Adiksi Kita Diakhiri Juli 2020: Jakarta Larang Plastik Sekali Pakai di Pusat Perbelanjaan

Untitled design (14)

Akhirnya tiba juga saatnya untuk mengapresiasi kinerja Pemprov DKI Jakarta. Pada 7 Januari kemarin, Pemprov mengumumkan Pergub 142/2019 yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menandatangani peraturan pada 27 Desember dan telah diundangkan pada 31 Desember 2019. Sesuai dengan bunyi aturan, pelaku usaha punya waktu 6 bulan untuk melakukan masa transisi.

Salinan lengkap Pergub bisa dilihat di tautan ini.

Videos by VICE

Plastik sekali pakai (PSP) yang dilarang adalah kantong belanja yang terbuat dari bahan dasar plastik, polimer termoplastik, lateks, polietilena, thermoplastic synthetic polymeric, dan bahan lainnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih berharap peraturan ini akan memaksa pengelola usaha beralih ke kantung belanja ramah lingkungan.

“Kewajiban pengelola dalam pergub tersebut disebutkan bahwa pengelola wajib memberlakukan penggunaan kantung belanja ramah lingkungan di lokasinya,

Kalau di pusat perbelanjaan yang kena sanksi [kalau ngeyel] adalah pengelola mal. Begitu pula di pasar [rakyat] yang terkena sanksi adalah PD Pasar Jaya. Sedangkan di toko swalayan yang tidak dalam mal, yang terkena adalah penanggung jawab toko swalayan tersebut. Selain itu kewajiban [pengelola] untuk melakukan sosialisasi kepada tenant maupun pengunjung di lokasi malnya,” ucap Andono kepada Detik.

Apa hukuman buat yang enggak nurut? Menurut Pasal 22, sanksinya mulai dari teguran tertulis, uang paksa, pembekuan izin, sampai pencabutan izin. Tidak disebutkan berapa nominal uang paksanya, namun ketika wacana pergub ini muncul Juli 2019, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati pernah ngomong nominal.

“Sanksi untuk pengelola. Sanksinya uang paksa Rp5 juta-25 juta,” ujar Rahmawati kepada Kompas. Rahmawati meyakini kebijakan ini akan mengurangi tiga juta lembar sampah plastik dalam satu tahun. Angka ini didapatnya dari hasil survei konsumsi masyarakat terhadap kantung plastik di DKI Jakarta.

Menggunakan pendekatan legendaris carrot and stick dengan mekanisme di mana ada hukuman untuk yang melanggar, di situ ada hadiah buat yang melaksanakan, pemprov berjanji akan ngasih insentif buat mereka-mereka yang nurut. Hal ini diatur pada Pasal 20 bahwa akan ada pengurangan dan/atau keringanan pajak daerah kepada kegiatan usaha yang patuh.

Dengan begini, Jakarta resmi menyusul Bali sebagai provinsi yang menerapkan aturan pengurangan sampah plastik. Sebelumnya, Bali sudah lebih dulu meresmikan regulasi pada 2019 lewat Peraturan Walikota Denpasar No.36/2018 dan Peraturan Gubernur Bali No.97/2018.

Sebenarnya aturan toko tidak memberi kantung plastik atau kantung plastik berbayar sudah pernah dicoba pada 2016 dan awal 2019, tapi tidak berhasil. Dengan ancaman perubahan iklim yang makin lama makin mengerikan, tuntutan untuk mengurangi penggunaan kantung plastik terus bergulir demi menyelamatkan lingkungan dari kehancuran abadi.

Ironinya, alasan sama juga digunakan Sten Gustaf Thulin ketika menciptakan kantung plastik pada 1959. Ilmuwan Swedia tersebut menganggap proses produksi kantung kertas, yang saat itu marak digunakan, mengancam keberlanjutan alam karena bikin banyak pohon ditebangi. Menurut anak Thulin, ayahnya selalu membawa kantung plastik di saku agar untuk menghindari pakai kantung kertas.

Atau kalau mau heboh sekalian, bisa deh tiru cara orang Thailand berikut. Bisa aja kan sarung dan selendang di rumah dijadiin tas belanja.


Mungkin teladan Thulin ini bisa kita contoh. Kita enggak perlu ribet harus punya tas berbahan spunbond atau kresek dari singkong yang kadang harganya enggak murah untuk beralih dari kantung plastik. Problemnya kan plastik kresek itu habis pakai langsung dibuang. Coba kantung plastiknya dipakai berulang kali, bakal tetap solutif kok.