Babi Guling Bali, Kenikmatan Tiada Tara

FYI.

This story is over 5 years old.

Kuliner Indonesia

Babi Guling Bali, Kenikmatan Tiada Tara

Bali punya macam-macam kuliner khas, namun rasanya tidak ada yang bisa menandingi keluhuran babi gulingnya. Daging babi muda penuh bumbu, disajikan bersama potongan kulit renyah.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.

Mata si babi menatap saya dari dalam kubaran api. Ruangan itu gelap, panas dan tercium bau lemak terbakar di atas batu bara. Biarpun saat itu matahari belum mencapai puncak teriknya, kaos saya sudah basah dari keringat. Saya heran bagaimana para juru masak di depan mata saya yang juga basah keringetan bisa berdiri dekat api panggangan dengan sabar selama lima jam tanpa istirahat.

Iklan

Sadar bahwa saya penasaran, dia tersenyum dan menyuruh saya mengambil alih panggangan. Menghiraukan tertawa cekikikan bapak tua di belakang saya yang sibuk mengiris cabe, saya jongkok dan mencoba melakukan pekerjaan sang ahli masak. Saya cuman bertahan dua menit.

Memotong cabai untuk bahan baku Warung Babi Guling Ibu Oka di Ubud. Semua foto oleh penulis.

Silakan tanya penikmat barbekyu fanatik manapun, mereka akan mengatakan bahwa memasak makanan dengan api kecil dalam jangka waktu yang lama adalah sebuah seni, semacam ritual kuno yang universal namun juga spesifik tergantung daerah asalnya. Praktik memanggang babi di atas api sudah ada dalam banyak kultur semenjak zaman paleolitik, tapi semuanya memiliki ciri khas mereka masing-masing. Ahli masak Cajun memiliki cochon de lait. Warga Puerto Rico dan Cuban memiliki lechón asado. Di Hawaii ada babi kālua. Banyak hidangan barbekyu Bali yang terkenal, tapi tidak ada yang selezat babi guling—babi muda yang diolesi bumbu dan disajikan dengan nasi, sate babi, sosis darah, kacang panjang dan potongan kulit renyah. Ini adalah hidangan yang primitif, semua bagian tubuh dimasak, mulai dari hidung sampai ujung ekor.

Bumbu dasar yang diperlukan untuk membalur babi sebelum dipanggang.

Tidak seperti daerah lain di Indonesia dimana mayoritasnya beragama Islam, mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu sehingga menyantap babi bukanlah hal yang aneh. Warung babi guling bisa ditemukan dimana-mana, biasanya ditandai dengan foto babi seadanya yang diambil dari Google image. Saat ini saya tengah berada di salah satu tempat masakan babi paling terkenal di bali: Warung Babi Guling Ibu Oka 3. Sejak chef tenar Anthony Bourdain memuji habis-habisan olahan Bu Oka, warung ini telah pindah ke lokasi yang lebih keren dan membuka dua cabang—satu berbentuk kantin, Ibu Oka 1, dan satu lagi restoran besar, Ibu Oka 2, terletak di pinggir kota.

Iklan

"Sebetulnya babi guling itu kurang sehat. Ini bukan masakan yang dimakan orang Bali setiap hari—biasanya saya makan sayuran aja," kata sopir ojek saya dalam perjalanan menuju Warung. Dia tertawa sambil berkelok-kelok menyetir motor melewati gerombolan monyet dan turis asing di sepanjang jalanan Ubud. "Tapi ya kadang-kadang saya pengen juga makan babi guling."

Saya mengerti sentimen ini. Dua tahun lalu, terakhir kali saya berkunjung ke Bali, saya mencoba banyak makanan. Banyak yang enak, tapi banyak juga yang mahalnya gak ketulungan. Saya tidak ingat nama-nama makanannya kecuali masakan murah meriah penuh kolesterol di Warung Babi Guling Pak Dobiel di Nusa Dua. Sampai saat ini, mengingat pengalaman saya tersebut masih membuat hati berdebar-debar—mungkin takut kena serangan jantung akibat kolesterol. Kini saya tengah menunggu apabila babi guling di depan mata saya seenak apa kata orang.

