Pendidikan Tinggi

Profesor Unnes 'Didepak' Rektor dari Grup WA, Pertanyakan Honoris Causa Nurdin Halid

Saat praktik obral doktor kehormatan disorot negatif, kampus negeri di Semarang itu menyematkan gelar honoris causa ke terpidana korupsi.
Kontroversi Unnes berikan gelar doktor kehormatan honoris causa pada Nurdin Halid Terpidana Korupsi
FOTO HALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG OLEH PURYONO/VIA WIKIMEDIA COMMONS/LISENSI CC

Belum reda sorotan publik merespons kasus mahasiswa Universitas Negeri Semarang diskors karena melaporkan Rektor Unnes Fathur Rokhman ke KPK, kita udah disuguhi atraksi terbaru. Pekan lalu, Fathur dituding mengeluarkan Profesor Bambang Budi Raharjo dari grup WhatsApp Majelis Profesor Unnes, karena sang guru besar mengkritik keputusan Unnes memberikan gelar doktor honoris causa kepada Nurdin Halid, koruptor yang sudah dua kali masuk penjara.

Iklan

Jadi, Fathur dan jajarannya sepakat memberikan gelar tersebut kepada mantan ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tersebut. Nurdin, menurut Fathur dkk., sudah berjasa besar dengan merintis pendekatan industri dalam mengelola organisasi sepak bola di Indonesia. Lantas Bambang, seorang profesor dari Fakultas Ilmu Keolahragaan, mempertanyakan keputusan sembari mengunggah pengumuman penghargaan ke grup WA Majelis Profesor Unnes.

Tidak digubris, Bambang lanjut mengkritik kebijakan ini dengan mengirimkan unggahan satire Achiar M. Permana di Facebook tentang bagaimana Unnes terlalu tulus memberi dan tidak pandang bulu sampai-sampai koruptor saja diberi gelar kehormatan. Tidak lama kemudian, Bambang dikeluarkan dari grup WhatsApp tersebut oleh Fathur.

Kemunculan kritik wajar belaka mengingat masa lalu Nurdin yang akrab sama kasus korupsi (dua kali dipenjara, halo!?). Bahkan, akun Instagram resmi Unnes saja paham dan mematikan kolom komentar di unggahan pengumuman pemberian gelar Nurdin Halid demi menghindari respons negatif warganet.

Saat dikonfrontasi, Rektor Fathur memilih pura-pura culun. Ia tidak yakin mengapa Bambang dikeluarkan olehnya dari grup, namun menyebut bisa jadi dipengaruhi unsur ketidaksengajaan akibat ponselnya (Fathur adalah admin grup tersebut) sedang mengalami “gangguan teknis”.

Iklan

“Apa ada yang dikeluarkan atau ter-remove? Barangkali tidak sengaja karena salah pencet. Hape sensitif, masalah teknologi saja,” kata Fathur kepada Detik. Fathur bilang, teori gangguan teknis ini valid sebab bukan cuma Bambang yang terdepak dari grup, tapi juga beberapa anggota Majelis Profesor Unnes lain. 

Terkait kritik atas pemberian gelar ke Nurdin, Fathur menyebut belum ada profesor Unnes yang mengirimkan kritik tertulis ke meja rektor. Dih, manuver klasik.

Bambang tidak sepakat dengan pembelaan Fathur. Kepada VICE, ia menceritakan dugaannya soal skenario yang dijalankan sang rektor gara-gara kabar keluarnya ia dari grup WA profesor viral.

“Bisa dicek jejak digitalnya, siapa yang sedang bersandiwara. Tanggal 12 Februari jam 7 malam saya dikeluarkan [dari grup]. Tanggal 13 Februari sore saya mulai menerima telepon dari media untuk konfirmasi. Hari itu, jam 8-an malam, mulai terbit berita tentang saya yang dikeluarkan dari grup Majelis Profesor. Malam itu hingga keesokan harinya (14/2), berita tersebut viral,” cerita Bambang kepada VICE. 

