Operasi Valkyrie, Pemicu Kecanduan
Ketika Hitler menyebutkan bahwa Pemimpin Italia Benito Mussolini akan melakukan kunjungan penting dalam waktu dua jam, Morell mengeluarkan peralatannya dan menyuntikkan "X" lagi ke tubuh Hitler. Nampaknya tidak mungkin suntikkan tersebut hanya berisikan glukosa, bukan obat penghilang rasa sakit. Tubuh Pasien A mempunyai banyak pecahan kayu yang harus dikeluarkan satu-persatu—prosedur yang sudah pasti menyakitkan. Hitler sama sekali tidak bereaksi. Dua gendang telinganya berdarah, tapi dia tidak menunjukkan rasa sakit. Semua orang kagum dengan daya tahan tubuhnya terhadap rasa sakit.Dalam catatan medis pasien-pasiennya, Morell mencatat Hitler tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali. Denyut jantungnya normal seperti biasa. Para dokter tentu saja menganjurkan Hitler beristirahat setelah upaya pembunuhan itu. Namun Hitler yang penuh tenaga akibat suntikkan sudah berdiri mengenakan sepatu bootnya yang mengkilap dan mengatakan bahwa konyol bagi seseorang yang sehat sepertinya menyambut tamu negara dari atas ranjang. Mengenakan mantel hitam, dia pergi ke stasiun kereta Wolf's Lair dan menunggu kedatangan Mussolini. Kabarnya Mussolini kaget melihat keadaan fisik Hitler: "Gila, tanda dari surga tuh!"Morell mencatat bahwa Hitler tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali. Denyut jantungnya sekilas normal. Sesungguhnya, keadaan fisik Hitler memburuk saat itu.
Führer Kecanduan Kokain!
Dari sisi neurologis, sang dokter spesialis mendiagnosa pasien normal: tidak ada halusinasi, masih ada kontrol diri, memori berfungsi baik dan sadar waktu dan tempat. "Namun secara emosional tidak stabil—entah cinta atau benci. Kepalanya penuh dengan berbagai pemikiran, dan pernyataannya selalu relevan…kondisi psikologis führer sangat kompleks."Ketika memeriksa gendang telinga Hitler yang pecah, Giesing menemukan luka berbentuk bulan sabit di telinga kanan, dan luka yang lebih kecil di telinga kiri. Sambil mengobati saraf-saraf telinga yang sensitif menggunakan asam, dia mengagumi daya tahan Hitler. Pasien A mengatakan bahwa dia tidak lagi merasakan rasa sakit dan bagaimana rasa sakit itulah yang membuat orang semakin kuat. Giesing tidak tahu bahwa daya tahan ini disebabkan oleh narkoba yang dikonsumsi Hitler. Tidak hanya Giesing yang tidak mendapat informasi penuh, karena Morell pun tidak tahu obat apa yang dianjurkan Dr. Giesing ke pasien: "Saya tidak diberi tahu apa-apa oleh si spesialis THT Dr. Giesing," kata Morell agak kesal. Kedua doktor ini saling tidak menyukai satu sama lain dari awal. Ketika baru tiba, Morell mengatakan ke Giesing, "Anda siapa? Siapa yang menghubungi anda? Kenapa gak melapor ke saya?" Giesing membalas: "Sebagai seorang perwira saya hanya harus melapor ke atasan, bukan anda, seorang warga sipil." Setelah itu mereka saling menghindari tatapan mata.Wajahnya pucat, agak bengkak, ada kantung mata besar di bawah matanya yang merah. Sepasang mata ini tidak menimbulkan kesan yang menarik seperti yang kerap ditulis oleh media. Saya kaget melihat kerutan di kedua sisi hidungnya yang memanjang hingga ujung luar mulut dan bibirnya yang kering dan agak pecah-pecah. Rambutnya sudah bercampur dengan helaian rambut putih dan terlihat tidak rapi. Mukanya bersih tercukur, tapi kulitnya layu, mungkin akibat kelelahan. Ketika berbicara, suaranya terdengar keras dibuat-buat dan hampir menyerupai teriakan, namun kelamaan menjad iserak… Dia terlihat seperti seorang pria yang berumur, kelelahan, hampir habis yang harus memanfaatkan sisa tenaganya selagi masih ada.
