Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.Seekor monyet yang berhasil mengambil sebuah swafoto maju ke pengadilan banding Amerika Serikat. Atau lebih tepatnya, lembaga swadaya People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) mewakili sang monyet maju ke pengadilan. Kalau kalian ketinggalan beritanya: Ya, kasus ini memang aneh sejak, tenang, kalian tidak salah baca.Jadi begini ceritanya, fotografer David Slater meninggalkan perkakasnya tergeletak di kawasan hutan hujan Sulawesi, Indoneia. Tanpa sepengetahuan Slater, seekor monyet macague menggunakan kamera Slater untuk mengambil swafoto. "Swafoto" ini menjadi viral di Internet. Tatkala hasil jepretan sang monyet itu diupload ke Wikimedia Commons, Slater langsung mengajukan keberatan. Wikipedia meninjau ulang foto tersebut dan menyatakan Slater tak memiliki hak cipta foto tersebut karena pemilik foto tersebut adalah monyet. Masalahnya, monyet adalah hewan dan hewan tak bisa menjadi pemilik hak cipta. Alhasil. Foto tersebut berada di dalam domain publik.Slater merasa tak puas mendengar jawaban Wikipedia.
Monyetnya ngapain sih?
Iklan
Tunggu dulu, Slater menggugat Wikimedia?
Berarti, PETA yang menggugat Wikimedia?
Lho?
Bisakah sembarang orang mewakili seekor binatang di pengadilan AS?
Iklan
Inilah yang jadi salah satu pertanyaan paling besar dalam kasus ini: apakah PETA diperkenankan menjadi kawan terdekat Naruto atau tidak.Dalam sidang pengadilan rendah, PETA bekerja sama dengan primatologis Dr. Antje Engelhardt dari Dr. Antje Engelhardt dari Macaca Nigra Project, yang mengenal dan mempelajari Naruto sejak lahir. Karena Engelhardt sangat dekat dengan Naruto, dia bisa mengidentifikasi Naruto dari wajahnya semata (dan beberapa primatologis yang saya hubungi mengamini penyataan Engelhardt bahwa jika kita sangat dekat dengan seekor monyet, kita bisa mengenali dari wajahnya semata.)Masalahnya Engelhardt tak lagi ikut serta dalam proses banding ini setelah mengundurkan diri pada Mei 2016. Dalam sebuah postingan Facebooknya, Macaca Nigra Project mengatakan bahwa Engelhardt "merasa tak ada rasa saling percaya dan kesepahaman antara dirinya dan PETA hingga akhirnya dirinya merasakan sudah waktunya mundur."
Lalu, pada April 2017, Engelhardt menghadapi tuduhan kriminal karena dituduh berbuat kasar dan masuk tanpa izin ke rumah milik general councel PETA Jeffrey Kerr.Intiya sih begini, hubungan antara Naruto dan PETA tak terlalu dekat dan hal itu sangat dipahami oleh pengadilan banding AS.Dalam sidang Rabu pekan lalu, pengacara Blurb menyangkal tuntunan PETA dengan menunjukan bahwa sebelumnya pemberitaan tentang Naruto (dan Presiden PETA sendiri Ingrid Newkirk!) mengidentifikasi bahwa monyet dalam selfie berjenis kelamin perempuan. "Kami tak tahu monyet yang mana yang sedang kita bicarakan. PETA tak punya kuasa untuk mengatakan bahwa mereka mewakiliki monyet yang benar."
Jadi dengan demikian, Bung dan Nona, gonjang-ganjing tengang monyet ini akhirnya disidangkan dalam pengadilan banding AS.
Iklan
Jadi PETA sudah mewakili monyet yang benar?
Balik lagi, emang monyet punya hak cipta?
- Apakah monyet punya kekuatan hukum untuk mengajukan tuntutan dalam Undang-Undang Hak Cipta?
- Apakah monyet bisa menjadi penulis dalam Undang-Undang Hak Cipta?
Iklan
Mari kita bahas pertanyaan pertama terlebih dahulu. Monyet—atau satwa lainnya—tak akan pernah punya kekuatan hukum—setidaknya di pengadilan banding AS. Alasannya, pengadilan banding terikat keputusan kasus Cetacean v. Bush, sebuah kasus ketika seorang "yang mengangkat dirinya sebagai pengacara yang mewakili semua spesies ikan paus, lumba-lumba dan dalfin" menuding pemerintah Amerika Serikat telah mengancam keselamatan seluruh spesies cetacean lantaran telah menggunakan sistem sonar. Pengecara ini mengajukan diri lantaran hewan apapun tak bisa mengajukan tuntutan hukum kecuali Kongre AS memutuskan jika hewan bisa mengajukan tuntutan hukum.Kongres AS juga tidak pernah menyebutkan bila binatang bisa menjadi penulis dalam Undang-Undang Hak Cipta.Karena UU Hak Cipta menggunakan istilah "person (orang)," pihak berwenang seperti Kantor Hak Cipta AS telah menetapkan "penulis" tak mencakup mahluk non-manusia seperti monyet, tengu atau makhluk halus.
