Associated Press melaporkan bahwa roket misi peluncuran gabungan Amerika-Rusia ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) mendarat darurat di Kazakhstan kemarin pagi karena boosternya mengalami malfungsi. Kondisi kedua astronot, Nick Hague dari NASA dan Alexei Ovchinin dari Roscosmos Rusia, yang menumpangi roket Soyuz dikabarkan “baik-baik saja.”
Booster adalah mesin pemicu ledakan yang intens dan berkelanjutan pada tahap pertama peluncuran roket—beberapa menit setelah meluncur. Penyebab kegagalannya belum diketahui, tetapi para kru misi sudah mulai melakukan penyelidikan. Rusia mengutarakan bahwa mereka akan mengabarkan Amerika Serikat setelah mengetahui penyebab malfungsinya.
Videos by VICE
Belum ada kepastian apakah misinya akan dijadwal ulang, dan apakah misi-misi di masa mendatang akan ditunda setelah kegagalan ini. NASA tidak segera menanggapi permintaan Motherboard untuk berkomentar. Kami akan segera memperbarui artikelnya setelah mendapat tanggapan dari NASA.
Banyak pihak jadi mempertanyakan keselamatan astronot yang sedang mengorbit di ISS. Sebagaimana dijelaskan oleh The Verge, para astronot yang meluncur pakai roket Soyuz saat ini berada di ISS. Awal tahun ini, ada roket Soyuz lain yang mengalami kegagalan karena ada lubang yang terbuka di salah satu kapsul roket. Akibatnya, udara bertekanan di dalam roket bocor ke luar.
Semua pendanaan AS ke ISS dijadwalkan berakhir pada 2025, yang sudah kita ketahui sejak 2014. Setelah pendanaannya berakhir, negara-negara seperti AS berharap bisa menyewakan ISS kepada perusahaan swasta yang dapat menggunakan satelit untuk kepentingan pemasaran, penelitian, dan komersial lainnya.
AS, Rusia, dan beberapa negara lainnya telah melakukan investasi besar-besaran di sektor antariksa. Mereka memanfaatkannya untuk mendapatkan kekuasaan bagi pemerintahan mereka. Politikus seperti Newt Gingrich, penasihat untuk dewan penasihat US National Space Council, secara eksplisit menggambarkan jenis usaha di luar angkasa sebagai “space race.”
Bahkan ISS yang merupakan hasil kerja sama internasional sekalipun digunakan sebagai sarana penelitian tentang respons tubuh manusia terhadap ruang hampa udara. Kita hanya bisa berharap penelitian ini bisa digunakan untuk menempatkan manusia di stasiun luar angkasa, bulan, atau Mars untuk jangka waktu yang lama. Akan tetapi, kegagalan yang terjadi kemarin pagi menunjukkan kalau negara mempertaruhkan nyawa manusia agar bisa menguasai ruang angkasa.