Namun Giesing juga bukan hampa tangan ketika menangani Hitler. Obat favoritnya ketika mengobati rasa sakit di telinga, hidung dan tenggorakan adalah kokain, zat yang kerap disebut kaum Nazi sebagai "Obat sampah Yahudi." Pilihan ini tidak aneh karena di masa itu tidak banyak alternatif bagi anestesi dan kokain bisa ditemukan di setiap apotek. Menurut kesaksian Giesing, satu-satunya narasumber di kasus ini, antara 22 Juli hingga 7 Oktober 1944, selama 75 hari dia memberi resep kokain lebih dari 50 kali sebagai obat untuk gangguan hidung dan tenggorokan. Bukan sembarang kokain, yang digunakan adalah kokain jenis Merck yang terkenal, didatangkan langsung dari Berlin menggunakan kereta dalam sebuah botel berlabelkan "kokain solusi", dan telah ditanda-tangani oleh ahli farmasi SS sesuai dengan peraturan Kantor Pusat Keamanan Nazi. Di Wolf's Lair, tangan kanan Hitler menjaga "obat-obatan" ini sangat hati-hati.Morell datang dengan nafas terengah-engah. Dia menyalami tangan Hitler saja dan bertanya dengan tidak sabar apabila ada yang terjadi di malam sebelumnya. Hitler menjawab tidak. Dia tidur nyenyak dan bahkan bisa menyantap makan malamya tanpa kesulitan. Kemudian dibantu Linge, dia menanggalkan mantelnya, duduk di kursi kerjanya dan menggulung lengan kemejanya. Morell memberi Hitler suntikan. Dia menarik keluar jarum suntik dan menyekanya menggunakan sapu tangan. Kemudian dia meninggalkan ruangan dan pergi ke kantornya sambil memegang peralatan suntik di tangan kanan dan ampul di tangan kiri. Dia masuk ke dalam kamar mandi, mencuci jarumnya sendiri dan membuang ampulnya ke dalam toilet. Setelah mencuci tangan, dia kembali masuk ke kantor dan pamit ke semua orang.
Para penulis biografi Hitler sebelumnya sepertinya gagal menyadari penggunaan narkoba sang Diktator biarpun ini jelas fakta yang layak untuk disebutkan mengingat efek euforia yang ditimbulkan ketika Hitler tengah melewati fase kritis paska usaha pembunuhan. Prosedurnya seperti ini: Di pagi hari, asisten dokter bedah Karl Brandt membawa koleganya Giesing ke sebuah tenda di belakang bunker untuk tamu. Mereka harus melewati pengawasan keamanan yang ketat yang telah diterapkan semenjak 20 Juli. Tas Giesing dikosongkan dan setiap peralatan medis dicek, bahkan lampu bohlam otoskop miliknya dicopot sebelum dipasang kembali. Giesing harus menyerahkan topi dan pisau belatinya, mengosongkan isi kantong celana dan jaket. Hanya sapu tangan, kunci dan alat tulisnya yang dikembalikan setelahnya. Dia diselidiki dari atas hingga bawah. Untungnya kokain lolos dari pemeriksaan karena memang sudah berada di dalam. Lalu Linge, sang tangan kanan, mulai beraksi, mengambil botol dari kabinet obat-obatan dari ruang kantor dan meminta Giesing untuk mulai memeriksa.Pasien A mengucapkan rasa terima kasihnya atas obat anjuran. Menurut laporan Giesing, Hitler mengatakan "setelah menggunakan kokain, dia merasa lebih ringan dan bebas dan sanggup berpikir lebih jernih." Dokter menjelaskan ke Hitler bahwa efek psikotropika tersebut datang dari "efek medis dari selaput lendir hidung bengkak yang membaik dan akibatnya makin mudah untuk bernafas lewat hidung. Efeknya bertahan antara empat hingga enam jam. Mungkin ada efek samping mendengus kokain setelahnya, tapi ini tidak akan bertahan lama." Kabarnya Hitler meminta agar sesi kokain ditingkatkan menjadi satu atau dua kali sehari—bahkan setelah tubuhnya tidak lagi membutuhkan pengobatan paska 10 September. Giesing yang melihat peluang untuk melejitkan karirnya mengiyai, namun memperingatkan pasien bahwa kokain yang dikonsumsi akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga dosis tinggi tidak dianjurkan. Beberapa hari setelahnya, biarpun basah berkeringat, dia menyatakan kegembiraannya: "Untung anda disini, dokter. Kokain sangat menakjubkan dan saya senang anda telah menemukan obat yang pas. Tolong hilangkan rasa pusing saya.""Tolong jangan biarkan saya jadi pecandu kokain," kata Hitler pada dokter favoritnya. Giesing berusaha menenangkan sang Fuhrer. "Pecandu hanya menghisap kokain kering." Hitler merasa lega. "Saya tidak mau menjadi pecandu kokain."
