Duh, saya males sebenernya ngomong kayak gini. Tapi, faktanya kita semua terlalu sering mengumpat dan jadinya umpatan udah enggak asik lagi. Anjing lah. Sumpah serapah biasanya adalah kata-kata tabu—sebagai ekspresi emosional—dan berbeda dari orang-orang di era Victoria, yang bakal jantungan saat mendengar orang mengucapkan kata-kata seperti “underwear,” kita enggak semudah itu terkejut. Misalnya saja kata “shit,” umpatan paling umum dalam Bahasa Inggris, kini digunakan untuk menggantikan kata “stuff.” Beberapa generasi sebelum kita sering ngomong “anjing” dan “ngentot.” Kafe langganan tutup? Kampret. WiFi ngadet? Tot. Seorang teman melakukan hal goblok? Jirrrrr.
Ternyata, mengumpat lebih bermanfaat dibandingkan yang kita kira. Granat linguistik kecil ini memiliki segala macam manfaat, termasuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan empati, membantu kita mengatasi amarah dan menurunkan kemungkinan kekerasan. Nah, apa sih yang membuat umpatan spesial, dan mengapa kita harus peduli bahwa umpatan mulai kehilangan maknanya? Saya ngobrol sama Dr Emma Byrne, penulis Swearing Is Good For You dan menemukan bagaimana anjing ngentot babi tai bisa menyelamatkan hidup kita.
Videos by VICE
VICE: Halo, Emma. Katanya tuh umpatan diproses secara berbeda di otak kita, dibandingkan kata-kata umum, lebih seperti gerutuan alih-alih serangkaian morpheme dan phoneme. Kamu melihatnya kayak gitu?
Dr Emma Byrne: Ada jenis umpatan yang sifatnya refleks, misalnya saat kaki kita kepentok, kita enggak melakukan proses kognisi yang panjang dan biasanya umpatan ini tidak canggih. Nah, kalau kamu mengumpat secara sengaja, namanya proportional swearing, dan hal ini bisa sangat bernuansa. Ini seperti bercanda dan sarkasme, karena kamu harus meniru pola pikir orang yang kamu ajak bicara dan mendapatkan perasaan yang akurat tentang muatan emosi yang kamu kirim pada mereka. Kelas bahasa inilah yang mencakup hal-hal yang biasanya tidak dapat kita bicarakan tanpa rasa malu. Sesuatu yang memiliki kedekatan emosional.
Apakah umpatan-umpatan ini tumbuh pesat—contohnya, yang berhubungan dengan fungsi tubuh—karena semua orang akrab dengan tabu tersebut?
Sebagian besar tabu yang kita gunakan di Amerika Serikat berkaitan dengan fungsi tubuh. Seperti buku Tarō Gomi, Everybody Poops. Kita semua kan pup. Dan kita semua, di satu sisi atau yang lainnya, hasil dari ngentot. Saya suka kata-kata umpatan itu karena mereka dapat menyatukan kita semua. Umpatan-umpatan ini umumnya digunakan oleh semua kalangan di Inggris Raya, tapi umpatan-umpatan ini enggak universal. Kalau kamu benar-benar ingin menyinggung orang-orang berbahasa Perancis di Kanada, kamu sebaiknya mengeluarkan sumpah serapah yang religius. Sementara di Perancis sendiri, mengumpat bukan hal yang menyinggung. Jadi budaya umpatan berbeda-beda pada tiap negara.
Oh, jadi menurut kamu, ini ada hubungannya dengan mematahkan tabu?
Persis. Ini kan persoalan in-group versus out-group. Ini sejenis tribalisme. Mengumpat sedikit mirip dengan flirting, jadi kamu akan menunjukkan sedikit demi sedikit diri kamu sampai akhirnya kamu menemukan tingkatan yang nyaman bagi kamu dan orang yang kamu ajak bicara. Ini berisiko tinggi sih, saat kamu mengekspos diri sendiri. Kamu mengarahkan pembicaraan ke arah yang lebih tabu dan bahkan nakal, dan menemukan apakah kamu dan kawan mengobrolmu memiliki pemahaman dan penilaian yang sama soal apa yang dapat diterima, apa yang emosional dan tidak.
Bisakah kamu memberi contoh cara supaya mengumpat bisa digunakan untuk meningkatkan empati dan menyatukan banyak orang?