Barulah setelah viral, beberapa profesor lain dilaporkan dikeluarkan pula dari grup, demi mendukung teori ponsel rusak milik Fathur. “Menurut keterangan beberapa teman yang masih berada di grup, tanggal 14 Februari menjelang Magrib Prof. Sugiharto, Prof. Agus Nuryatin, Prof. Wasino, dan Prof. Rustono dikeluarkan dari grup. Tak berselang lama, Sekretaris Majelis Prof. Suci Hartiningsih diminta oleh Prof. Fathur untuk menjelaskan bahwa ponsel Prof. Fathur kena hujan sehingga sensitif, bisa memencet sendiri, termasuk mengeluarkan saya sehari sebelumnya.” 

Iklan

Saat ditanyai soal rekam jejak petinggi kampus Unnes yang kerap membungkam kritik dari kubu berbeda, Bambang menanggapi dengan nada ya-kita-udah-tahu-sama-tahu-lah-ya, “Untuk hal ini, kita cukup browsing di dunia maya.”

Selain kritik dari Bambang, mahasiswa Unnes juga ikut menyuarakan rasa herannya terhadap pemberian gelar kontroversial tersebut. Pada 11 Februari lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unnes sudah menggelar aksi diam di depan rektorat sembari melakukan aksi simbolis pemberian kartu merah, simbol pelanggaran berat dalam sepak bola, kepada pimpinan kampus.

“Seharusnya gelar kehormatan diberikan kepada sosok yang penuh prestasi dan kontribusi luar biasa bagi bangsa dan negara, bukan kepada sosok yang kontroversial dan penuh kepentingan politik. Justru PSSI pada masa kepemimpinannya mengalami kemunduran-kemunduran, baik dari kultur sepak bola yang tidak mendukung para atletnya, atau para mafia bola yang gencar dalam pengaturan skor pertandingan,” kata Presiden BEM Unnes Wahyu Suryono Pratama.

Terkenal sebagai kampus anti-kritik dengan rektor problematis, acara pemberian gelar tetap berlangsung pada 11 Februari lalu. Nurdin yang dikasih waktu buat orasi ilmiah soal pentingnya pendekatan ekonomi terapan dalam pengembangan industri olahraga nasional, sekalian membela Fathur.

Iklan

“Pak Rektor, karena Bapak, saya ada di sini bersama ketua senat dan seluruh senat. Mungkin karena saya juga bapak di-bully. Itu bagian dari hidup dan kehidupan. Tiada manusia tanpa masalah, tidak ada masalah tanpa penyelesaian, tidak ada penyelesaian tanpa hikmah,” kata Nurdin di orasi ilmiahnya yang malah lebih mirip kalimat motivator nanggung tidak meyakinkan.

Enggak kaget, kejadian model begini di Unnes bukan kali pertama terjadi. Staf pengajar Unnes Sucipto Hadi Purnomo merespons kasus grup WA profesor dengan unggahan panjang di Facebook pribadinya. Doi lantas nge-spill bahwa tahun lalu, ia pernah diskors Fathur dengan alasan yang diduga dibuat-buat: dianggap menghina Presiden Joko Widodo. 

Soalnya di waktu yang sama, Sucipto juga menjadi penyelidik resmi kasus swaplagiarisme Fathur. Skorsing tersebut membuatnya enggak boleh mengajar, meneliti, mengaku sebagai dosen Unnes, dan tidak dapat tunjangan sertifikasi. 

Sucipto lantas menceritakan kasus lain yang senasib dengan Bambang. Dua di antaranya Profesor Sosiologi-Antropologi Tri Marhaeni Astuti dan Profesor Pendidikan Fisika Hatono yang didepak dari grup karena mem-posting tautan berita dari Tempo soal OTT KPK terhadap pejabat Universitas Negeri Jakarta.

Melihat Ketua Golkar Airlangga Hartanto dikasih gelar kehormatan serupa oleh Unnes pada Desember 2020 lalu, gelar doktor honoris causa Unnes seharusnya akan sangat diminati para politikus yang kebelet pengin dihormati lebih dari biasanya.