Kenapa hewan tak punya hak setara manusia di mata hukum?
Iklan
Selagi, pengacara PETA mencari cara menanggapi pertanyaan iseng ini, Hakim Bea menambahkan "apakah status anak-anak Naruto sesuai dengan apa tertera dalam dalam undang-undang?"Beberapa saat kemudian, Angela Dunning, pengacara yang mewakili Blurb, Inc menunjukkan bahwa UU Hak Cipta mewajibkan pengiriman surat panggilan untuk hadir dalam sidang mengenai hak cipta pada siapapun yang memiliki klaim terhadap sebuah hak cipta. "Rasanya absurd menjadikan seekor monyet sebagai pemilik hak cipta," ujarnya. "Tapi kalau memang kita harus melakukannya, rasanya bakal sama absurdnya untuk mengirim surat panggilan sidang pada seekor monyet. Bagaimana ya, ini rasa uh…"Kalimat Dunning terpenggal oleh interupsi Bea "Wah kalau Naruto sepertinya tak perlu surat panggilan itu. Tapi, kera hitam Sulawesi lainnya mungkin membutuhkannya."Cuplikan sidang Rabu lalu ini setidaknya menyingkap absurditas segala hal dalam kasus ini. Dalam Konstitusi Amerika, UU Hak Cipta dan undang-undang tentang hak intelektual lainnya dirancang untuk "memicu perkembangan di bidang sains dan seni yang berguna" dengan memberikan penulis/pencipta Hak Cipta yang bisa digunakan untuk menghasilkan uang. Dalam kasus Naruto, ini memancing sebuah pertanyaan yang menggelikan. Kalau memang Naruto bisa dapat hak cipta dan menggunakannya, buat apa coba uangnya? Jangankan ngerti konsep uang, monyet punya dompet saja enggak.Monyet juga tak bisa mengizinkan orang lain menggunakan hak ciptanya. Jika monyet diperkenankan punya hak cipta, maka copyright yang mereka miliki cuma bakal bakar nganggur tanpa dimanfaatkan orang—atau monyet—lain karena monyet tak mengurus berkas-berkasnya. Semua monyet sejauh yang diketahui manusia tak mampu—misalnya—untuk mampir kelurahan mengurus KTP.
Iklan
Selanjutnya, kira-kira apa yang akan terjadi?
Kasus ini aneh banget deh. Kenapa PETA mau repot-repot melakukan gugatan hukum?
Iklan
Pendapatnya serupa dengan argumennya pada pengadilan distrik Februari lalu, ketika pengacara PETA mengatakan bahwa keputusan memenangkan Naruto adalah sebuah langkah maju layaknya emansipasi kaum kulit hitam dan pembebasan kaum perempuan. Dia juga mengatakan waktu itu bahwa ketidakmampuan Naruto memiliki hak cipta bisa disejajarkan dengan ketidakmampuan kaum Afrika-Amerika memiliki paten sebelum amandemen ke-14 konstitusi Amerika Serikat.Apakah analogi cukup menyakinkan dalam perjuangan hak-hak binatang atau malah sangat goblok dan tak sopan? Saya biarkan pembaca menilainya sendiri.Pendek kata, ini semua bukan tentang monyet bisa memiliki hak cipta. Semua ini tentang monyet yang diperlakukan sama di depan hukum.Nah itu dia. Ini dia alasan kenapa kasus ini harus dihentikan."Kasus ini bukan tentang seekor monyet di Indonesia dan hak ciptanya. Kasus ini diajukan untuk masuk ke dalam isu-isu besar lain yang penting bagi PETA…sebut saja pembebasan binatang," ujar Dunning, pengacara Blurb, Inc. "Itulah tepatnya yang dikatakan oleh Mahkamah Agung AS, bahwanya kawan terdekat tak bisa melakukan—atau menggunakan mewakili penggugat yang tak bisa mewakili dirinya sendiri untuk memperjuangkan agendanya sendiri, seluhur apapun tujuannya."Lupakan sejenak soal pengadilan yang njelimet tadi. Gimana kabar si monyet? "Naruto sang monyet tengil itu masih hidup dengan damai di kawasan perlindungan di Indonesia. Dia tak sedikitpun tahu tentang semua kericuhan ini," ujar Dunning.Ya untunglah, setidaknya ada berita baik tentang Naruto yang masih tersisa.