Misalnya, nih, mereka menemukan—biasanya laki-laki yang mengidap kanker atau penyakit jangka panjang lainnya—bahwa mengumpat membantu mereka mengatasi emosi negatif dan juga membantu kawan-kawannya untuk membicarakan soal penyakitnya. Mungkin juga karena ini adalah satu-satunya bahasa emosional yang benar-benar dianjurkan bagi para laki-laki. Jadi ini bisa menjadi penyelamat bagi seseorang yang tidak memiliki perangkat sosial untuk membicarakan emosi mereka dengan cara lain.
Apakah metode itu bisa meredam amarah?
Iya, terutama kalau kamu memang sudah sering mengumpat. Kamu bisa keluar konflik dengan lebih mudah. Simpanse yang diajarkan cara memahami tanda-tanda cenderung menggunakan tanda “dirty” yang berarti “kotor,” dan hal ini mirip dengan kata “shit.” Ini menarik banget, karena simpanse di alam liar biasanya melemparkan tai mereka saat marah. Jadi lebih baik mereka melemparkan tanda “tai” alih-alih tai beneran.
Suku-suku hominids belajar mengatasi amarah mereka secara verbal alih-alih secara fisik. Kita bisa mengungkapkan amarah pada seseorang tanpa harus membahayakan fisik siapa-siapa.
Nah, mengingat mengumpat sudah menjadi hal yang wajar, apa menurutmu mengumpat jadi tidak bermanfaat lagi?
Mengumpat sudah ada sepanjang sejarah manusia, jadi saya rasa kita tidak bisa hidup tanpanya. Kalau kita enggak mengumpat, kita harus melatih diri kita untuk berempati pada satu sama lain, supaya kita tidak melancarkan serangan fisik.
Sayangnya dalam kehidupan masyarakat saat ini, banyak sekali tabu-tabu lama yang dianggap biasa saja—misalnya umpatan yang ada hubungannya dengan seks, agama dan fungsi tubuh. Sekarang, mengumpat bukan jadi kegiatan haram di depan orang tua kita, apa ini malah bakal mengurangi manfaat mengumpat?
Itu dia kekhawatiran saya karena tabu-tabu terakhir yang tersisa di bahasa Inggris dan bahasa Inggris Amerika Serikat adalah umpatan-umpatan yang ada hubungannya dengan orang. Ini adalah umpatan-umpatan yang berbau ras, gender dan seksualitas. Jadi memang ini ungkapan-ungkapan yang menyakitkan. Ini juga alasan saya kenapa, misalnya, saya anti dengan larangan mengumpat di tempat kerja atau Twitter. Kita toh bisa tetap rasis dan misoginis abis tanpa misalnya mengeluarkan satu umpatan sekalipun. Atau sebaliknya, kita bisa jadi amat ramah meski mulut kita doyan mengumbar umpatan. Masalahnya memang bukan pada umpatannya.
Saya sih menganjurkan untuk tidak mengobral umpatan—terutama umpatan yang kental dengan fungsi tubuh—karena saya ingin umpatan ini tetap punya gigi dalam pembicaraan sehari-hari.
Maksudnya kalau kita terlalu terlalu sering mengumpat, orang justru lebih gampang cekcok atau makin rasis dan homofobik?
Benar. Menulis buku ini benar-benar bikin pandangan saya berubah. Dulu saya termasuk orang yang doyan sekali mengumpat. Fungsinya sudah seperti tanda baca saja. Tapi, saya sudah berubah lantaran saya sadar bahwa mengumpat itu penting seperti serat dalam tubuh kita. Benar, kalau kita butuh serat tapi kita kan makanan kita tak harus berisi serat seluruhnya. Jadi saya lebih berhati-hati saat mengumpat. Saya pahami baik-baik tiap umpatan dan berusaha memahami pesan-pesan emosional yang tersirat. Kadang agak bikin merinding sih karena beberapa umpatan keluar dari perasaan marah dan frustasi. Masalahnya, mau bagaimana lagi, kadang ini jadi satu-satunya cara untuk mengekspresikan kedua jenis perasaan itu.
Terakhir, boleh tahu kata umpatan favoritmu?
Saya paling suka kata cockwomble. Entah apa alasannya. Saya suka karena ada memori masa kecil yang hangat tentang Wombles. Benar-benar umpatan yang menyenangkan.
Terimakash, Emma.