukkan titit saya pada seorang perempuan tanpa meminta izin terlebih dahulu.” Pernyataan Louis C.K. tersebut mendapat kritik tajam karena dianggap mengedepankan statusnya dan meremehkan tanggung jawabnya. “Saya juga memanfaatkan fakta bahwa saya banyak dikagumi dalam komunitas saya dan mereka,” tulisnya, “sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk berbagi pengalaman, dan mempersulit mereka saat mencobanya karena orang-orang yang mengagumi saya tidak ingin mendengarnya. Saya tidak terpikir bahwa saya sedang melakukan itu semua karena posisi saya mengizinkan saya untuk tidak memikirkannya.” Meski Louis C.K. dan Jeffrey Tambor mengakui adanya kesalahan dan kebenaran tuduhan korban, pada hakikatnya mereka tidak mau menerima kesalahan yang diungkapkan para korban. Bagi para laki-laki ini, menjadi seseorang yang “dikagumi,” “pemarah,” “tidak stabil,” atau bebal bisa meloloskan mereka dari tanggung jawab sudah pernah menjadi predator seksual. Permintaan maaf Kevin Spacey juga ditanggapi keras koalisi penyintas maupun publik, karena mengalihkan perbincangan dari perilakunya di masa lalu yang tidak patut. Aktor tersebut, yang dituduh menyerang Anthony Rapp saat usianya 14 tahun pada 1986, menanggapi tuduhannya dengan menyebut insiden tersebut sebagai “perilaku tidak pantas saat mabuk.” Kevin Spacey mengakhiri pernyataannya dengan melela sebagai gay, mengalihkan perhatian publik dari situasi sebenarnya dan mencoba meraih simpati masyarakat. Pacheco berkata dia tidak kaget dengan bahasa yang digunakan dalam pernyataan maaf para tertuduh, karena sebagian besar tertuduh mergumul dengan cara mereka memandang diri sendiri serta standar moral mereka. Saat Russell Simmons dituduh menyerang secara seksual model Keri Claussen Khalighi, dia menanggapinya dengan pernyataan berikut: “Menyakiti perempuan dalam cara atau bentuk apapun melanggar hati nurani saya.” Kenapa? Karena dia memiliki dua anak perempuan, tentunya. “Terkadang, mereka memandang diri sendiri sebagai orang-orang yang ‘sebetulnya baik’ jadi mereka berpikir, ‘Saya enggak mungkin tega melakukan hal seperti itu,’” ujar Pacheco. “Itu bukan alasan untuk melakukan pelecehan. Kita perlu memandang budaya kita dan bagaimana kita menuntut pertanggungjawaban pelaku pelecehan, dan sungguh-sungguh memerhatikan cara kita mengasuh anak dan remaja laki-laki.” Menurut Pacheco, daripada mengerdilkan tanggung jawab mereka dengan menjabarkan “baiknya” perilaku mereka di masa lalu, pesohor lelaki yang jadi tertuduh kasus pelecehan seskual sebaiknya mengakui tindakan bejat itu memang terjadi.

“Menjadi seseorang yang disegani atau di sukai dalam komunitas tidak menihilkan kemungkinan mereka melakukan tindakan berbahaya," ujar Pacheco.

Para tertuduh, orang-orang yang selama ini diidolakan ataupun terkenal, sebaiknya lebih sering merenung. Akan lebih baik bila mereka menyadari posisi sebagai lelaki berkuasa memang rentan disalahgunakan, terutama terhadap perempuan. Dan yang lebih penting lagi: mereka harusnya tak banyak ngeles, lalu berjanji tidak mengulanginya lagi.