Buaya Berkalung Ban

Sayembara Batal, Penyelamat Buaya Berkalung Ban di Palu Hadapi Musuh Lain: Birokrasi

Sayembara dihentikan, alasannya sepi peminat. Padahal ada tim penyelamat dari Malang gigit jari karena harus dapat izin KLHK. Pakar dari Australia kini pasang jebakan menyelamatkan sang buaya malang itu.
Sayembara Batal, Penyelamat Buaya Berkalung Ban Matt Wright di Palu Hadapi Musuh Lain: Birokrasi
Buaya berkalung ban terlihat di pinggir sungai Kota Palu pada 2018 lalu. Foto oleh Arfa/AFP

Masih ingat sayembara melepas ban yang menyangkut di leher buaya di sungai Kota Palu, Sulawesi Tengah yang diumumkan akhir Januari 2020? Sayembara tersebut rupanya dibatalkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Alasannya: sepi peminat. "Iya, [karena minim peserta] sayembaranya kami tutup," kata Hasmuni Asmar, Kepala BKSDA Sulawesi Tengah, saat dikonfirmasi kantor berita Antara pekan lalu.

Iklan

Faktanya, pihak yang ingin menolong buaya itu tak sedikit. Panji Petualang, pembaca acara populer yang sering berurusan sama reptil, dua tahun lalu sempat terlibat upaya melepas ban dari leher si buaya malang. Namun seperti diklaim BKSDA, Panji gagal memancing buaya itu mendekat ke bibir sungai.

Selanjutnya, setelah pengumuman sayembara dibatalkan, ada tim lain datang ke Palu. Mereka adalah tim pakar satwa dari Predator Fun Park Jawa Timur. Jauh-jauh datang, tim ini mengalami hambatan lain: ternyata untuk terlibat melepas ban butuh izin tertulis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta.

Tim ini berangkat dengan dana minim, sepenuhnya demi membantu si buaya. "Waktu pertama mau berangkat tidak ada biaya. Terpaksa kami coba mendekati Pemerintah Kota Batu [Jawa Timur], alhamdulillah, akhirnya dibantu," kata Dwi, salah satu anggota tim Predator Fun Park seperti dilansir Tempo. Sayang, mereka kini harus gigit jari lantaran izin itu syarat mutlak diizinkan mendekat ke sungai dan memantau pergerakan buaya.

Izin itu harus didapat sebelum sampai di Palu. Tim yang ingin melepas ban juga wajib mempresentasikan cara penyelamatan yang akan mereka lakukan pada sang buaya. "Sangat ribet sekali dan kami tidak tahu kalau syaratnya serumit itu," kata Dwi.

Dikonfirmasi terpisah, BKSDA Sulteng mengakui syarat buat tim penolong dibikin rumit, karena upaya melepas ban ini butuh ahli yang berpengalaman. Bukan cuma modal semangat. "Semacam persetujuan jangan sampai celaka dia [buaya]," kata Hasmuni.

Iklan

BKSDA berdalih, ada tim pelepas ban yang mau mengikuti aturan main dan kini sudah mengantongi izin dari KLHK. Tim itu dipimpin dua ahli buaya asal Australia, Matthew Nicolas Wright dan Chris Wilson. Matt, panggilan Matthew, adalah pengisi acara TV National Geographic yang sudah berpengalaman menangkap puluhan buaya. Dia juga mengklaim berulang kali terlibat upaya pemindahan satwa liar yang masuk pemukiman penduduk.

Dua hari terakhir, Matt rutin mengunggah postingan di akun Instagramnya, mengabarkan progres upaya menjebak buaya agar mampir ke pinggir sungai Kota Palu. Sejak pekan lalu, Matt sudah ngebet banget ke Indonesia membantu aparat Palu melepas ban dari leher si buaya malang.

Matt dan Chris memperoleh izin berdasarkan surat Direktur Keanekaragaman Hayati Nomor S110/KKH/MJ/KSA.2/02/2020 tertanggal 10 Februari 2020. Dengan begitu, keduanya bergabung dalam Satgas penyelamatan buaya, yang terdiri atas petugas BKSDA Sulteng, serta personel Satuan Polisi Air Polda Sulawesi Tengah.

Omong-omong, kenapa sih melepas ban ini sangat sulit? Kenapa buayanya tidak ditembak bius? Ternyata ide kayak gitu sudah nyaris dilakukan. Seperti dikutip Tribunnews, buaya malah akan terkejut dan langsung terjun ke air ketika ditembak. "Kalau sudah masuk ke dalam air, tim kita akan mengalami kesulitan untuk mengambil buaya berkalung ban," kata Rino, salah satu anggota satgas penyelamat buaya berkalung ban.

Tim kini beralih pakai harpun, semacam tombak yang dijamin tidak melukai kulit si buaya. Namun dari pantauan BKSDA selama sepekan terakhir, buaya itu aktif bergerak keluar masuk sungai, sehingga lokasinya sulit dilacak.

Dari catatan BKSDA Sulteng, seperti dikutip Kompas.com, keberadaan buaya berkalung ban sudah terlacak aparat sejak 2016. Tidak jelas bagaimana awalnya ban itu bisa nyangkut di leher si buaya. Masalahnya, di aliran sungai yang membelah kota Palu, buaya bukan cuma dia seorang. Total, merujuk data dua tahun lalu, ada 37 ekor buaya di sungai Ibu Kota Sulawes Tengah. Jumlah itu sekarang bisa saja telah bertambah. Karenanya, fokus BKSDA dan tim penolong adalah memancing buaya berkalung ban menjauh dari kawanannya yang sering nongkrong di muara sungai.

Omong-omong, kalau Matt berhasil melepas ban laknat tersebut, dia dapat hadiah berapa sih dari pemerintah? Hasmuni enggan merinci. Pokoknya dia janji ada hadiah berupa uang tunai. "Tidak ada DP, cash. Begitu keluar langsung bayar dengan mendapatkan penghargaan dari BKSDA," tandasnya.