Biarpun bentuk rupa restoran yang kitsch penuh dengan patung babi tidak terlihat meyakinkan, teknik memasak yang digunakan tidak sedikitpun meragukan. Ahli masak restoran ini mengolesi babi yang dimasak dengan kombinasi bumbu dan saus rahasia, menyelupkan mereka dalam santan, dan meninggalkan mereka agar bumbu menyerap. Golok yang digunakan tim pemasak untuk memotong daging babi sepertinya berlebihan mengingat daging hasil masakan sangat empuk dan bisa dikoyak pakai tangan kosong.

Babi yang masih muda ini menanti momen penyembelihan.

Ketika waktu untuk makan tiba, saya terlihat berantakan. Bintik abu dari api banyak tertinggal di rambut dan tubuh saya penuh dengan bau lemak babi. Sebelum melahap, terdengar suara teriakan babi-babi yang sedang disembelih beberapa rumah dari situ. Saya sempat terdiam sejenak, memikirkan nasib mereka dan merenungkan untuk menjadi seorang vegetarian. Tapi kemudian pikiran itu lenyap karena babi guling di hadapan saya aromanya luar biasa lezat.

Iklan

Rasanya enak. Mungkin sekarang Ibu Oka sudah bukan lagi rahasia bagi para turis di Bali, tapi masakannya mengingatkan saya pada citarasa babi guling paling nikmat. Bourdain boleh juga lidahnya.

'Menggulingkan' babi pada proses pemanggangan.

Tetap saja saya kepikiran apa benar restoran babi guling yang paling populer di Bali itu yang paling enak? Di sepanjang perjalanan motor, saya melewati banyak warung babi guling yang lebih sederhana. Saya juga sudah sering menyantap babi guling yang rasanya biasa-biasa saja. Agar tidak penasaran, saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang ahli. Pilihan saya jatuh ke koki Eelke Plasmeijer yang hobi memburu bahan makanan Indonesia terbaik untuk restorannya Locavore.

"Anda mesti ingat bahwa babi itu hewan pemakan segala. Jadi kalau mereka makan tai, ya daging mereka rasanya juga tidak akan enak," kata Plasmeijer. Ketika menyiapkan menu daging restorannya, dia menggunakan babi Bali asli. Dia terobsesi dengan jenis babi ini dan di Ubud Food Festival tahun lalu, dia menyajikan "Back to Black", santapan 20 menu makanan dan semuanya mengandung bagian dari babi Bali asli. Dulu hingga akhir 1980-an, jenis babi inilah yang digunakan untuk memasak babi guling dan acara santapan besar. Namun, akhir-akhir ini, jenis babi hibrid yang lebih besar dan cepat tumbuhnya mulai mengambil alih posisi mereka. "Babi Bali asli itu cocok untuk membuat sosis dan sekarang mulai bangkit lagi, tapi anda tidak akan menemukan restoran yang memasak babi guling menggunakan jenis babi ini."

Iklan

Lukisan di luar Warung Babi Guling Cung-Cung. Duh.

Berhubung babi Bali asli yang langka masih jarang ditemukan di restoran, saya hanya bisa menyantap jenis babi yang lain. Biarpun Plasmeijer juga suka dengan masakan Ibu Oka, dia menyarankan saya untuk mendatangi Warung Babi Guling Gung Cung sebelum jam 10 pagi. Sama seperti restoran babi guling lainnya, proses pemanggangan dilakukan di pagi hari dan biasanya masakan ludes sebelum jam makan siang. Di Warung Babi Guling Gung Cung, saya berjalan melewati mural bergambar babi bergincu yang menyeringai dan melihat mayat-mayat babi bergeletakan di jendela toko. Saya memesan porsi besar dan lagi-lagi tidak kecewa. Dengan rasa barbekyu yang begini lezat, saya kesulitan memilih favorit di antara Gung Cung dan Ibu Oka. Daging Gung Cung sedikit lebih kering, dan kulit babinya lebih lunak. Tetesan lemak babi di atas hidangan membuat saya semakin menggila.

Sajian andalan warung Babi Guling Gung Cung

Ketika saya harus meninggalkan Pulau Dewata, saya langsung merencakan jadwal kedatangan berikutnya ke Bali.


Warung Babi Guling Ibu Oka 3 Jalan Tegal Sari No. 2, Ubud Tengah, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali; +62 361 976 345

Warung Babi Guling Gung Cung Jalan Suweta No.23, Ubud, Gianyar, Kabupaten Gianyar, Bali; +62 361 202 2568

Warung Babi Guling Pak Dobiel Jalan Srikandi No. 9, Nusa Dua, Benoa, Badung, Kabupaten Badung, Bali; +62 361 771633