Antivaksin

Kaum Antivaksin Tanpa Malu Bikin Propaganda Ngawur Usai Christian Eriksen Kolaps

Grup medsos antivaksin ramai menyebar hasutan bahwa vaksin penyebab pesepakbola Denmark Christian Eriksen pingsan di ajang Euro. Padahal Eriksen belum divaksin sama sekali.
Christian Eriksen dalam pertandingan Denmark vs Finland di Euro 2020 pada 12 Juni 2021. Foto oleh Lars Ronbog / Frontzonesport via Getty Images)
Christian Eriksen dalam pertandingan Denmark vs Finland di Euro 2020 pada 12 Juni 2021. Foto oleh Lars Ronbog / Frontzonesport via Getty Images)

Selang beberapa jam setelah pemain sepakbola Denmark Christian Eriksen tak sadarkan diri di atas lapangan akhir pekan lalu, kaum antivaksin memanfaatkan insiden ini untuk mengampanyekan bahaya vaksin.

Masalahnya, Eriksen belum divaksin sama sekali.

“Dia tidak kena Covid dan belum divaksin,” Giuseppe Marotta selaku direktur Inter Milan memberi tahu Rai Sport pada Minggu waktu setempat.

Iklan

Eriksen tiba-tiba terjatuh dan pingsan ketika menerima bola pada babak pertama pembukaan Grup B Euro 2020 melawan Finlandia. Dokter Morten Boesen mengonfirmasi pada Minggu, Eriksen mengalami serangan jantung saat pertandingan.

“Jantungnya sempat berhenti,” Boesen mengungkapkan saat konferensi pers. “Kami melakukan resusitasi jantung (CPR), dan ternyata dia terkena serangan jantung. Hampir saja kami kehilangannya.”

Gelandang Denmark ini masih dirawat di rumah sakit, dan telah mengeluarkan pernyataan resmi melalui agennya pada Senin. Kepada surat kabar Italia, dia mengatakan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya. Dia tak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan kepadanya.

Namun, kaum antivaksin bersikukuh kejadian ini ada hubungannya dengan vaksin Covid-19. Kabar miring tersebut semakin menjadi-jadi  setelah warga negara Ceko Luboš Motl ngetwit dokter tim Inter Milan memberi tahu stasiun radio Italia bahwa Eriksen telah menerima vaksin Pfizer pada 31 Mei.

Twitnya viral di platform media sosial tersebut, dan tangkapan layar twit disebar ke Facebook dan Instagram. Desas-desus Eriksen kolaps karena vaksin juga dianggap fakta di aplikasi pesan instan macam Telegram, tempat sebagian besar kaum antivaksin bersarang. Mereka memanfaatkannya untuk menyebarkan disinformasi seputar vaksin.

Iklan

Pada Minggu, Radio Sportiva membantah rumor tersebut melalui akun Twitter resminya. Mereka mengaku “tidak pernah menyiarkan pendapat tim medis Inter terkait kondisi Christian.”

Motl telah menghapus cuitannya, lalu mengutip sanggahan Radio Sportiva. “Sumber saya mungkin tidak benar, saya hanya kurang yakin,” imbuhnya.

Meskipun begitu, klaim palsu tetap berkembang liar di internet. Kabar miringnya bahkan telah dikutip oleh penganut konspirasi sayap kanan Katie Hopkins.

Mantan pesepakbola Inggris Matt LeTissier ikut menyebarkannya lewat akun Twitter pribadi yang sudah centang biru dan memiliki lebih dari 500.000 pengikut.

Screenshot 2021-06-14 at 11.36.43.png

Alex Berenson, mantan wartawan New York Times yang kini menjadi publik figur sayap kanan karena tidak percaya Covid-19, menekankan pentingnya mempertanyakan hubungan penyakit Eriksen dengan vaksin.

Dia lalu membagikan twit Motl dengan komentar, “Nah, ini dia.”

Pernyataan resmi dari Inter Milan pun tak mampu meredam hoaks tersebut. Berenson, yang memiliki 270.000 pengikut di Twitter, menuduh klub sengaja menutupi kebenaran.

Screenshot 2021-06-14 at 11.32.30.png

Klaim tersebut juga disebarluaskan di platform lain. Banyak kanal QAnon membuat tuduhan tak berdasar yang menghubungkan kejadian yang dialami Eriksen dengan vaksin Pfizer.

Pada platform-platform ini, pengguna berusaha mengaitkannya dengan peningkatan kasus miokarditis—peradangan jantung—pada laki-laki muda yang menerima vaksin Pfizer.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengumumkan pekan lalu, akan mengadakan rapat darurat untuk membahas laporan peradangan jantung langka yang terjadi pada sejumlah penerima dosis kedua vaksin Pfizer dan Modern.

Sejauh ini, CDC telah mengidentifikasi 226 kasus awal miokarditis atau perikarditis yang muncul setelah kelompok usia di bawah 30 tahun menerima vaksin. Badan di bawah naungan Departemen Kesehatan AS ini memperkirakan kasus peradangan jantung pada kelompok usia seharusnya tak sampai 100.