Rasa pusing tersebut kemungkinan besar juga disebabkan oleh bunyi ledakan dan lengkingan yang menyebabkan para penghuni zona terlarang Wolf's Lair menjadi tegang: pengeboran mesin berat tengah dilakukan demi pembangunan Führerbunker (markas perlindungan dari serangan udara) yang lebih kuat. Pasien A hanya bisa tahan mendengarkan suara-suara bising ketika berada di bawah pengaruh kokain dan obat tersebut membuatnya merasa seakan dia tidak sedang sakit: "Sekarang pikiran saya jernih lagi, saya merasa sangat sehat." Namun ini bukan tanpa kekhawatiran: "Tolong jangan sampe saya jadi pecandu kokain," katanya ke dokter favoritnya. Giesing menjawab berusaha menenangkan, "Pecandu kokain hanya menghisap kokain kering." Hitler merasa lega: "Saya tidak mau menjadi pecandu kokain."Setelah menghisap zat putih tersebut, Hitler berjalan ke lokasi pengarahan militer dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin bisa memenangkan perang melawan Rusia. Ketika menerima dosis kokain dari Giesing di 16 September, 1944, dia tiba-tiba mendapat ide pseudo-jenius. Dia mengatakan ke prajuritnya bahwa mereka harus segera kembali ke Front Barat biarpun kalah dalam hal jumlah dan senjata. Dia langsung membuat perintah meminta "determinasi fanatis dari semua tentaranya yang siap bertugas." Biarpun semua orang tidak menganjurkan ide gila ini, sang diktator menolak untuk mundur: Kemenangan akan menjadi miliknya!Konsekuensinya, Giesing mulai merasa bersalah akibat ketergantungan Hitler terhadap kokain—yang menghapus rasa ragu-ragu dan mendorong megalomania—dan ingin menghentikan sesi kokain tersebut. Tapi Hitler menolak: "Jangan, dokter, lanjutkan seperti sebelumnya. Pagi ini kepala saya berdenyut-denyut akibat efek mengkonsumsi kokain tapi kekhawatiran saya akan masa depan Jerman semakin menghantui setiap harinya." Namun suara hati Giesing terbukti lebih kuat dari kepatuhannya dan dia menolak memberikan Hitler lebih banyak kokain. Sebagai bukti pemberontakan, sang komander Nazi tersebut tidak muncul di acara pengarahan militer hari itu, 26 September, 1944 namun sempat mengumumkan secara singkat bahwa dia tidak lagi tertarik dengan situasi perang di Timur dimana barisan tentara Jerman sudah hampir ambruk. Terintimidasi, Giesing kembali muncul dan menjanjikan kokain asal Hitler bersedia melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Pasien A, yang sebelumnya selalu menolak pemeriksaan semacam itu menyetujui dan pada 1 Oktober 1944, dia bahkan bersedia menanggalkan semua pakaiannya. Semua demi mendapatkan suntikan kokain yang diinginkan: "Cek hidung saya dan masukan kokain ke dalamnya agar kepala saya berhenti berdenyut. Banyak hal penting yang saya harus bereskan hari ini."Giesing menuruti perintah tersebut, memberikan sang Fuhrer kokain, kali ini dalam dosis besar. Dampaknya, Hitler sempat kehilangan kesadaraan dan berisiko terkena kelumpuhan pernapasan. Apabila cerita Giesing akurat, bisa disimpulkan pemimpin karismatik Nazi Jerman tersebut pernah hampir tewas akibat overdosis narkoba.Cuplikan naskah yang dimuat dalam artikel ini berasal dari buku Blitzed: Drugs in the Third Reich yang ditulis Norman Ohler, diterbitkan oleh Houghton Mifflin Harcourt. Naskah dimuat atas seizin penulis dan penerbit.Follow Norman Ohler di Twitter."Cek hidung saya dan masukan kokain ke dalamnya agar kepala saya berhenti berdenyut. Banyak agenda penting yang saya harus bereskan hari ini."